18. Perpisahan.
Barang-barangku sudah tertata rapi di dalam koper kecilku. Sudah pukul 20.00 malam, tapi Henry belum juga pulang, entahlah dia akan pulang ke rumah ini atau kembali ke apartemennya. Tapi aku berharap dia akan pulang, karena aku sudah merindukanya.
Aku turun ke ruang keluarga, menyalakan televisi dan menonton drama Korea yang sedang tayang, sambil sesekali melihat ke arah pintu depan, apakah Henry kembali atau tidak.
Sampai pukul 21.00 malam, Henry juga belum kembali. Akh, malam terakhirku tanpa ada Henry, betapa menyedihkannya diriku.
"Cassa belum tidur?" Henry datang dan mengecup pucuk kepalaku.
"Henry!" Sahutku girang, aku sampai melompat dan memeluknya.
"Hey, kamu kenapa? Kaget aku." Henry terkejut dengan aku yang kegirangan.
"Kamu capek ga Hen?"
"Ya, ga terlalu, kenapa?" Tanya Henry.
"Jalan-jalan yuk?" Ajakku.
"Malam-malam begini mau kemana? Club?" Tanya Henry.
Aku menggelengkan kepala, aku tidak suka tempat bising seperti itu, "Jalan-jalan ke taman aja, aku lihat ada pasar malam, kesana yuk?"
"Hah? Kamu mau ke tempat seperti itu?"
Aku mengangguk penuh antusias, aku sadar Cassa tidak akan pernah mau ke pasar malam, tapi ini untuk diriku sendiri, selama Cassa tidak tahu, semua akan baik-baik saja.
"Oke, aku ganti baju dulu ya?"
Aku mengangguk, yes! Akhirnya malam ini bisa berdua dengan Henry, malam perpisahan kami. Henry turun dengan kaos dan sweater nya senada dengan pakaianku, kami keluar berdua saja malam ini.
"Kenapa kamu mau ke pasar malam?"
"Aku mau main."
"Main?"
"Ya, banyak permainan seru disana. Kita bisa bersenang-senang."
"Aku kira kamu lebih suka ke club dari pada pasar malam lokal seperti ini?"
"Ya, aku memang suka ke club, aku hanya ingin mencoba pasar malam saja." Jawabku penuh kebohongan, maafkan aku Henry, aku hanya ingin mengenangmu dengan cara seperti ini.
Kami berada dalam pasar malam, sepertinya Henry belum pernah datang ke tempat hiburan rakyat seperti ini, dia canggung sekali, tapi setelah beberapa waktu dia sedikit terbiasa. Aku membeli permen kapas, aku beli dua, Henry pasti belum pernah makan makanan seperti ini.
"Ini, rambut nenek." Aku menyodorkan satu permen kapas berwarna biru.
"Rambut siapa?"
"Rambut nenek?"
"Iya, permen kapas, nama lainnya 'rambut nenek'. Kamu baru tahu ya?"
"Iya. Aku juga baru pertama kali makan ini." Henry memakannya sedikit, lalu wajahnya berubah terkejut dan tersenyum, "Emh, ini enak banget..." Henry makan permen kapas dengan lahap. "Punya kamu ga kamu habiskan?" Henry bertanya, tapi sebelum aku menjawab dia sudah merebut permen kapasku, "Makasih." Kata Henry.
"Hahaha... kamu lucu banget sih Hen. Main tembak target itu yuk?" Aku menggandeng tangan Henry menuju counter tembakan. Aku bermain dan selalu meleset, Henry dengan renyah menertawakanku.
"Payah banget sih, begini aja ga bisa! Sini aku yang main!" Henry mengambil senapan mainan dan mengarahkan pada papan target, "Kamu mau hadiah yang mana?"
"Yang... emh... kalung degnan pendant biru itu aja." Aku menunjuk ke arah kalung dengan liontin bulat berwarna biru, bukan liontin mahal tapi sangat cantik. Liontin terbuat dari resin bening dengan bunga-bunga kecil berwarna biru didalamnya. Henry menembak dengan cepat dan tepat pada sasaran.
"Hore..." Aku bertepuk tangan gembira.
"Sini aku pakaikan?" Henry memakaikan kalung dengan pendant biru itu, aku merasa sangat bahagia, aku akan membawa kalung ini. Aku tidak akan mengembalikannya pada Cassa, toh dia tidak akan peduli.
"Sudah laru, ayo kita pulang." Ajak Henry. Aku mengangguk dengan kecewa, itu artinya kami akan segera berpisah.
Tiba di rumah, Henry segera istiraha, mungkin dia kelelahan. Aku mematikan lampu, lalu memeluknya, erat. Aku sadar, aku tidak akan pernah memilikinya, aku juga tidak berharap memilikinya, aku hanya ingin menikmati sisa waktu ini dengannya.
"Kenapa belum tidur?" Henry terbangun dari tidur, mungkin dia terganggu dengan gerakanku.
"Maaf, menggangu tidrumu."
"Kamu belum lelah?"
"Belum." Sahutku.
"Kalau begitu aku akan membuatmu kelelahan! Jangan salahkan aku kalau besok kamu kesiangan!"
"Apa... emh... Hen... emhhh..." Henry mencumbuku. Aku menikmatinya, biarlah ini jadi yang terakhir.
