Chereads / CATATAN ANAK PE:LACUR / Chapter 26 - Bab 26 Usaha Meluluhkan Mak Salmah

Chapter 26 - Bab 26 Usaha Meluluhkan Mak Salmah

Kalau kalian pikir gue dapat hak malam itu, kalian salah besar. Tidak terjadi apa-apa, Kak Aryati malah tertunduk dan terisak. Hasrat layu sebelum berkembang, ya sudahlah nasib. Malam itu ia berjanji tidak akan pergi, gue akan mendapatkan hak sebagai suami, selama direstui Mak Salmah, begitu katanya, sudahlah tidak usah dibahas!

Mak Salmah diantar Om Utoro ke rumah Gembor. Lebih tepatnya rumah lama kami yang diberikan Abah. Tampaknya ia benar-benar marah, bagaimana cara meluluhkannya?

Gue sedang bergelut dengan berkas-berkas yang harus diselesaikan hari ini. Nenek Sulis benar-benar melimpahkan semuanya. Belum kelar masalah pribadi sudah menyusul masalah pelimpahan pekerjaan. Itu semua yang membuat kepala terasa mau pecah. Walau ada Om Utoro buat konsultasi, juga nenek Sulis yang tidak pelit memberi pengarahan dan bantuan, keputusan finalnya tetap gue yang harus ketok palu, istilahnya.

Seperti ada keributan di depan ruangan. Ada apa sebenarnya ini? Buat tambah pusing saja. Gue akhirnya beranjak dari kursi dan melangkah mendekati pintu keluar ruangan.

"Maaf, Bapak tidak bisa diganggu!" Begitu buka pintu terdengar suara sekretaris Lisa. Sepertinya melarang seseorang menemui gue.

"Ada apa Lis?" tanya gue.

"Damar, pecat saja sekretaris ini! Gue nggak boleh ketemu lu?" kata perempuan yang sepertinya gue kenal.

"Lu siapa?" tanya gue.

"Lu lupa? gue Carla, cucu Oma Sulis juga, mungkin karena rambut gue cat kemerahan ya?" kata Carla memperkenalkan diri.

Baru ingat, cewek ramai yang gue temui ketika bertandang ke rumah besar Diwangkara. Mau apa dia? Gua menatap waspada dan menyelidik.

"Mau apa lu?" tanya gue tanpa basa-basi.

"Kok gitu sih sama gue?" kata Carla manja.

"Gue nggak punya waktu buat lu," ucap gue tegas.

Telihat Kak Aryati datang dengan menenteng sesuatu, sepertinya makanan. Ia berhenti melangkah karena keberadaan Carla. Gue memberi isyarat mata untuk mendekat.

"Mau mengajak makan calon suami, sudah jam makan siang kan?" kata Carla masih manja.

Gue menatap heran karena perkataan Carla. Kak Aryati tampak penasaran juga. Bahkan Lisa tampak ikut terkejut.

"Gue masih banyak pekerjaan, Kak Aryati ayo masuk! Banyak hal yang perlu kita diskusikan tentang resto," ucap gue melambai ke Kak Aryati.

Gue berusaha tidak peduli omongan Carla. Ia hendak bicara namun tidak jadi. Akhirnya ia hanya berlalu sambil menggerutu.

"Lisa, kamu bisa istirahat!" ucap gue.

"Baik Pak," ujar Lisa.

Setelahnya kami masuk. Kak Aryati membawa makanan buat gue, ia segera menata makanan di meja. Gue tersenyum melihat itu semua.

"Aku tahu kamu sangat sibuk, jaga kesehatan itu perlu!" kata Kak Aryati lembut.

"Aduh perhatian sekali isteri gue, Bang Jaya buta matanya sepertinya," ucap gue sambil tersenyum.

"Jadi kamu ingin aku kembali ke Bang Jaya? Biar kamu bisa jadian sama Carla?" kata Kak Aryati pelan.

"Nggak akan gue relakan Kak Aryati ke Bang Jaya, siapa suruh dilepas? tapi mengenai Carla," ucap gue menjeda.

"Jadi kamu memikirkan Carla?" tanya Kak Aryati.

"Sepertinya ada bau-bau cemburu disini," ucap gue menggoda.

"Cepat makan, keburu dingin!" kata Kak Aryati.

"Bilang iya cemburu! Susah amat, nyenengin orang itu pahala Kak!" ucap gue gemas.

"Sudah ayo makan! Ada banyak hal yang perlu kita diskusikan tentang resto, selama Bang Jaya recovery," kata Kak Aryati.

Gue hanya menghela napas pasrah. Romantisme tidak bakalan ada di kamus pernikahan kami sepertinya. Tapi mungkin suatu saat akan ada itu.

