Pelajaran telah di mulai. Semua murid diam dengan memperhatikan guru yang tengah menjelaskan di di depan kelas.
Namun di bangku paling belakang itu sesekali terdengar siulan. Dan saat guru yang bernama Bu Susi itu mendekat semuanya langsung menoleh ke arah Bu Susi.
Dan ternyata adalah Rohmat yang bersiul sedari tadi.
"Maaf Bu, ampun!" ujarnya memohon ampun karena kini Bu susi sudah menjewer telinganya.
"Keluar dari kelas sekarang kamu," perintah Bu Susi.
Rohmat pun menurut dan keluar kelas. Ini memang kemauannya, karena setiap kali pelajaran guru satu ini Rohmat memang selalu mencari gara-gara agar di usir dari kelas.
Entah mengapa pelajaran seni budaya begitu tidak di sukainya.
"Siapa lagi yang mau keluar, silahkan!" ucap Bu Susi murka.
"Tidak Bu," jawab semua serentak.
"Bu saya ijin ke toilwt boleh?" ucap Dita.
"Boleh! Jangan lama-lama," tegas Bu Susi.
"Iya Bu," jawab Dita.
Dita pun melangkah keluar dari kelas. Langkahnya terhenti saat ia melihat Chika dan Alex nampak sedang tertawa bersama.
"Mereka ngobrolin apa sih? Kok kayaknya seru gitu!" gumam Dita.
Kemudian ia lewat begitu saja di depan Chika.
"Dit," panggil Chika.
Namun gadis itu sama sekali tidak menoleh. Ia terua melanjutkan langkahnya.
"Lex, gue kejar Dita dulu bentar ya?" pamit Chika.
Namun pergelangan tangan Chika di cekal oleh Alex.
"Gak usah, kan urusan kita belum selesai Chik. Palingan dia buru-buru mau ke toilet makanya saat lo panggil gak nengok.
Sementara Dita melihat saat Alex memegang pergelangan tangan Chika.
"Dasar munafik lo Chik, ini yang namanya sahabat!" umpatnya.
Setelah dari kamar mandi, Dita memilih jalan yang beda untuk kembali ke kelasnya.
"Lo kenapa sih Chik?" tanya Alex.
"Enggak! Gue nungguin Dita kok dari tadi belum balik juga ya?" ujar Chika.
"Palingan dia lewat jalan lain. Udah gak usah terlalu di fikirin, kan lo nanti bisa tanya pas istirahat. Lo gak mau kan kalau acara buat pentas seni gak kelar-kelar!" seru Alex.
"Iya, nanti gue tanyainnya pas istirahat aja. Oh ya, Besok jadi pulang sekolah ngumpulin osis?" tanya Chika.
"Gue sih ngikut sama elonya aja gimana Chik!" jawab Alex.
"Kumpulin aja kali ya," ujar Chika.
"Gue sih setuju aja, lagian kan pulang sekolah! Jadi enggak mengganggu pelajaran mereka," jelas Alex.
"Oke, besok pulang sekolah osis kumpul dulu! Lo kasih tau yang lain."
"Siap bos!" jawab Alex mantap.
"Biasa aja kali, udah ah gua balik ke kelas." pamit Chika.
Gadis itu pun kemudian berlalu dari hadapan Alex. Tadinya ia memang sudah ijin pada guru yang tengah mengajar saat ini bahwa dirinya akan menyelesaikan beberapa urusan untuk acara pentas seni minggu depan.
"Udah selesai Chika?" tanya Bu Susi.
"Udah kok Bu," jawab Chika.
Chika kembali ke tempat duduknya. Ia mencari sosok Dita, karena tidak ada di kelas.
"Lho, Dita belum balim dari tadi!" ujarnya dalam hati.
Ia semakin merasa tidak enak saat Dita tadi terlihat begitu kecewa melihat kedekatannya dengan Alex. Ia sangat yakin sekali kalau sahabatnya itu pasti marah.
Sementara Dita yang tengah merenung di Taman belakang sekolah dan di situ juga ada Rohmat yang tengah menghirup benda bernikotin di sela-sela jari tangannya.
"Lo ngapain di sini?" tanya Rohmat.
"Cuma lagi pengen sendiri aja!" ujarnya.
