Chereads / CATATAN ANAK PE:LACUR / Chapter 18 - Bab 18 Hati Yang Tidak Berbohong

Chapter 18 - Bab 18 Hati Yang Tidak Berbohong

Ketika sudah sendiri setelah ditinggal nenek Sulis, tatapan mata gue tertuju pada meja dimana Kak Aryati bersama pria itu, Randu. Kenapa tahu nama pria itu? Waktu penyambutan di hotel tadi, ia ada dan ternyata ialah wakil GM.

Kenapa gue kesal melihat Kak Aryati bicara dengan Randu? Kak Aryati berdiri namun Randu sepertinya menahannya, bisa terlihat karena tangan Randu yang memegang lengan Kak Aryati. Gue yang entah mengapa sangat dan sangat kesal, melihat adegan itu segera beranjak lalu menghampiri keduanya.

"Ar, ayolah!" ujar Randu memohon.

"Lepas Randu!" ucap Kak Aryati pelan.

"Baiklah, aku akan mengantar mu," ujar Randu.

"Kak A ryati!" Baik Kak Aryati dan Randu berpaling, mereka terkejut dengan keberadaan gue. "Gue yang akan mengantar Kak Aryati pulang!"

"Pak Damar kenal dengan Aryati?" tanya Randu. Gue harusnya marah tapi berusaha ditahan, Randu itu bodoh atau tidak tahu? Isteri Bang Jaya tentu saja kenal, bagaimana tidak kenal, coba?

"Kak Aryati itu ipar gue, ayo!" Gue langsung menarik tangannya, tidak memperdulikan Randu yang terlihat terkejut di tempatnya. Kak Aryati tampak diam ketika gue menghelanya meninggalkan resto, untuk pertama kalinya memegang tangan lembutnya dengan benar. Seperti sangat posesif terhadap pasangan ketika tangan menggenggam erat tangannya sampai depan pintu mobil.

"Masuk!" seru gue memerintah. Kak Aryati terdiam, mengikuti arah matanya dan tangan ini masih menggenggam tangannya. "Maaf," ucap gue sambil meringis tidak enak.

Akhirnya Kak Aryati masuk ke mobil, sedang gue langsung sedikit berlari mengitari mobil. Setelah memakai sabuk pengaman, gue menyalakan mobil Kak Aryati yang sangat mudah dikenali, karena berwarna kuning dengan stiker Hello Kitty yang besar di body mobil.

Gue sebenarnya penasaran, mobil orang dewasa bernuansa Hello Kitty, apa sebegitu maniaknya akan tokoh kartun itu hingga mendandani mobil sedemikian rupa? "Mobil ini pada dasarnya kuning," ucap Kak Aryati.

"Hah?" ujar gue terkejut.

"Kamu kalau nyetir jangan bengong! Mobil ini sebenarnya dasarnya kuning," ucap Kak Aryati.

"Oh, gue kirain apa?" ujar gue cuek.

"Dari tadi kamu melihat aneh mobil Kakak, terus semakin aneh melihat interior mobil," ucap Kak Aryati.

"Apa begitu terlihat?" tanya gue sok polos.

"Terlihat jelas di kening mu," ucap Kak Aryati.

"Benarkah?" tanya gue lagi. Kak Aryati tersenyum sambil menggeleng sedang gue terkekeh pelan.

"Kakak mau gue antar kemana?" ujar gue memutuskan lelucon garing tadi.

"Ke resto tentu saja," ucap Kak Aryati.

"Kenapa mobil ini sangat Hello Kitty?" tanya gue masih penasaran.

"Aku kira kamu sudah lupa Dam, ternyata kamu orang yang sangat ingin tahu," ucap Kak Aryati.

"Ya begitu," ujar gue asal.

"Mobil ini kebanyakan digunakan untuk urusan panti, berhubung anak panti kebanyakan perempuan, jadi almarhum orang tua Kakak membuatnya bernuansa Hello Kitty," ucap Kak Aryati panjang lebar.

"Apa ada masalah di panti?" tanya gue pelan.

"Maksud mu?" tanya Kak Aryati sambil menoleh pada ku.

"Kakak menemui Randu."

"Tidak ada, dia hanya ingin bertemu," ucap Kak Aryati.

"Bang Jaya tahu, Kakak menemui Randu?"

