Bagi remaja yang baru saja mengalami pubertas, pasti mereka juga akan mengalami masa jatuh hati pada lawan jenis.
Dan rupanya gadis yang tengah duduk di ruang tv sambil memakan kentang goreng dengan senyum-senyum itu telah merasakan jatuh cinta.
Anehnya ia justru jatuh cinta pada seseorang yang awalnya sangat ia benci. Cowok aneh yang tiba-tiba saja hadir dan mengganggu kedamaiannya.
Alexander Gabriel, cowok rese yang baru-baru ini sering memperhatikannya. Dia juga wakilnya saat menjadi ketua osis.
"Chika sayang? Kenapa kok nonton tvnya sambil senyum-senyum gitu?" tanya sang ayah.
"Enggak kok Yah, enggak papa," jawab Chika malu-malu. "Ayah kapan pulang?" tanyanya.
"Udah lumayan dari tadi, kamu sih fokus sama tv jadi gak liat ayah pulang,"
"Ya maaf Yah, habis acaranya kagi bagus," ucapnya.
"Anak ayah lagi jatuh cinta ya?" tebak Kusuma.
"Ih Apaan sih!" elak Chika.
Ia malu untuk mengakuinha di depan sang ayah. Benar tebakan sang ayah kalau ia memang tengah jatuh cinta.
"Chika ke kamar dulu ya Yah," pamitnya.
Setelah sampai kamar, Chika pun membuka laptopnya. Ia menyecrol beranda Dita karena penasaran dengan cowok yang di suka oleh Dita.
Dan saat ia membaca postingan terakhir Dita, betapa terkejutnya ia setelah membaca itu.
Chika harus merasakan jatuh cinta sekaligus luka.
"Karena yang paling penting adalah persahabatan," gumamnya.
***
Pagi ini tidak seperti pagi-pagi biasanya. Chika memilih menolak saat Alex mendekatinya.
Ia selalu menghindari setiap perjumpaan tak sengaja mereka.
"Ada apa denganmu hari ini Chika," adalah pertanyaan yang menari-nari dalam fikirian Alex.
"Maaf, untuk aku yang memilih menjauh darimu meskipun seharusnya aku menggapaimu," ucap Chika.
Sementara Dita merasa aneh dengan perlakuan sahabatnya satu minggu ini. Chika hanya akan membiarkan dirinya bertemu dengan Alex saat kegiatan osis. Di kuar kegiatan itu dia selalu menghindar dan hal itu membuat Dita merasa bersalah.
"Bukan di tempatku hatinya berada, tapi di tempatmulah hatinya berada," ucapnya.
Namun meskipun demikian, Dita tetap keras kepala dan membiarkan dirinya memanfaatkan moment menjauhnya Chika dari Alex.
Terdengar jahat memang, tapi hatinya tidak bisa menahan untuk tidak memperjuangkan cintanya yabg sudah terlanjur dalam.
Dan seandainya ia nantinya akan terluka, biarkan ia terluka setelah berjuang.
"Lo kenapa Dit?" tanya Chika yang sangat memgejutkan Dita yang tengah mamun.
"Emm, gue gapapa kok!" jawabnya.
Jujur saja setiap Dita melihat sahabatbya itu, ia bisa melihat sorot kesedihan yang terpancar dari sahabatnya.
"Ya udah gue tinggal ke perpus dulu ya?" pamit Chika. Karena beberapa hari ini Dita memang jarang ke perpus untuk membaca buku bersamanya.
"Iyaa," jawab Dita.
Chika pun kemudian melangkah keluar kelas. Ia dan buku adalah bagaikan pena dan kertas yang akan selalu membutuhkan.
Pena tidak akan dapat melakukan hal apa pun tanpa kertas, sedangkan kertas ia tidak akan berarti tanpa pena.
Hanya buku bacaan yang mampu mengalihkan kesedihannya. Dengan membaca setidaknya fikirannya bisa swdikit teralihkan dari kesedihan yang ia pendam.
Meskipun Chika sendiri tidak akan pernah tau sampai kapan ia bisa melakukannya. Menjauh dari orang yang sangat ingin ia dekati.
Kalau saja yang menjadi saingannya bukanlah sahabatnya sendiri, mungkin Chika tidak akan merasa serba salah seperti saat ini.