"Kok mukanya di tekuk gitu?" tanya Rohmat lagi.
"Kepo banget sih lo, bukan urusan lo ya mau muka gue tekuk, gue lipet!" solot Dita.
"Ih kok nyolot sih! Lagi patah hati ya lo?" tebak Rohmat.
"Berisik, pergi gak lo," usir Dita.
"Berarti bener dong tebakan gue," ujarnya yang masih diam di tempat.
"Gue bilang elo pergi! Lo tuli?" sentaknya.
Entah mengapa emosinya kali ini begitu terpancing hanya karena melihat Alex yang memegang pergelangan tangan Chika.
Bayangan itu terus menari di otaknya. Dan itu semakin menambah kebenciannya pada Chika.
"Galak amat sih," ujar Rohmat yang kemudian berlalu pergi. "Awas gak laku lo," tambahnya. Cowom itu pun berlari takut jika gadis yang sudah menyerupai moster dan siap mengamuk itu mendengar celotehnya.
"Apa iya, gue bakalan gak laku?" tanyanya dalam hati.
Dita pun memutuskan untuk kembali ke kelasnya.
"Dari mana aja kamu Dita?" tanya Bu Susi penuh selidik.
"Maaf Bu, tadi perut saya mules banget," jelas Dita.
"Kembali ke tempat duduk kamu," perintah Bu Susi.
Dita kembali ke tempat duduknya, namun ia hanya mwngambil tasnya dan justru malah pindah ke belakang di sebelah Prita.
"Dit, lo mau kemana?" tanya Chika saat Dita justru mengambil tasnya.
"Gue mau pindah, gak sudi gue sebelahan sama penghianat!" cercanya.
"Lo salah paham Dit," jelas Chika.
"Gue udah gak percaya lagi sama elo!" tegas Dita.
Chika hanya bisa menahan laju air matanya agar tidak tumpah sampai nanti istirahat tiba.
Serumit inikah jatuh cinta? Mengapa cinta selalu saja menguasai logika, sedangkan cinta itu tak selamanya indah!
Dan tidak lama kemudian bel tanda masuk pun berbunyi.
"Dita," panggil Chika yang melihat Dita keluar kelas bersama Prita.
"Apalagi sih! Kurang jelas yang gue bilang?" sentaknya.
Baru kali ini Dita begitu kasar saat berbicara pada Chika. Biasanya mereka berkata dengan nada tinggi hanya untuk candaan.
Namun saat ini, tidak terlihat kalau Dita tengah bercanda. Chika dapat melihat sorot mata sahabatnya yang saat ini tengah menggambarkan emosi.
"Dit, lo itu salah paham. Gue bisa jelasin kalau itu gak kaya yang lo fikirkan!" jelas Chika.
Dita sudah di kuasai oleh kecemburuan, hingga mwmbuatnya tidak mau mendengar apa-apa lagi yang keluar dari mulut Chika.
"Dita kita kan sahabat!" ujar Chika hampir putus asa karena Dita sama sekali tidak mau mendengarkan penjelasannya.
"Gak ada kali sahabat yang berhianat gini!" sahut Prita. Gadis itu semakin menambah suasana semakin panas.
"Gue udah gak mau denger apa pun itu yang keluar dari mulut elo!" tegas Dita.
Ia pun kemudian keluar dari kelas meninggalkan Chika yang sudah terisak.
"Sabar ya Chik," ujar Radit menenangkan Chika.
"Mungkin Dita butuh waktu Dit," ujar Chika lemah.
"Sebenarnya apa sih yang terjadi?" tanya Radit.
"Dita cuma salah paham aja kok," jawab Chika berusaha menyakinkan kalau ini memang hanya salah paham.
"Ya udah, lo mau kemana? tanya Radit.
"Gue mau ke perpus," jawab Chika.
"Ya udah yuk, gue temenin," tawar Radit.
"Gak usah, kan elo biasanya ke Kantin!" tolak Chika halus.
"Enggak papa, guw juga mau baca buku."
"Ya udah yuk!" ajak Chika.
Mereka berdua kemudian melanglahkan kakinya menuju perpus.
Bahkan cerita kita baru sampai di hamalan depan Dit, tapi mendadak semua hancur hanya karena cinta…
~Chika~