"Nanti aku akan cerita," ucap Kak Aryati. Pertanyaan gue tidak dilanjutkan karena kami sampai resto, sebenarnya banyak yang ingin ditanyakan tapi sepertinya waktu tidak memihak. Kami kemudian keluar mobil dan masuk resto menuju lantai empat, dimana kantor Bang Jaya berada.

"Siang Mbak Rani!" seru gue ceria.

"Pak Damar, siang juga," ucap Mbak Rani.

"Gue bukan atasan lu lagi, jangan panggil Pak! Berasa tua gue," ujar gue memasang wajah pura-pura cemberut.

Mbak Rani cuma tersenyum, kasihan juga wanita ini sebenarnya, suaminya sakit dan ia yang bekerja untuk biaya pengobatannya.

"Bang Jaya ada?" tanya gue.

"Ada Pak," ucap Mbak Rani.

"Pak lagi?" tanya gue.

"Maaf," ucap Mbak Rani.

"Sudahlah! Kami masuk dulu," ujar gue.

Gue dan Kak Aryati lalu masuk setelah berbasa basi dengan Mbak Rani, pura-pura mengetuk pintu.

"Masuk!" ucap Bang Jaya dari dalam.

"Siang Pak Jaya yang super sibuk!" ujar gue ceria.

"Oh, gue kirain siapa Dam, sama Aryati juga?" tanya Bang Jaya.

"Ketemu di depan tadi," ucap Kak Aryati.

Gue mengernyitkan dahi, kenapa Kak Aryati berbohong? Bang Jaya berdiri lalu menghampiri kami.

"Aku tinggal sebentar, ada klien di bawah mau memakai resto kita buat acara ulang tahun perusahaannya," ujar Bang Jaya.

Gue hanya mengangguk, sedang Kak Aryati tersenyum karena Bang Jaya mengusap puncak kepalanya. Bang Jaya berlalu meninggalkan kami, gue lalu menghadap Kak Aryati.

"Kenapa Kak Aryati berbohong?" tanya gue langsung.

"Maksud mu?" ucap Kak Aryati.

"Tidak usah berpura-pura! Pertama, Kakak tidak cerita ke Bang Jaya telah menemui Randu, baru saja, Kakak bilang ketemu gue di depan?" tanya gue sinis.

"Kenapa kamu marah?" ucap Kak Aryati.

"Bagaimana tidak marah? Kak Aryati berbohong terhadap Bang Jaya, abang gue," ujar gue kesal.

"Dengar Dam! Ada saat dimana kita jujur pada pasangan, ada saat dimana kita berbohong untuk keharmonisan hubungan itu sendiri," ucap Kak Aryati.

"Termasuk berselingkuh?" tanya gue ketus.

"Aku tidak pernah berselingkuh," ucap Kak Aryati.

"Akan, mungkin?" ujar gue.

Gue melihat Kak Aryati menatap tajam dengan dada naik turun menahan amarah sepertinya.

"Kamu betul-betul telah menghina ku, aku pikir bisa menuruti perkataan Bang Jaya," ucap Kak Aryati bergetar. "Aku pikir kamu laki-laki yang baik, seperti sering Bang Jaya bicarakan, ternyata aku salah," ucap Kak Aryati lagi. Gue bisa melihat tatapan terluka dari mata indah Kak Aryati, gue semakin ikut merasakan kepedihan ketika mata itu menumpahkan cairannya.

"Kamu tahu, selama ini aku selalu menuruti Bang Jaya termasuk mendekati mu, aku bukan hewan yang seenaknya disuruh-suruh?" ucap Kak Aryati terisak.

"Kak Aryati..." ujar gue terpana.

"Aku mau karena aku pikir kamu berbeda, kamu pasti berpikir kenapa aku ketemu Randu, selingkuh? Sedang kamu tahu pasti, aku tidak suka padanya," ucap Kak Aryati semakin terisak.

Gue cuma diam mematung, tidak tahu harus berbuat apa, kenapa sebodoh ini? Padahal gue tahu Kak Aryati tidak suka Randu. "Aku menemuinya agar kelak bila aku berpisah dengan Bang Jaya, aku mampu menghadapi Randu sendiri tanpa dibantu, Bang Jaya tidak suka aku menemui Randu," ucap Kak Aryati.

"Bang Jaya selalu khawatir bila aku menemui Randu, ia pasti akan bertanya kenapa bisa kita bertemu? Lalu aku harus jawab apa? Jujur?" tanya Kak Aryati sambil mengusap pipinya.

