Angin berhembus kencang pagi ini, menerpa permukaan kulit gadis yang tengah membonceng motor sport.
"Dit, tumben ya pagi ini anginnya kencang banget!" ujar Chika.
Gadis itu sampai beberapa kali menyibakan rambutnya yang menutupi matanya.
"Iya, tumben banget ini," jawab Radit.
"Kamu pegangan yang erat ya Chik," suruh Radit.
"Iya Dit."
Radit pun kemudian melajukan motornya dengan sangat cepat. Mungkin kecepatannya hampir melebihi rata-rata.
"Radit, gue takut!" teriak Chika.
"Lo pegangan yang erat, tenang aja gak bakalan kenapa-napa kok!" jawab Radit santai.
Sedangkan gadis di belakanganya itu sudah senam jantung karena saking takutnya.
"Lo itu bikin jantung gue mau copot tau gak!" dengus Chika.
"Ya maaf, habis jamnya udah mepet banget sih! Ya jadi terpaksa aja gue kebutin tuh motor," jelasnya.
"Lain kali gue ogah barengan sama lo lagi kalau naik motornya kaya tadi," kesalnya.
"Iya-iya maaf! Gak akan aku ulangin lagi deh," ucapnya tulus.
Mereka pun kemudian menuju kelas. Saat Chika dan Radit hampur sampai di depan kelas mereka di cegat oleh Dita dan yang lainnya.
"Ciahhh, liat ini gais! Chika sekarang minta perlindungan sama Radit," ujar Prita.
"Gue gak ngerti ya sama elo Chik, yang jelas gue benci banget sama elo sekarang," tambah Dita.
"Eh lo Dit, gak ingat Chika itu sahabat elo! Bisa ya lo secepat ini berubah," sungut Radit.
"Eh lo Dit, gak usah ikut campur urusan gue sama Chika. Lo urusin aja hidup elo!" bantahnya.
"Apa pun yang menyangkut dengan Chika, itu jadi urusan gue. Ngerti lo," tegas Radit.
Sementara Chika hanya diam saja. Sudut hatihya sangat terluka saat mendengar pernyataan kalau Dita sekarang sangat membencinya.
"Ya Alloh, padahal aku udah kubur dalam-dalam perasaanku sama Alex! Kenapa persahabatanku sama Dita jadi gini," ucapnya dalam hati.
"Ya udah yuk Chik, lo gak usah ladenin orang kaya mereka. Dan yang sebenarnya berhianat itu bukan elo, tapi si Dita."
Chika dan Radit pun berlalu dari hadapan Dita dan yang lainnya.
Nampak jelas sekali jika Dita sangat marah pada Chika. Bahkan cara memandangnya pun saat ini sudah berbeda.
Dita yang dulu penuh kasih sayang saat memandang kini tergantikan dengan tatapan benci.
"Udah ya Chik, omongan Dita tadi jangan terlalu di masukin ke hati," ucap Radit.
"Iya Dit, makasih ya lo tadi udah belain gue!" jawab Chika.
"Sudah seharusnya Chik, lo kan emang gak salah. Cuma Si Dita aja yang salah paham sama elo!" jelasnya.
Orang terkadang memang menilai sesuatu itu dari penglihatan mereka. Tanpa mereka cari tau dulu kebenarannya seperti apa, hingga yang kemudian timbul adalah kesalah pahaman.
Chika sudah berulang kali ingin menjelaskan pada Dita, namun Dita selalu menghindar. Ia tidak mau mendengarkan terlebih dulu penjelasan dari Chika.
Andai bisa waktu itu di ulang kembali, Chika ingin sekali rasanya memutar waktu saat kebersamaannya dengan Dita.
Sebelum mereka berdua saling mengenal dengan yang namanya cinta yang justru menghancurkan persahabatan mereka.
Sementara Alex, sebenarnya laki-laki itu tau sebenarnya yang terjadi diantara Chika dan Dita. Namun ia sendiri tidak bisa jika harus memaksakan perasaanya untuk mencintai Dita.
Cintanya untuk Chika, meskipun sekarang ia harus menjauh dari Chika demi menjaga persahabatan Chika dan Dita.
"Chika" panggil salah satu kakak kelas dari belakang.
