17. Henry mencintai orang lain.
Henry pulang dengan penuh rasa penasaran akan pesan teks tersebut.
"Dimana Cassa, Bu Ida?"
"Nyonya sudah tidur sejak tadi tuan, bahkan belum sempat makan malam." Jelas Bu Ida pada Henry.
"Baik , terimakasih Bu Ida."
Bu Ida mengangguk lalu melangkah untuk pergi ke dapur.
"Bu Ida." Panggil Henry, Bu Ida menoleh dan menangguk.
"Ya Tuan?"
"Menurut Bu Ida, bagaimana Cassa?"
"Maksud Tuan?"
"Ya, penilaian ibu tentang Cassa."
"Nyonya sangat baik dan ramah, Tuan. Bahkan Nyonya tidak pernah marah jika ada pelayan yang melakukan kesalahan, Nyonya selalu memaklumi, Nyonya sangat murah hati, Tuan."
"Begitu?" Tahya Henry pada Bu Ida yang dijawab dengan anggukan kepala. "Baiklah, ibu boleh pergi."
Henry melagkah menaiki anak tangga menuju kamar utama, dibukanya pintu kamar dengan pelan, takut membangunkan penghuni kamar. Dilihatnya istrinya yang sudah pulas tertidur.
"Istriku bukan istriku? Lalu istri siapa dia? Aku bahkan mendapatkan mahkotanya, kalau bukan aku suaminya, lalu siapa suaminya? Dan kenapa aku harus meragukan Cassa? Dia sangat baik, bukan hanya padaku dan nenek, pada semua orang dia baik. Kenapa juga aku harus memikirkan pesan teks sialan itu?" Henry bergumam sambil melihat ke arah Cassa palsu, dia masih belum menyadari semuanya.
Henry mengeluarkan ponselnya, menghubungi Andre, "Ndre, batalkan perintah saya tadi, lebih baik kamu bantu saya urus perusahaan saja." Henry mematikan ponselnya.
"Maaf, aku meragukanmu." Henry duduk di tepi ranjang memandang wajah istrinya. Membelainya, lalu mengecup keningnya.
-Krucuk krucuk krucuk- terdengar suara perut Cassa palsu atau Harum yang membuat Henry tertawa kecil. Henry mencium bibir Cassa, supaya Cassa bangun.
"Emhh... Hen..." Aku bangun, mengerjapkan mata, serasa ada yang meniumku. Ternyata Henry, cintaku.
"Kenapa kamu belum makan malam?" Tanya Henry lembut.
"Terlalu lelah." Jawabku, aku memang lelah setelah 'dilembur' Henry.
"Bangun yuk, kita makan malam, aku juga belum makan." Ajak Henry, aku megangguk antusias, aku akan memanfaatkan malam-malam terakhir kami bersama semaksimal mungkin. Aku segera bangkit dari tidur, hendak mengganti pakaian.
"Ga usah ganti, kelamaan, kita langsung makan saja." Henry menggenggam tanganku mengajaku turun ke ruang makan. Kami makan dengan tenang, sepertinya ada yang menggangu pikiran Henry, mungkin masalah kerjaannya, aku akan menghiburnya.
"Apa ada yang menggangu pikiranmu Hen?"
"Emh? Kenapa kamu bisa berpikir seperti itu?"
"Yah, terihat banyak kerutan di dahimu."
"Memang ada yang menggangu pikiranku."
"Apa itu? Kamu bisa sharing sama aku, kalau kamu mau." Tawarku pada Henry, tapi aku tidak akan memaksanya kalau dia keberatan untuk bercerita.
"Sebenarnya bukan masalah." Kata Henry.
"Lalu apa?"
"Aku ingin segera punya anak darimu, apa kamu bersedia?"
-Uhuk uhuk uhuk- Aku terbatuk-batuk mendengar pertanyaan Henry, aku mengambil gelas air putih dan meminumnya perlahan.
"Kenapa? Kamu keberatan memiliki anak dariku?" Tanya Henry dengan nada kecewa.
"Bukan. Tentu aku mau, tentu aku mau memiliki anak darimu." Tapi Henry, aku bukan Cassandra Heart. Aku Harum Lanelok.
"Bagus kalau begitu... karena..."
"Tapi Henry." Omongan Henry aku putus. "Kita bicarakan ini minggu depan saja, setelah aku pulang dari Bandung."
"Kenapa?"
"Beri aku waktu untuk berpikir."
"Tapi Cassa... sebenarnya aku..."
"Henry!" Omongan Henry aku putus lagi, dengan gaya manja Cassandra aku bicara, "Nanti saja..."
"Huft. Ya sudah, terserah kamu."
"Makasih..."
"Mungkin sebentar lagi juga hamil..." Henry bergumam, aku tidak terlalu mendengar dia bicara apa yang dia bicarakan.