"Kamu tidak suka pada ku, lalu kalau bukan diri ku sendiri, aku harus bergantung siapa lagi bila aku berpisah dengan Bang Jaya?" ucap Kak Aryati sambil menghela napas.

Kenapa dada gue sakit mendengar semua penuturan Kak Aryati, hanya bisa menatap sendu dan merasa sangat bersalah.

"Ada apa?" tanya Bang Jaya yang baru saja memasuki ruangan. Kak Aryati lalu menghambur kepelukannya. Ia menatap gue meminta penjelasan, gue hanya bisa menggeleng.

"Sebaiknya kita pulang!" ucap Bang Jaya. Gue tidak bisa berkata apa-apa, Bang Jaya membawa Kak Aryati pergi sambil menggeleng menatap gue. Ia seakan tahu bahwa gue telah melakukan kesalahan besar dan gue harus akui, bodoh.

"Ada apa?" tanya Gembor tiba-tiba. Gue sampai lupa janjian ketemu dengannya disini. Dia pasti ingin tahu yang terjadi.

"Bukan apa-apa, lu mau menu spesial pekan ini?" ucap gue pelan. Tampaknya pengalihan pembicaraan tidak mempan buat Gembor kali ini. Ia berjalan mendekati gue yang terduduk lelah di sofa.

"Ada apa antara lu dan Kak Aryati?" tanya Gembor penuh selidik.

"Entahlah Gembor, gue sendiri bingung," ucap gue lesu.

"Lu sih pakai acara gengsi selangit, coba kalau jadi gue, bakalan gue langsung kawinin maksudnya, nikahin Kak Aryati," ujar Gembor.

"Lu ngomong apaan? Gue pusing, Kak Aryati pasti marah sekali ke gue," ucap gue sambil meremas rambut.

"Kenapa Kak Aryati marah?" tanya Gembor polos.

"Gue menuduhnya selingkuh karena menemui Randu," ucap gue lemah.

"Memang siapa Randu?" tanya Gembor lagi.

"Laki-laki yang mengejar Kak Aryati," ucap gue tambah lesu.

"Kan cuma bertemu di tempat umum, memang mesra-mesraan, bebas kali bertemu mantan sekalipun, asal jaga diri," ujar Gembor sok menasehati.

"Harusnya gue nggak berkata selingkuh, kenapa gue bodoh?" tanya gue terlebih ke diri sendiri.

"Lu cemburu?" tanya Gembor.

"Ya, mak-maksud gue bukan itu," ucap gue tergagap.

"Makan itu gengsi, makanya turuti kata Bang Jaya! Beres semua, lu paling senang karena mendapat apa yang lu mau, pasti itu! Percaya gue!" ujar Gembor.

"Lu mau, gue senang diatas penderitaan Bang Jaya?" tanya gue kesal.

"Bang Jaya akan tenang kalau lu nikah dengan Kak Aryati, dia berpikir lu pasti menjaga Kak Aryati dengan baik," ujar Gembor sok serius.

"Terus gue harus bagaimana, Gembor?" ucap gue frustasi.

"Lu cari pendonor buat Bang Jaya," ujar Gembor.

"Sudah tapi Bang Jaya susah dibujuk buat operasi," ucap gue.

"Pendonor ada?" tanya Gembor.

"Sedang gue usahakan, gue juga minta bantuan nenek Sulis," ucap gue.

"Mau itu nini-nini bantu lu?" tanya Gembor sangsi.

"Nenek Sulis itu tetap nenek gue, walaupun banyak tingkahnya yang menyebalkan," ucap gue.

"Iya, iya, yang sekarang punya nenek, dibelain terus," ujar Gembor.

"Sialan lu, Gembor," ucap gue sok kesal.

"Kalau lu sudah mendapat donor, lu harus membuat Bang Jaya mau dioperasi!" ujar Gembor.

"Tentu, gue pasti akan membuatnya dioperasi, apapun itu akan gue lakukan," ucap gue mantap.

Gue sudah menemukan cara agar Bang Jaya mau dioperasi. Akhirnya bisa tersenyum lebar, sedang Gembor menatap aneh tapi gue tidak peduli. Harus secepatnya mendapat donor itu sebelum terlambat! Bang Jaya harus selamat!