"Kak Bela? Ada apa?" tanyanya.
"Ini anggota osis ada yang mengubdurkan diri satu, kira-kira kamu ada gak temen yang mau gantiin dia gitu?" jelas Bela.
"Lho alasannya kenapa emang Kak? Kok bisa mengundurkan diri?" tanya Chika lagi.
"Katanya ia sering sakit-sakitan Chika, makanya ia memilih berhenti dari kegiatan apa pun di sekolah dan hanya fokus pada pelajaran.
"Oh gitu ya Kak, coba nanti Chika cari penggantinya ya Kak!" ujar Chika.
"Oke Chika, makasih ya!"
Setelah itu Chika kembali ke kelasnya.
"Dit lo mau gak jadi anggota osis?" tanya Chika.
"Gue, gak bakat gue Chik!" jawab Radit.
"Lo pasti bisa kok, kan lo sekarang juga udah banyak perubahannya," ujar Chika.
"Ya iya sih! Cuma buat jadi anggota osis gue rasa gak bisa deh," timpal Radit.
"Ayolah, pliss! Kan sama gue Dit!" pinta Chika memohon.
"Kalau gue mau nerima tawaran Chika, pasti gue akan lebih sering sama Chika kan!" batin Radit.
"Iya, gue mau," jawabnya.
"Nah gitu dong, ya udah nanti gue bilang sama kak Bela!" ujar Chika senang.
"Siapa tuh kak Bela?" tanya Radit.
"Itu kakak kelas yang jadi anggota osis tahun lalu. Kan dia masih ngurusin osis juga sebelum nantinya para anggota osis yang baru mulai sepenuhnya ngurusin osis," jelas Chika.
"Oh gitu, yayaya."
"Apa sih! Yayaya aja," protes Chika.
"Terus mesti gimana dong?" tanya Radit.
"Ya jangan cuma yayaya dong, kan ada gitu kata yang lain," ujar Chika.
"Lagi males gue," cetus Radit.
"Kok gitu sih!" sungut Chika.
"Biarin," goda Radit.
Chika dan Radit perlahan memang semakin dekat, dan anehnya Chika pun merasa nyaman dekat dengan Radit.
Ia percaya kalau, di dekat Radit ia jauh akan lebih baik dari pada ia harus terus bersikap seolah tidak membutuhkan orang lain kecuali Dita pada saat itu.
"Lo kalau butuh orang buat curhat, cari gue Chik," ucap Radit.
"Makasih ya, dengan hadirnya lo di hidup gue setidaknya gue jadi merasa gak kesepian lagi," jelas Chika.
"Gue juga seneng bisa dekat sama lo," cetus Radit.
Tidak akan indah hidup ini, bila kita menjalaninya hanya seorang diri.
Kehidupan tidak hanya memberikan kita kebahagiaan, karena terkadang ada luka yang terselip di dalamya. Ada kesedihan yang tidak dapat kita hindari, ada tangis yang tidak dapat di bendung.
Namun, kesedihan juga tidak akan terus-menerus menemani kita, karena bahagia pasti kan datang. Meski kita harus melewati ribuan air mata lebih dulu.
Di lain sisi, ada yang memperhatikan interaksi mereka berdua.
"Mungkin emang sebaiknya gue menjauh dari elo Chik, karena tanpa gue pun elo udah bahagia," ujarnya.
"Eh Alex, lo ngapain liatin mereka?" tanya Dita.
"Enggak kok, siapa juga yang liatin mereka!" elaknya.
"Oh, kirain lagi liatin mereka. Chika sama Radit semakin hari semakin dekat ya? Gue curiga kalai mereka pasti ada apa-apa!" ujar Dita.
"Ada apa-apa diantara mereka juga bukan urusan gue kok, itu hak mereka!"
Dalam hati Dita merasa senang, karena ia telah berhasil mengompori Alex.
"Ya udah yuk, ke kantin aja," ajak Dita.
Alex pun hanya mengangguk sambil mengikuti langkah Dita. Tanganya di gandeng oleh Dita.
Jujur saja, Alex merasa risih. Namun ia juga tidak bisa menolaknya.
Dan ketika Dita menggandeng tangan Alex, Chika melihatnya.
"Lo gak papa kan Chik-?"