Chereads / Tanpa Alasan / Chapter 9 - Hangout

Chapter 9 - Hangout

"Ya ampun, hoodienya lucu banget," kagum Lena sembari memegang sebuah hoodie bermotif panda yang baru saja ia lihat.

Jefan yang berada tidak jauh dari Lena melirik sekilas gadis yang disayanginya itu.

"Mau, Len?"

Lena menoleh kepada Jefan, sesaat kemudian ia mengangguk antusias.

"Ya udah, sini aku beliin."

"Beneran?"

Sebagai jawaban, Jefan mengangguk mantap.

"Makasih, Jefan!"

"Gini nih Ra, kalau udah bucin mah rumah aja mampu dibeliin."

Lena dan Jefan seketika menoleh ke sumber suara, terlihat Raka dan Aira yang sedang menyender di etalase toko yang sedang mereka kunjungi.

"Ya gitu deh, Rak. Padahal mah semua barang juga lucu dimata cewek."

Lena yang mengerti maksud dari percakapan mereka berdua segera mengampiri Aira dan Raka.

"Heran deh sama kalian, dari tadi kerjaannya julid terus!" ucap Lena sembari menoyor bahu Aira.

Aira hanya bisa terkekeh seraya mengusap bahunya yang menjadi korban toyoran Lena.

"Berisik, Rak," sarkas Jefan kepada Raka yang sedang tertawa melihat interaksi kedua gadis dihadapannya.

"Iya-iya, Jef. Maaf."

Jefan memutar bola matanya malas.

"Ryan dan Azka sudah datang belum?" tanya Aira.

"Bentar, aku chat dulu." Ucap Jefan seraya mengambil handphonenya.

"Gimana?" tanya Lena begitu melihat Jefan menyimpan handphone di sakunya.

"Kita ke lantai bawah, ketemu yang lain. Tapi aku ke kasir dulu. Kalian duluan keluar aja," suruh Jefan sebelum meninggalkan ketiga temannya itu.

"Aku ikut," teriak Lena seraya mengejar Jefan yang sudah berada di depannya.

"Yah, ditinggal lagi kita, Ra." keluh Raka sembari menatap Jefan dan Lena yang sedang mengantre di kasir.

"Duluan yuk," ajak Aira yang disambut anggukan setuju dari Raka.

"Yuk."

***

"Yang lain dimana, Ka?" tanya Della sembari meminum minuman yang sudah ia pesan.

"Yang pasti mereka lagi di lantai atas, udah otw kesini kok." Balas Azka yang mengundang anggukan kepala dari Della.

"Aira ikut kan?" tanya Ryan kepada ketiga temannya.

Nayra menatap Ryan dengan tatapan interogasi. "Iya, Aira ikut. Kamu ngapain nanya itu?"

Ryan balik menatap Nayra dengan tatapan heran. "Gak boleh ya, nanyain sahabat sendiri?"

Mendengar pertanyaan Ryan, Nayra memutuskan kontak mata mereka berdua, lalu kembali menyantap hidangan di depannya.

"Bukannya gak boleh Yan, tapi aneh aja yang kamu tanya itu Aira doang." Della mencoba memberi tahu maksud dari pertanyaan Nayra beru aja.

Ryan mulai tersenyum, mengerti alasan dari pertanyaan tersebut dilontarkan.

"Kan Jefan yang ngajak kita, otomatis ada Lena juga, nah aku penasaran aja Aira ikut atau enggak," terang Ryan kepada Nayra.

Nayra melirik Ryan sekilas. "Whatever."

"Halo semua!" sapa Aira yang tiba-tiba muncul diantara keempat temannya itu.

"Aira!" pekik Della seraya memeluk sahabatnya yang satu itu.

"Yang lain mana, Ra?" tanya Azka kepada Aira.

Pasalnya, Aira menghampiri mereka berempat hanya seorang diri. Dimana Raka, Lena, dan Jefan?

"Raka lagi mesen minuman. Kalau Jefan dan Lena masih otw kesini, tadi aku sama Raka kesini duluan," jelas Aira sembari megambil posisi untuk duduk di salah satu kursi yang telah disediakan.

"Ra, Lena sama Jefan sudah datang?" tanya Raka begitu datang menghampiri Aira.

Raka menarik kursi di depan Aira, lantas mendudukinya.

Aira menggeleng sebagai jawaban, "Mungkin sebentar lagi."

Benar saja. Begitu Aira menyelesaikan ucapannya, ada seseorang yang menepuk bahu Aira dari belakang.

"Cie, nyariin aku ya?"

Aira yang mengetahui siapa yang berada di belakangnya segera menoleh ke arah Lena yang sedang menenteng kantong plastik berisi hoodie yang baru saja ia beli.

Eh, ralat.

Hoodie yang baru saja Jefan beli.

"Duduk sini, Len." ucap Raka sembari menunjuk sebuah kursi di sampingnya.

Kursi yang mereka duduki itu, konsepnya mengelilingi meja yang berada di tengah. Dan setiap meja, dilengkapi dengan 4 kursi. Dikarenakan mereka ada delapan orang, mereka terbagi menjadi dua kumpulan.

Kumpulan pertama ada Della, Azka, Nayra, dan Ryan. Sementara kumpulan kedua ada Aira, Raka, Lena, dan Jefan yang baru saja datang.

"Eh, kita kan hangoutnya bareng-bareng, kok malah pisah gini sih?" protes Jefan yang mengundang tatapan dari ketujuh temannya.