"Makan seperti anak kecil." Tangan Kak Aryati lalu mengambil tisu, dan dengan perlahan mengelap makanan yang belepotan di sekitar bibir gue pelan. Tampaknya harus menarik kata-kata tentang romantisme, kenapa jadi baper begini? seperti kurang kasih sayang dan jarang dibelai.

"Dam, Dam, kamu kok ngelamun?"

"Kak Aryati bilang apa tadi?" tanya gue kikuk.

Kak Aryati menggeleng pelan. Lalu meminum air sebelum bicara. "Nanti jadi ketemu Mak Salmah?"

"Jadi, ingin secepatnya selesai permasalahan ini. Itu juga mengganggu kinerja gue, gue tidak pernah mengecewakan Mak Salmah selama ini."

"Apa kita lebih baik..." kata Kak Aryati terpotong.

"Tidak!" ucap gue tegas.

"Memangnya kamu tahu, aku mau omong apa?"

"Tidak akan ada kata perpisahan!"

"Siapa yang mau pisah? Aku mau bilang, apa kita lebih baik tidak bersama? Ketika mengunjungi Mak Salmah yang sedang marah," kata Kak Aryati.

Gue hanya bisa nyengir. Mengetahui kesoktahuan melingkupi pemikiran pribadi. Itu kebodohan yang harusnya tidak terjadi.

Kami melanjutkan makan sambil mengobrol ringan. Setelahnya Kak Aryati benar-benar berdiskusi mengenai resto. Walau gue ingin mengobrol bukan tentang pekerjaan.

Gue menahan Kak Aryati. Ia menunggu gue menyelesaikan pekerjaan yang menumpuk. Sesekali gue melirik isteri yang tenang mengotak-atik ponselnya.

Sore ini kami pergi ke tempat Mak Salmah yang sedang ngambek. Sepertinya ini kemarahannya paling parah. Biasanya ia akan mengeluarkan amarahnya, tapi justru diamnya membuat gue malah gelisah.

"Siap lu dapat murkaan Mak Salmah?" Adalah suara Gembor yang terpaksa mengantar karena sebenarnya ada ragu dan agak takut. Gue cari alasan kalau mobil mogok.

"Lu bukannya mendukung gue, malah nakut-nakuti sih," ucap gue kesal.

"Gue lihat Mak Salmah itu selalu murung, mungkin sedang mikir, kok anak gue seperti itu?"

Plak.

"Aduhhhhh, kenapa lu ngeplak gue? Lagi nyetir nih," ujar Gembor menggerutu.

"Lu jadi sopir bisa diam nggak?" ucap gue keras.

Gembor terdiam dan gue jadi merasa bersalah. Apalagi melihat mukanya yang astaga, ditekuk begitu, mau tertawa takut dosa. "Maaf Mbor, gue lagi stres tentang Mak Salmah."

"Iya, gue hanya bawahan, cuma kacung, butiran debu," ujar Gembor dengan nelangsa.

"Gembor, lu teman gue, maaf, gue kelepasan."

"Kelepasan itu sesungguhnya adalah kenyataaan yang ada di dasar hati."

"Gembor, gue minta maaf, tidak ada dalam dasar hati gue seperti itu."

Terdengar tertawa Gembor yang memekakkan telinga. Ia sampai memukul-mukul kemudi. Gue jadi curiga karenanya, mata menyipit waspada.

"Gue udah menahan tapi tidak kuat, gila, baru kali ini lu mohon-mohon maaf ke gue," ujar Gembor masih tertawa kegilaan.

Gue hanya bisa manyun karena dikerjai. Kurang ajar memang, gue melirik Kak Aryati yang tersenyum tipis. Apa dia juga ikut menertawai?" Dasar kurang ajar, gue sudah merasa sangat bersalah malah lu cuma pura-pura."

"Lucu tahu, gue sudah nahan ketawa dari tadi Dam," ujar Gembor kembali tertawa lepas.

"Pantas muka lu seperti orang nahan berak," ucap gue balas tertawa.

"Sialan lu," ujar Gembor cemberut.

Perdebatan kami berhenti ketika mobil yang dikemudikan Gembor berhenti di pekarangan rumah. "Sudah siap?" Gembor bertanya seakan ikut prihatin. Tapi gue tidak percaya lagi dengan mimik mukanya.

"Doain gue," ucap gue menghembuskan napas kasar.

"Sholatin juga nggak?" ujar Gembor.

"Memang gue mau mati?" ucap gue kesal.

"Membuat Mak Salmah marah sama saja cari mati," ujar Gembor menambahkan.

