Ia adalah cowok bandel yang tidak pernah fokus saat pelajaran di mulai. Dari awal sampai akhir pelajaran ia hanya sibuk dengan game online.
Namun setelah mengenal Chika, banyak memberikan perubahan untuk hidupnya. Ia sering memperhatikan ketika bu guru menjelaskan pelajaran.
Ia juga sering mengajak Chika dan Dita belajar bareng. Dan hari ini Radit berkesempatan pulang bareng bersama Chika.
"Kenapa tadi di ajak bareng pulang sama Dita gak mau?" tanya Radit.
"Emm, gak mau merepotkan saja Dit! Kan rumah kita arahnya beda," jawab Chika.
"Oh, gitu." sambil mulai menyalakan mesin motornya.
"Iya Dit," ucap Chika. Gadis itu sambil membenarkan letak tali tasnya.
"Yuk, pulang!" ajak Radit dengan motor yang udah menyala.
"Yuk."
Setelah Chika sudah naik ke motor Radit, Radit pun segera melajukan motornya membelah jalanan kota.
"Ini beneran gue gak papa barengan sama elo Dit?" tanya Chika ragu-ragu.
"Iya gapapa, emang kenapa Chik?" tanya balik Radit.
"Ya kan gue gak enak sama pacar elo, tar dia marah lagi sama gue!" cetus Chika yang malah membuat Radit tertawa.
"Kok elo malah tertawa sih!" dengus Chika.
"Ya elo lucu, gimana gue gak mau ketawa coba. Denger ya Chik, meskipun gue ini tampan! Tapi gue belum punya pacar!" jelas Radit panjang lebar.
"Upsss! Maaf, jadi si jagoan di depan gue ini belum punya pacar ya?" tanya Chika yang sok iba.
"Ngeledek lo ya?" protes Radit.
"Enggak kok, cuma ngepasin aja haha!" tawa Chika.
Tidak terasa setelah perdebatan yang panjang mereka akhirnya sampai juga di depan rumah Chika.
Dan seorang laki-laki paruh baya sudah menunggu di depan rumah itu.
"Ayah?" panggil Chika. Ia sedikit gugup karena ayahnya pasti akan langsung berfikiran yang tidak-tidak tentang dirinya.
"Masuk!" titah Kusuma.
"Iya Yah!" jawab Chika.
Chika pun kemudian masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan Radit yang mungkin akan kena marah dari ayahnya.
"Kamu pacarnya Chika?" tanya Kusuma menyelidik.
"Bukan Om, saya hanya teman sekelas Chika. Kebetulan tadi pulangnya searah jadi Chika saya ajak bareng!" jelas Radit.
"Dimana rumah kamu?" tanya Kusuma. Ia tidak mudah percaya begitu saja dengan penjelasan bocah di depannya.
"Rumah saya di blok xxx Om," jelas Radit.
"Baik, kamu boleh pulang. Besok pagi tolong jemput putri saya bisa?" ujar Kusuma.
"Bisa Om, saya permisi dulu. Assalamualaikum."
"Walaikumsallam warohmatullahhiwabarrokatu."
Setelah itu Radit pun bergegegas untuk pulang. Sumpah demi apa baru pertama kali ini ia berhadapan dengan ayah dari teman cewek yang ia kenal.
Dan mamang paling deket ya cuma sama Chika, karena nyatanya dulu pun ia hanya kenal dan tidak sampai pulang bareng seperti tadi.
"Apa ini pertanda baik buat gue?" gumamnya dalam hati.
Radit telah sampai di halaman depan rumahnya. Ia memarkirkan motornya di garasi baru setelah itu ia masuk ke dalam rumah.
"Assalamualikum Bik!" ucap Radit.
"Walaikumsallam, eh aden udah pulang!" seru si bibik.
Raditang hanya tinggal di rumahnya besarnya bersama asisten rumah tangganya. Kedua orang tuanya sibuk mengurus bisnisnya di luar negri. Jadi soal Radit yang mungkin hanya mendapatkan nilai pas-pasan itu bisa di katakan hal yang wajar, karena ia memang kurang perhatian dari kedua orang tuanya.
