Samar-samar, selebar apa pun Ellena membuka mata, hanya remang dari pantulan cahaya senja yang mampu memberinya penglihatan.
Sesak. Sekeras apa pun gadis itu meronta, menggapai apa saja yang bisa diraih, dadanya semakin terasa panas dan sesak.
Tak mampu berteriak, ia hanya dapat berharap seseorang menolongnya. Tidak peduli siapa pun itu, asal bisa mengeluarkannya dari tempat mengerikan itu.
Gelembung-gelembung udara terus keluar dari mulut. Sementara tangan kirinya menggapai-gapai, tangan yang satunya meremas dada yang semakin terasa seperti terbakar.
🍁🍁🍁
Ellena tersentak bangun dari tidur. Kedua tangannya spontan meremas dada yang naik turun. Napasnya beradu dengan cepat. Tetesan keringat mengalir dari pelipis.
Mimpi itu lagi. Sejak ia menjalani kehidupan hampa tanpa ingatan, mimpi itu selalu menghantuinya.
Awalnya, gadis itu hanya menganggap sebagai bunga tidur belaka, tetapi semakin ke sini mimpi itu semakin jelas dan terasa nyata. Seperti potongan ingatan yang berusaha ingin menyatakan diri bahwa itu pernah terjadi.
Ellena tidak mengerti. Sangat jelas itu mimpi dirinya tenggelam. Bahkan, perasaan yang dirasakan pun sangat nyata. Panik, putus asa, dan takut akan kematian.
Orang tua Ellena selalu mengatakan benturan di kepalanya yang menjadi penyebab ia terbaring selama tiga bulan. Mereka bilang gadis itu tidak hati-hati saat hendak menyeberang jalan.
Dokter George menyarankan agar tidak perlu memaksa berpikir terlalu keras. Bisa saja itu memang hanya bunga tidur, atau scene sebuah film favoritnya dulu. Namun, kenapa rasanya begitu nyata?
Gadis bersurai panjang itu mendesah. Sepanjang jalan, kepalanya terus tertunduk ke tanah, menatap satu per satu daun maple kering yang telah berubah warna. Langkahnya berhenti ketika sebuah batang pohon besar menghadang. Ia menengadahkan kepala, lalu melihat ke sekitar.
Sejak waktu itu, kakinya selalu membawanya kembali ke tempat itu. Setiap ia tersadar dari lamunan, dirinya telah berada di sana—tempat dengan sebuah pohon maple besar yang rimbun, juga danau dengan air yang tenang di belakangnya. Suara burung berkicau dari atas, menambah suasana asri dari tempat tersebut.
Musim gugur telah berada pada puncaknya. Daun-daun kering beterbangan bagai hujan. Ellena duduk bersandar pada batang pohon tersebut.
Sebuah earphone terpasang pada masing-masing telinga. Matanya terpejam, menikmati embusan angin. Sesekali bibirnya ikut bersenandung.
Ini adalah waktu terbaik baginya. Seorang diri berada di tempat yang nyaman, melupakan sejenak kehidupannya yang membosankan.
Gadis itu kemudian memasukkan kedua tangan ke saku jaket yang tengah membungkus tubuhnya. Musim gugur sepertinya tidak akan bertahan lama, ditandai dengan udara yang terasa semakin dingin.
Ellena merasakan sesuatu menyentuh pangkal rambutnya. Refleks tangannya menyentuh kepala, lalu mendapati sehelai daun maple berwarna jingga. Selama beberapa detik, matanya terpaku pada daun dalam genggaman.
"Aneh, benar-benar aneh," gumamnya.
Seperti ada sesuatu yang ia lupakan setiap melihat daun tiga jari tersebut. Berapa lama pun menatap benda itu, ia tetap tidak menemukan jawaban, yang ada kepala Ellena terasa berdenyut-denyut.
Selama perjalanan pulang, Ellena terus saja memandangi daun di tangannya. Entah kenapa rasanya ia tidak rela membuangnya. "Sedikit saja, beri aku petunjuk. Aku ingin tahu ada apa denganmu," pintanya pada daun maple kemerahan itu— seakan berbicara sendiri. Tanpa sadar kini gadis itu telah berada di depan rumah.
Tiba-tiba angin kencang berembus, menghempaskan daun itu dari tangan Ellena, lalu hilang entah ke mana. Rambut gadis itu terbang tak tentu arah, menutupi sebagian wajah. Refleks tangannya menyingkap rambut yang menghalangi pandangan.
Ia menghela napas saat angin sudah mereda. Kesal karena rambutnya yang panjang menjadi kusut, terlihat seperti orang gila.
Ellena tersentak kaget ketika mendengar seseorang tertawa, persis di sebelahnya. Earphone dilepaskan dari telinga.
Kemudian, perlahan ia menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria muda tampak sedang cekikikan sambil menatapnya, mentertawakan penampilan Ellena yang acak-acakkan tertiup angin tadi.
Sedang apa dia di depan rumahku? Mungkinkah aku tidak sadar ada yang mengikuti?
Tunggu, rasanya aku pernah melihatnya ... mirip dengan yang kulihat di rumah sakit.