"Lo terlalu berlebihan lagi muji guenya." cowok itu berucap sambil menyibakan rambutnya ya menutupi mata.
"Masak! Perasaan enggak sih," ujar Chika.
"Entar lo tau jeleknya gue, baru deh nyesel udah pernah muji gue!" cetus Radit.
"Gue harap sih enggak, kan seorang sahabat harus siap nerima baik buruknya pasangan kita," jelas Chika.
Perkataan Chika itu sangat membuat Radit terharu. Baru kali ini ada cewek yang berucap seperti itu padanya.
"Semoga kita bisa bersahabat selamanya ya Chik," ucap Radit.
"Iya Dit, semoga saja malaikat persahabatan selalu ada sama kita!" sahut Chika.
Persahabatan dengan lawan jenis itu, tidak mudah untuk saling menjaga perasaan lebih dari sekedar sahabat.
Tidak murni benar-benar sahabat, karena salah satu di antara mereka pasti akan memiliki perasaan yang lebih. Namun ragu untuk mengungkapkannya, karena takut justru akan menjadikan persahabatan itu hancur.
"Iya Chik, selamanya kita sahabat."
Karena waktu sudah menunjukan pukul 21.30. Mereka pun memutuskan untuk pulang. Chika sudah sangat was-was karena pasti ayahnya sudah pulang.
"Kalau kamu di marahin sama ayah kamu gimana?" tanya Radit yang sedari tadi nampak ragu jika Chika tidak akan kena marah.
"Tenang aja Dit, nanti kita jelasin ke ayah dari mana kita pasti ayah akan paham kok!" ujarnya mencoba tenang. Jujur saja sebenarnya ia pun juga sangat kawatir jika nanti justru Radit lah yang akan kena marah karena mengajaknya bermain sampai selarut ini.
Motor Radit sudah mulai melaju, membelah jalanan kota yang ramai lalu-lalang orang dengan berbagai macamnya.
Ada yang berpasang-pasangan, ada juga yang baru pulang dari kerjanya.
Dan kebetulan malam ini adalah malam minggu, jika kedua pasang laki-laki dan perempuan yang tengah berboncengan itu adalah sepasang kekasih mereka pasti sangat menikmati momen ini.
Namun sayangnya mereka hanyalah sepasang sahabat yang baru beberapa hari ini meresmikan hubungannua.
"Ternyata ramai juga ya Dit kalau malam minggu!" ujar Chika di belakang punggung Radit.
"Iya Chik, biasa kalau malam minggu pasti para pasangan akan menampakan batang hidungnya."
"Kenapa harus malam minggu?" tanya Chika heran. Gadis itu memang tidak pernah keluar saat malam minggu. Ayahnya melarang keras jika ia akan bermain bersama temannya pada saat malam minggu.
"Ya mungkin karena kalau malam minggu itu banyak orang yang sedang santai kali ya!" jelas Radit. Ia sediri pun kurang mengerti mengapa malam minggu itu menjadi malam spesial buat orang yang memiliki pasangan.
"Iya kali ya, kalau yang sekolah ya karena besoknya libur sekolah, dan begitu pun juga kalau yang kerjanya tiap minggu libur," ujar Chika dengan polos.
"Makanya sering-sering deh keluar malam minggu, pasti banyak deh pemandangan yang membuat jiwa jomblo kita meronta-ronta!" ucap nyalang Radit.
"Ah elo, gue gak biasa keluar malam minggu Dit, ayah gue justru melarang gue kalau pas malam minggu keluar," ucapnya.
"Upss, sory! Gue gak tau kalau elo sepolos itu!" ucap Radit.
"Gak papa Dit, santai aja kali. Gue juga udah biasa kok!" sahutnya.
Radit pun kembali fokus dengan jalanan. Ia ingin segera sampai di rumah Chika. Ia kawatir jika Chika nantinya akan dimarahi oleh ayahnya.
"Makasih ya Dit, udah ngajakin aku jalan-jalan!" ucap Chika. Mereka telah sampai di depan gerbang rumah Chika.
"Iya Chik sama-sama. Sana buruan lo masuk ntar di marahin lagi sama bokap lo!" uhar Radit yang menyuruh Chika masuk.