Henry benar-benar membuatku kesiangan. "Jam berapa sekarang?" Aku bangun dan terkejut karena matahari sudah sangat menyengat. "Astaga jam 10.00! Aku harusnya sudah berangkat dari jam 09.00 pagi." Aku bergegas, bersiap lalu turun membawa koperku. Henry belum berangkat ke kantor.
"Henry, aku terlambat."
"Aku sudah bilang padamu semalam, salah sendiri kamu menggodaku."
"Hey, kapan aku menggodamu? Kamu yang menyerangku lebih dulu."
"Kamu sengajakan belum tidur sambil memelukku erat seperti itu? Itu namanya menggoda!"
Aku memutar kedua bola mataku, dasar ga pernah mau ngaku. "Iya deh iya, aku berangkat dulu ya, Kak Mey pasti sudah menungguku."
"Ayo aku antar. Bu Ida tidak bisa menemanimu, dia sakit."
"Oh, tidak apa, aku biasa sendiri." Untunglah kalau Bu Ida tidak jadi ikut, bisa lebih tenang, tidak takut ketahuan.
Henry mengantarku sampai agensiku, aku terus memandangnya selama perjalanan menuju agensi, hatiku sudah merindukannya. Henry membukakan pintu mobil untukku, Henry memelukku. Aku memeluknya, erat.
"Take care, okay, don't be naughty!" Pesan Henry.
"Okay."
"Bye." Henry pergi, melaju dengan mobilnya. Aku melihat sampai mobilnya hilang, lalu naik ke ruangan Kak Mey.
Di ruangan Kak Mey sudah masam wajahnya, mungkin karena aku terlambat.
"Kamu telat dua jam Rum!"
"Maaf kak, aku semalam tidak bisa tidur, jadi kesiangan." Kataku berbohong, tidak mungkin aku bilang kalau aku bercinta sampai pagi.
"Ya sudah, ayo kita ke Bandung."
Kami ke bandara Soekarno Hatta, lalu naik pesawat menuju Bandung. Aku dan Cassa akan bertemu di hotel dekat bandara Bandung, kami akan bertukar peran lagi, aku akan menjadi diriku sendiri lagi.
Kami masuk ke sebuah hotel, kami akan bertemu di kamar yang sudah disewa, sebelum bertemu Cassa, aku ke toilet untuk mencuci riasan wajahku. Bercermin sebentar.
"Akhirnya, kembali menjadi diri sendiri."
Aku berjalan naik menuju kamar yang ditempati Cassa. Ada dua orang laki-laki disana. Mereka memperhatikanku dari atas sampai kebawah.
"Dia kembaran lo Cas?" Tanya seorang laki-laki yang masih bertelanjang dada.
"Bukanlah, masa orang kampung kaya dia kembaran gue? Cuma Stunt gue aja." Ucapan Cassa ini membuat hati ku sakit, harga diriku terluka, tapi memang realitanya begitu, aku ini hanya orang kampung. Aku hanya tersenyum getir menanggapinya.
"Ya udah, kita bye dulu ya, makasih buat yang semalam." Kata laki-laki itu. Lalu mereka berciuman, maksudku, Cassa dan dua laki-laki itu berciuman, mouth to mouth. Jadi apa yang mereka lakukan semalam? Aku hanya mengernyitkan dahiku, kasihan Henry, dia sudah dikhianati seperti ini. Aku jadi ingin marah pada Cassa karena sudah menyakiti hati Henry.
Dua laki-laki itu pergi, tinggallah kami bertiga. Kak Mey, mengambil sebuah laptop dari kamar Cassa. Kak Mey membuka laptop dan masuk kedalam akun bank milik Cassa
"Ini uang 300 juta yang aku janjikan, lalu tambahan 500 juta karena keperawananmu sudah diambil suamiku, lalu tambahan lagi 200 juta karena sudah berakting dengan baik tanpa ketahuan. Jadi aku mentransfermu 1 milyar ke rekeningmu." Cassa berbicara sambil duduk di sofa dengan masih mengenakan pakaian tidurnya yang tipis dan menerawang itu. Aku mengeluarkan ponselku lalu membuka akun bank ku, dan memang sudah ada transferan uang sebesar satu milyar rupiah. Entahlah, harusnya aku senang menerima uang sebanyak ini, tapi hatiku nelangsa, apakah aku semurah ini?
"Baik, sudah masuk. Terimakasih. Kalau begitu aku akan segera pergi." Ucapku.
"Tunggu. Kamu harus pergi jauh dari Jakarta, jangan sampai kamu membongkar rahasia ini, karena kalau sampai kamu macam-macam, aku akan menghabisi seluruh keluargamu!" Cassa mengancamku.
"Tentu tidak, aku akan pergi, tenang saja, kalian tidak akan bisa menemukanku."
"Tunggu! Mey, geledah dia, jangan sampai mengambil barang-barangku!"
Koper dan tubuhku digeledah oleh Kak Mey dan Cassa, mereka mengobrak abrik koperku, bahkan saat tidak menemukan kesalahan, mereka tidak minta maaf dan tidak merapikan kembali kekacauan ini.
"Aku tidak mengambil apapun milikmu. Aku bukan pencuri. Semua barang milikmu ada di rumah di dalam lemarimu, kamu bisa memeriksanya nanti kalau kamu ke rumah itu."
Sebenarnya aku masih ingin memberi tahu Cassa tentang Henry, tapi karena dia sudah kurang ajar, jadi aku akan diam saja.