Di satu sisi ia merasa bersalah dengan Alex yang memang menunjukkan kalau dia ada rasa dengannya. Namun di sisi lain ada sahabatnya yang akan terluka jika ia dan Alex bersatu.
"Chika!" Panggil Alex. Entah cowok itu databg dari mana yang jelas Chika benar-benar tidak ingin bertemu dengannya untuk saat ini.
"Maaf Lex, aku sibuk!" ucapnya.
"Kenapa Chik? Ada yang salah dari aku hingga membuatmu terus menghindar dariku?" tanya Alex. Ia butuh penjelasan dari sikap Chika terhadapnya.
"Aku gak ngenjauh kok! Urusan kita kan memang hanya karena kegiatan osis dan selepas itu kita tidak ada urusan apa-apa," tegas Chika menekan kalimatnya.
"Apa aku masih kurang buat ngeyakinin kamu kalau aku benar sayang sama kamu?" ucap Alex.
"Maaf Lex, aku tidak punya banyak waktu!" pamitnya.
Gadis itu kemudian keluar dari perpus meninggalkan Alex yang masih berdiri mematung.
Sejujurnya sakit untuk Chika mengucapkan itu, hatinya sangat bertentangan dengan ucapannya.
Namun yang ia lakukan saat ini adalah demi kebaikan semuanya. Demi persahabatannya juga demi menjaga hatinya agar tidak jatuh terlalu dalam.
Terkadang seseorang memilih untuk merekalakan bukan ia tidak yakin akan perasaan yang dirasakannya. Namun ia lebih melindungi perasaan yang lain demi menjaga perasaan orang yang yang sangat berarti dalam hidupnya.
Meskipun merelakan tidak semudah saat mengucapkanya, namun setidaknya dengan jarak mungkin akan lebih mudah untuk melakukannya.
"Tumben udah balik Chik? Masih lama lo bel masuknya?" tanya Dita.
"Iya Dit, udah selesai kok bacanya!" jawab Chika.
Ia tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya bahwa ia habis bertemu dengan Alex dan secara terang-terangan juga Alex tadi ngungkapin perasaannya kepadanya.
"Lo gak jadi ke kantin?" tanya Chika.
"Enggak, males gue gak ada doi!" jawab Dita. Karena memang tujuanya utamanta ke kantin adalah untuk bertemu dengan Alex.
Chika jadi merasa tidak enak hati pada Dita. Meski pun bukan keinginanya Alex tadi berada di perpus namun tetap saja ia menjadi penghalang Dita dekat dengan Alex.
Kelas telah di mulai. Chika hanya diam sambil memperhatikan guru yang tengah menerangkan tentang meteri pembelajrannya di depan kelas.
Bukan karena tidak fokus, tapi ia hanya sedikit kepikiran dengan ucapan Alex waktu di perpus tadi.
Ia bingung harus bersikap swperti apa? Karena jujur saja Chika tidak tega jika Dita hanya mengharapkan cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Tapi untuk mengatakannya ia juga tidak sampai. Ia takut justru akan membuat Dita marah dan malah menjauh darinya karena menganggap kalau ialah saingannya untuk mendapatkan cinta Alex.
"Chika? Are you okay?" tanya mrs yang tengah menuliskan beberapa kosa kata di papan tulis.
"Yes, i'am okay!" jawab Chika.
Dan pelajaran pun kembali di lanjut hingga sampai bel pulang berbunyi.
"Chik? Gimana mau bareng sama gue?" tawar Dita.
"Enggak usah Dit, lagian kan gak searah juga!" tolaknya.
"Bareng gue aja Chik!"tawar Radit.
Di saat yang bersamaan juga Alex datang mendekat ke arah mereka.
"Iya Dit, gue mau bareng elo."
Kebetulan arah rumah Radit memang sejalan dengan Chika. Dan dengan ini juga akan membuat Alex berhenti mengganggunya.
"Alex," ucap Dita. "Mau ngapain?" tanya Dita.
"Enggak kok," jawabnya. "Ya udah gue duluan ya," pamit Alex.
Dengan melihat Chika yang pulang bareng sama Radit membuat ia merasa cemburu.
"Lo kenapa sih gak mau ngasih gue kesempatan sama sekali!" gumamnya.