Mereka hanya bisa menuntut bahwa Radit harus bisa ini itu dan sebagainya tanpa memikirkan perasaan Radit yang mungkin selama ini merasa sangat tertekan.
"Aden mau makan?" tanya bi Ira, asisten sekaligus ibu asuh Radit.
"Enggak Bik, nanti aja!" ujar Radit sambil melepas sepatunya.
"Baim Den, Bibik tinggal ke dapur ya!" pamit Bi Ira.
"Iya Bi."
Selesai melepaskan sepatunya dan meletakkan kembali ke rak, Radit pun naik ke atas menuju kamarnya.
Biasanya sehabis pulangs sekolah Radit akan bermain game sampai sore, atau kalau enggak iya juga akan menghabiskan waktunya untuk balapan motor.
Namun beberapa hari ini berbeda, Radit justru membuka buku pelajarannya dan menghafal materi yang tadi di jelaskan oleh gurunya di Sekolah.
Entah mengapa setelah mendapatkan nasehat dari Chika, Radit menjadi lebih giat lagi menata hidupnya.
Ia telah menyadari betapa pentingnya ia dalam menyadari itu semua sebelum ia terlambat dan akan menyesal nantinya.
"Den, makanannya udah Bi Ira panasin!" seru Bi Ira dari bawah.
"Iya Bik, habis ini Radit turun ke bawah."
Ia pun turun ke bawah untuk makan siang. Satu hal yang membuat Radit betah berada di rumah adalah karena perhatian dari Bi Ira yang justru melebihi kedua orang tuanya.
"Bibik masak apa?" tanya Radit.
"Ini Bibik buat asem-asem sama goreng ikan kesukaan Den Radit," ujar Bi Ira.
"Wahh, Bibik paling bisa deh bikin selera makan Radit bangkit!" puji Radit.
"Ah, Aden bisa aja! Bibik cuma gak mau kalau Den Radit sampai telat makan," ujarnya tulus.
Bi ira memang sudah lama bekerja di rumah ini, dari semenjak Radit masih bayi bi Ira yang merawatnya.
Jadi kedekatan mereka bisa di bilang justru seperti ibu dan anak.
"Makasih ya Bik, Radit seneng banget ada Bibik yang selalu perhatian sama Radit. Jangan pernah tinggalin Radit ya Bik!" ucap Radit sambil mulai menyendokan makanan yang ada di piringnya ke dalam mulut.
"Iya Den, Bibik juga sayang banget sama Aden. Pokoknya apa pun yang Aden butuhin sebisa mungkin Bibik usahakan."
"Makasih banyak Bik."
Hidup bukan melulu soal harta, ada kasih sayanh yang lebih kita butuhkan. Meski pun kita butuh harta untuk bertahan hidup.
Namun dengan banyaknya harta nyatany tidak membuat kita bahagia jika tidak ada orang-orang yang kit sayang di dekat kita.
Hidup akan terasa hampa, sunyi, dan sepi.
Karena sekecil apa pun sebuah kasih sayang jika diwujudkan dalam perilaku maka akan lebih terasa.
"Bibik gak kangen sama keluarga Bibik di kampung?" tanya Radit tiba-tiba. Karena jarang sekali pemuda ini akan menanyakan hal semacam ini.
"Ya kangen Den, cuman kan Bibik hanya bisa pulang setahun sekali!" ujar Bi Ira. Ada helaan berat di setiap perkataannya.
"Bibik mau aku anter pulang?" tawar Radit.
"Gak usah Den, nanti malahan merepotkan Aden," jawab Bi Ira.
"Enggak kok Bi, besok kalau aku pas libur sekolah aku anter Bibik buat negokin keluarga di kampung," ucap Radit.
"Wah, makasih banyak lho Den! Bibik jadi merepotkan Aden."
"Enggak sama sekali Bi, kan Bi ira juga keluarga Radit!" ucap Radit lagi.
Setelah selesai makan, Radit keluar untuk mencari angin.
Maka tempat yang di tujunya adalah Taman belakang rumahnya.
Di sana ia bisa meraup kembali kenangan masa kecilnya sebelum semuanya berubah. Sebelum orang tuannya memutuskan untuk menetap di luar negri dan meninggalkan Radit di Indonesia bersama Bi Ira.