Chika pun berlalu masuk ke dalam rumahnya. Sementara Radit kembali melajukan motornya untuk pulang.
Malam ini adalah malam yang berkesan untuknya, ia bisa menghabiskan malam minggu bersama Chika. Orang yang entah sejak kapan memiliki tempat spesial di hatinya.
"Dari mana kamu?" adalah pertanyaan pertama yang terlontar dari mulut sang ayah.
"Maaf Ayah, Chika pulangnya kemalaman," ucap gadis itu meminta maaf.
"Ayah tanya kamu dari mana? Bukan mau dengar alasan kamu!" sentak sang ayah. Nampaknya Kusuma sangat murka karena mendapati anak gadisnya pulang larut malam.
"Chika habis dari Taman Yah, sama Radit!" jawabnya.
"Ohhh, jadi cowok itu yang udah memperngaruhi kamu buat keluyuran!" ujar Kusuma murka.
"Bukan Ayah, Chika cuma jalan-jalan ke Taman habis itu makan ketoprak Yah!" jelasnya.
Namun sang ayah tidak mau mendengar penjelasan darinya. Kusuma sudah terlanjur murka.
"Sekarang kamy berani melawan Ayah?" Sentaknya. "Masuk ke kamar sekarang!" Perintah Kusuma.
"Iya Ayah," ucap Chika.
"Maafin Ayah Chika, Ayah hanya tidak mau kamu menjadi anak yang bandel dan salah pergaulan," ujarnya lirih.
Sementara di dalam kamar, Chika hanya bisa menangis tersedu. Baru pertama kalinya ia melihat sang ayah begitu marah padanya.
Ia juga merasa bersalah karena telah berani melanggar larangan ayahnya.
Angin malam...
Sunyi terasa semakin pilu…
Hari-hari tiada lagi yang indah ku dapati,
Seluruhnya berisi tentang kesedihan dan kebenciaan…
Kapankah semua akan kembali berjalan dengan semestinya..
Aku rindu akan semua keceriaan yang kini telah hilang…
Yang pergi entah kemana?
Bahagia yang selama ini aku rindukan!
Bersamamu, angin malam ku titipakan seuntaian Rindu ..
~Chika~
Chika masih duduk melamun di kamarnya, tudak biasanya ia seperti saat ini. Chika adalah gadis yang selalu tetlihat ceria, meskipun sebenarnya yang terlihat bukanlah yang sebenarnya.
Namun selama ini Chika bisa menutupi itu dari semua orang.
Bahkan ayahnya yang adalah orang yang paling dekat dengannya sekalipun tidak pernah tau apa yang di rasakan oleh putri kesayangannya itu.
"Aku selalu mencoba untuk terlihat baik-baik saja, namun semesta seolah membiarkanku untuk terliahat rapuh."
***
"Chika sayang, makan dulu yuk!" ajak sang ayah dari balik pintu kamar Chika.
Kusuma kawatir jika sang putrinya itu marah padanya.
Ia juga kawatir karena dari semenjak ia memarahi putrinya itu, Chika tidak keluar dari kamar.
Bahkan semenjak tadi Kusuma pergi untuk jogging Chika belum mau sarapan.
Kata Bi Sari Chika sedang tidak ingin di ganggu.
"Sayang, kamu marah nak sama Ayah?" ujar Kusuma.
Kusuma merupakan sosom ayah yang penyayang dan tegas. Dan tentunya ketegasannya itu berdasarkan kasih sayangnya pada Chika yang tidak ingin Chika kenapa-napa.
Ia hanya bisa menjaga dan berusaha memberikan yang terbaik untuk putrinya, karena dirinya sadar jika ia telah gagal memberikan keluarga yang utuh pada Chika.
Keluarga yang bahagia tentunya adalah harapan dari semua anak. Dan itu gagal ia berikan untuk Chika.
Dan karena itu Kusuma hanya bisa memberikan kasih sayang yang luar biasa untuk anaknya. Kasih sayang yang tidak bisa tertandingi oleh siapa pun.
Mungkin, ketegasannya itu tidak jarang mendapatkan protes dari Chika.
Namun kembali lagi semua itu untuk Chika, suatu saat nanti putrinya akan tau betapa takutnya ia jika harus gagal juga dalam mendidiknya.