Chereads / Miracle of Maple Leaf / Chapter 3 - 2 | Daun Maple Berwarna Jingga Kemerahan

Chapter 3 - 2 | Daun Maple Berwarna Jingga Kemerahan

Selamat membacaa~~

๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ๐Ÿ

Apa yang akan kamu lakukan saat semua orang di sekitar tidak kamu kenali?

Semua pemandangan yang kamu lihat terasa begitu asing dan semua cerita yang disampaikan padamu tidak sedikit pun ada yang kamu ingat. Kamu tidak tahu apakah semua yang ditunjukkan dan dikatakan padamu adalah sebuah kebohongan guna menutupi sebuah kekurangan atau tidak.

Bagi Ellena Delwyn, ia hanya perlu menerima dan percaya semuanya. Mama dan papa yang ia yakini benar-benar orang tuanya pasti akan melakukan yang terbaik baginya. Terlebih, ia anak semata wayang di rumah sebesar itu. Namun, beberapa bulan sejak pulang dari rumah sakit, hidupnya terasa kosong.

Memulai hidup dari awal memang tidaklah mudah. Ingin melamun, tetapi tidak tahu apa yang dilamunkan. Ingin bertanya banyak hal, tetapi terasa sangat canggung.

Ingin menyibukkan diri dengan hobi, tetapi tidak tahu apa yang menjadi kesukaannya. Hampa, rasanya bagaikan tiba-tiba teleport ke dunia paralelโ€”dunia baru yang tidak dikenal.

"Jadi, Ellena, apa kamu sudah mengingat sesuatu?" tanya Dokter George, seorang spesialis yang menangani pasien amnesia. "Walau hanya hal kecil, kamu bisa ceritakan. Seperti ketika melihat seorang pria muda, teringat seperti pacarmu dulu, misalnya."

Gadis bersurai sepunggung itu mengerjap. Di tengah konsultasinya, ia bingung harus mengatakan apa pada kalimat yang terlontar barusan.

Suster yang sedang membereskan selimut brankar pun tampak mendelik ke arah sang dokter. Dilihatnya wajah Dokter George agak menyeringai jail. Sepertinya, wanita muda itu sudah terbiasa dengan sikap santainya.

"Daun maple," lirih Ellena. Ia merasa ragu dengan ucapannya sendiri.

Dokter berusia pertengahan empat puluhan itu sedikit mendekatkan telinganya, berusaha mendengar lebih fokus.

"Aku terus mengingatnya. Ketika melihat di TV, atau melihatnya langsung saat sedang berjalan-jalan. Aku merasakan sesuatu," imbuhnya.

"Apa yang kamu rasakan?"

Gadis itu mengangkat bahunya cepat. "Ingin menangis. Seperti ... perasaan sedih, perpisahan, kehilangan, atau semacamnya."

Dengan gesit, tangan sang dokter telah mencatat apa yang baru saja Ellena akui. "Hm, apa warna daun maple yang kamu ingat? Hijau? Kuning?"

"Jingga kemerahan." Kali ini Ellena tidak bingung menjawabnya. Warna itu terlontar begitu saja dari mulut, tersinkron baik dengan otaknya.

"Oke. Itu berarti musim gugur." Dokter George kembali berkutat dengan bolpoin di tangan.

"Ah, bukankah hari di mana kecelakaan itu terjadi sedang musim gugur? Wajar jika kamu melihat daun maple jingga kemerahan di mana-mana. Itu adalah simbol negara ini, Kanada. Sudah pasti mudah menemukan pohon maple." Ellena tampak mengerutkan dahi.

Ya, dokter itu benar. Hanya ingatan sekecil itu tentu sulit untuk menggali petunjuk lebih luas. Kini Ellena kembali bimbang. Apakah daun maple itu benar sesuatu yang penting baginya, atau hanya daun kesukaannya yang sudah ia lupakan?

Konsultasi berjalan setengah jam lebih cepat dari yang dijadwalkan. Ellena menghubungi ayahnya agar tidak usah menjemput.

Jarak antara rumah sakit dengan tempat tinggalnya cukup dekat. Lagi pula, gadis itu juga ingin menikmati semilir angin sambil berjalan kaki. Tentunya akan membuat pikiran kembali segar.

Benar yang dikatakan Dokter George, pohon maple mudah sekali ditemukan di negara di mana ia tinggal. Langkah Ellena berhenti ketika mendengar keresek dedaunan kering dari sepatunya.

Kini gadis itu berhadapan dengan sebuah pohon maple tua di tepi jalan. Beberapa daun mulai menguning, bahkan satu dua sudah berserakan di tanah.

Sebentar lagi musim gugur akan tiba. Kenapa waktu bergulir begitu cepat? Hampir delapan bulan ia menjalani hidup barunya. Namun, belum juga ia temukan kenyamanan seperti dulu, semuanya masih terasa begitu asing baginya.

Entah apa yang menuntun langkah Ellena ke tempat itu. Saat gadis itu sadar, ia sudah melenceng dari jalan menuju rumahnya.

Seperti sudah berada di luar kepala, langkahnya menggiring tubuhnya ke tempat itu, dekat danau besar dengan air yang tenang. Terdapat juga sebuah pohon besar yang tak asing lagi bagi matanya. Tentu saja tidak asing, sepanjang perjalanan tadi dipenuhi pohon sejenis. Ya, pohon maple.

Pohon itu sangat besar dan rindang, membuat gadis itu mendongakkan kepala, menatap daun-daun yang rimbun, daun berwarna hijau kekuningan. Kemudian, pandangannya beralih pada danau.

Sejak kapan ada tempat seindah ini? pikirnya.

Untuk yang pertama kali, ia merasa nyaman dan tidak asing dalam hidup barunya. Namun, ada sebuah kerinduan besar berdesir dalam hatinya. Perasaan yang ia tidak mengerti.

Mungkinkah aku pernah ke tempat ini sebelumnya?

๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚๐Ÿ‚