"Emh? Apa?" Tanyaku.
"Tidak apa-apa, minggu depan saja, sesuai keinginanmu my lady." Dengan gaya aristokrat Eropa, Henry membungkukan badannya.
"Huh... lebay."
"Cassa, kenapa kamu tidur masih dengan make up mu? Sebaiknya kamu hapus sebelum tidur."
"Oh... iya, aku lupa." Ujarku penuh kebohongan, aku harus cari ide lagi, bagaimana bisa membersihkan make up tapi tetap tidak ketahuan wajah asliku? Bagaimana... how... how how...
"Ayo naik!" Henry menawarkan tangannya padaku, aku menyambutnya. Aku berdiri dan berjalan disampingnya.
"Henry..."
"Ya?"
"Besok Maxi dan Milky akan pergi, bolehkah aku tidur bersama mereka, hanya malam ini saja?"
"Cassa, aku tidak suka tidur dengan binatang!" Henry marah, menepis tanganku.
Aku menunduk, dan mengeluarkan air mata, beruntung aku pandai berakting, "Ya sudah kalau kamu tidak mengijinkan." Jawabku lemah, masih sambil merengut dan menundukan kepala.
"Hais! Ya tidurlah bersama mereka, tapi di kamar sebelah! Jangan sekali-kali membawa binatang ke atas kasurku!" Walau dengan nada marah, tapi Henry memberi izin. Itu berarti aku bisa meghapus make up tanpa ketahuan Henry.
Henry masuk ke dalam kamar, membanting pintu keras sekali. Aku mengambil Maxi dan Milky lalu masuk ke dalam kamar tamu.
"Beruntung ada kalian, jadi aku bisa selamat malam ini." Kataku pada Maxi dan Milky.
Aku keuarkan ponselku, mencoba menghubungi Merry temanku, aku akan menitipkan Maxi dan Milky sementara. "Halo sis, aku mau minta tolong sis. Boleh titip dua anak anjing sis? Tiga hari saja. Oke makasih sis, you're the best." Yes! Maxi dan Milky sudah punya rumah sementara, hingga aku kembali dari Bandung. Tak terasa, dua hari lagi aku harus meninggalkan Henry. Huft, kok jadi sedih begini ya?
Harum si Cassa palsu kembali ke kamarnya untuk mengambil pembersih make up. Tetapi betapa mengejutkannya, dia mendengar Henry sedang berbicara dengan mantan pacarnya Fidelia.
Aku membuka pintu yang tidak tertutup rapat, saat baru melangkah masuk aku melihat Henry sedang menerima panggilan telepon di ponselnya, sebenarnya aku tidak terlalu tertarik mendengar pembicaraannya tapi saat akan mengambil perlengkapan pembersih muka, aku sedikit mendengar Henry berbicara dengan nada yang santai, begitu lembut dan dengan nada yang bahagia. "Ya, aku menyukainya. Kenapa? Entahlah. Seksi? Tentu saja, dia model internasional. Ya, memang lebih seksi kamu Fidel."
Oh jadi mereka masih saling berhubungan. Lalu kenapa Henry menyatakan cintanya? Cih!
"Apa? Kamu ingin apa? Aku mencintaimu..."
APA! Henry mencintai Fidelia? Oh, ternyata mudahnya dia bilang cinta, aku kira dia sudah benar jatuh cinta padaku, tapi ternyata... Damn! Jerk! Aku melangkah keluar, aku tidak mau mendengar Henry lagi.
Harum keluar dari kamar dengan hati yang terluka.
"Kamu ingin aku bilang aku mencintaimu? Tidak Fidel, aku tidak mencintaimu? Sejujurnya selama berhubungan dengan kamu, aku tidak pernah merasakan cinta, maaf, tapi aku hanya mencintai istriku. Ya, semua orang menilai dia itu murahan, tapi aku tahu bagaimana berharganya dia, terimakasih kamu perhatian padaku, tapi sebaiknya ini terakhir kalinya kamu menghubungiku, aku tidak ingin Cassa cemburu. Bye Fidel."
Henry memantikan ponselnya, lalu keluar menuju kamar disebelahnya tempat Cassa dan anjing-anjingnya.
"Kenapa dia menangis sambil memeluk anjing hitam nakal jelek itu? Dasar keras kepala! sudah aku bilang rawat saja anjing-anjing itu kalau dia suka, malah dikasih ke orang lain, sekarang malah ditangisi! Dasar wanita. Ya sudah, menangislah sepuasnya, sampai kamu menyesali kepergian mereka." Henry menutup pintu pelan-pelan agar Cassa tidak mengetahui kalau Henry melihatnya menangis, supaya Cassa tidak malu.
"Jadi dia minta tidur dengan anjing-anjingnya karena ingin menangis?" Henry tersenyum dengan pemikirannya. "Dasar aneh!"