Gue hanya diam dan keluar dari mobil, diikuti Kak Aryati,. Menggandeng tangannya erat. Gembor berlari kecil yang disambut Mbak May dengan senyuman. Tidak ingin percaya kelakuannya dari dulu tidak berubah. Tanpa risih, ia mencium Mbak May, ralat bukan mencium tapi melumat bibirnya dengan rakus.

"Aduh sakitttt," ujar Gembor teriak.

Jelas saja Gembor teriak kesakitan. Penyebabnya adalah tarikan tangan Mak Salmah yang menjewer dengan sepenuh hati. Gue meringis melihat itu.

"Lu mau May kehabisan napas? Otak lu dimana?" kata Mak Salmah marah.

"Kangen Mak," ujar Gembor asal.

"Sudah berapa kali lu video call hari ini?" kata Mak Salmah.

Jadi kerjaan Gembor seharian video call? Kurang ajar ini anak, bukannya kerja yang benar. Potong gaji mungkin bisa dipertimbangkan.

"Lu tuh pulang kerja mandi, apalagi nanti kalau anak lu lahir, bersih dulu baru ketemu anak!" kata Mak Salmah panjang lebar.

Mak Salmah tiba-tiba menoleh. Gue dan Kak Aryati saling meremas tautan tangan kami. Dada gue serasa berdebar semakin keras.

"Ada mantu, ayo sini!" kata Mak Salmah ceria.

Gue dan Kak Aryati saling pandang tidak mengerti dengan keadaan ini. Mak Salmah menghampiri Kak Aryati lalu memeluknya. Sedang yang dipeluk tampak kaku menerima perlakuan itu.

"Ayo masuk! Mak sudah masak kesukaan lu, tadi kata Nak Jaya, lu mau kemari," kata Mak Salmah lembut.

"Saya meminta maaf telah membuat Mak Salmah marah," ujar Kak Aryati.

"Gue bukan marah ke lu, dan lagi Nak Jaya sudah menjelaskan tadi," kata Mak Salmah.

"Tadi Bang Jaya kemari?" tanya Kak Aryati memastikan.

"Iya, Mak jadi kasihan padanya, mana Rani malah menghilang," kata Mak Salmah.

Ikut sedih, karena sepertinya Bang Jaya benar-benar menyukai Mbak Rani. Ia tampak kacau sekarang. Gue sudah menyuruh orang untuk mencari keberadaan Mbak Rani, tapi sampai saat ini hasilnya nihil.

"Mak Salmah!" ucap gue kaku.

"Gue masih marah ke lu, kawin nggak kasih tahu gue, lu kira gue sudah mati?" tanya Mak Salmah ketus.

"Kawin masa bilang-bilang Mak Salmah," ujar Gembor.

"Mau gue hajar lu? Gembor!" kata Mak Salmah menatap Gembor.

Gue menatap ngeri Gembor. Mencari perkara dengan Mak Salmah untuk saat ini, sama saja cari mati. Ia buru-buru menarik tangan Mbak May ke dalam rumah, kabur menghindar.

"Maafkan gue Mak, bukan salah Kak Aryati, jangan marahi dia ya!" ucap gue memelas.

"Gue tentu senang Nak Aryati tetap jadi mantu gue, tapi gue tetap marah ke lu, gue sakit hati," kata Mak Salmah.

"Iya Mak, gue ngaku salah," ucap gue.

"Sejelek-jeleknya gue, apa gue nggak boleh menghadiri anaknya nikah?" kata Mak Salmah berkaca-kaca.

Gue akhirnya memeluk Mak Salmah erat. Benar-benar tambah merasa bersalah. "Maaf Mak." Dengan kasar tanpa perasaan, Mak Salmah mendorong gue.

"Lu dapat restu gue kalau Nak Jaya juga bahagia, temukan Nak Rani untuknya!" kata Mak Salmah datar.

Sebenarnya yang anak Mak Salmah siapa disini? Kenapa selalu tidak ada manis-manisnya kalau sama gue? Ingin teriak sebenarnya atas ketidakadilan ini.

"Lu sudah dapat banyak, sedang Nak Jaya itu hanya punya kita, ingat itu!" kata Mak Salmah mengingatkan.

"Jangan pernah menyentuh Nak Aryati sebelum Nak Jaya bahagia! Bilang pada gue kalau Damar berani ngrepek-ngrepek lu!" kata Mak Salmah sambil membawa Kak Aryati ke dalam rumah.

Rasanya ingin teriak lagi dan lagi. Terus gunanya nikah apa? Bila bukan untuk menyentuh Kak Aryati secara sah. Gue akhirnya masuk ke dalam rumah dengan muka kusut, seperti sore ini yang mendung dan tampaknya akan hujan.