"Mejanya gak memungkinkan, Jef," ungkap Nayra yang diikuti anggukan setuju dari teman-temannya yang lain.

Jefan tampak berfikir.

"Bentar ya." Ryan bangkit dari tempat duduknya, lantas mendatangi seorang waiters yang tak jauh dari mereka.

Setelah bercakap-cakap dengan sang waiters, Ryan kembali ke tempat teman-temannya berkumpul.

"Kalian berdiri dulu deh, mejanya mau digabungin," ucap Ryan yang langsung direspon positif oleh yang lain.

Beberapa menit kemudian, meja mereka sudah disatukan dan di atur sedemikian rupa agar mereka berdelapan bisa berbincang-bincang tanpa harus terpecah.

"Gitu dong, laki-laki itu yang dilihat kerjanya, bukan omongannya," puji Della kepada Ryan ketika mereka sudah duduk kembali.

Ryan yang merasa dipuji segera menampilkan senyum bangganya.

"Pada dasarnya omongan emang gak bisa dilihat sih, Del," komentar Azka jutek sembari meraih minumannya, lantas menyeruputnya.

Della yang mendengarnya, hanya melirik Azka yang berada di sebelahnya.

"Baperan amat sih," ledeknya sembari menyenggol bahu Azka yang disambut helaan nafas dari Azka.

Aira yang melihat interaksi antara Azka dan Della menarik sedikit bibirnya untuk tersenyum.

Hatinya memang sudah tidak sakit lagi, namun dirinya masih harus beradaptasi dengan keadaan seperti ini.

"Ra, kamu gak apa apa kan?"

Seketika Aira tersadar dari lamunannya, ia menoleh ke arah Raka yang beru saja bertanya kepadanya.

"Enggak, enggak apa apa kok," tenang Aira sembari menampilkan senyum palsunya.

"Bagus deh."

***

"Liatin apa sih, Nay?" tanya Ryan ketika melihat Nayra sedang melamun.

Nayra bergeming, tidak menjawab pertanyaan Ryan.

"Nay?" panggil Ryan sekali lagi.

Akhirnya Ryan memutuskan untuk mengikuti arah pandangan Nayra.

Terlihat seorang laki-laki sedang bercanda dengan seorang gadis yang sepantaran dengannya.

"Kenapa, Yan?" tanya Aira menghampiri kedua sahabatnya.

Sebagai jawaban, Ryan melirik ke arah pandangan Nayra.

Aira yang mengerti maksud dari lirikan Ryan segera mengikuti arah pandangan keduanya.

Mata Aira menyipit, berusaha mengenali salah satu diantara dua orang yang sedang bercanda itu.

Tidak lama kemudian, ia sudah mengetahui mengapa Nayra menatap mereka cukup lama.

"Bang Gavin ngapain disini, Ra?" tanya Ryan yang sudah mengenali seseorang yang sedari tadi Nayra tatap.

Aira mengangkat bahunya, tanda tidak tahu, "Enggak tahu deh."

"Nay, kenapa sih ngeliatin mulu?" tanya Ryan penasaran dengan tingkah laku Nayra.

Nayra yang sudah sadar dari lamunannya, kini menatap Ryan.

"Ganteng banget sih," gumam Nayra yang berhasil mengundang decakan kesal dari Aira dan Ryan.

"Dikirain apaan, udah yuk Ra, gabung ama mereka aja," ajak Ryan sembari menarik tangan Aira menuju perkumpulan teman-temannya yang lain.

Sementara Nayra yang merasa ditinggal pun segera menyusul sahabatnya yang sedang tertawa bahagia itu.

***

"Nay."

Nayra yang sedang beristirahat, menoleh ke arah Raka yang memanggilnya.

"Iya, Rak? Kenapa?" tanya Nayra begitu melihat Raka duduk di bangku kosong di sebelahnya.

"Gak apa-apa sih, cuma mau ikut aja," ungkap Raka sembari menampilkan cengirannya.

Senyuman Nayra yang ditampilkan untuk menyambut kedatangan Raka, perlahan memudar ketika mendengar alasan Raka tadi.

"Kirain kenapa..."

"Yang lain kemana?" tanya Raka penasaran.

Nayra menoleh ke sebuah toko buku yang berada di dekat mereka, "Aira sama Jefan masih di dalam."

"Aira sama Jefan?" Raka mencoba memastikan.

Nayra mengangguk mantap.

"Terus Lena kemana?"

"Lena sama Azka lagi di situ," tunjuk Nayra ke sebuah toko aksesoris gadjet.

"Katanya sih, Azka lagi mau beli headphone gitu, terus Lena mau beli casing."

"Kalau Ryan dan Della?" tanya Raka lagi.

Nayra menoleh-nolehkan kepalanya, mencari keberadaan Ryan dan Della.

"Tuh, disana!" ucap Nayra tidak lama kemudian.

Raka mengikuti arah pandangan Nayra.

Terlihat Ryan dan Della yang sedang berbincang-bincang di dekat toko yang didatangi oleh Azka dan Lena.

"Lena sama Azka, Aira sama Jefan, Della sama Ryan, dan aku sama kamu, kok jadi ketukar gini sih pasangannya?" gumam Raka yang membuat Nayra terkekeh.

"Bilang aja mau sama Aira," cibir Nayra yang sukses mengundang decakan kesal dari Raka.

"Oh iya, mau nanya dong, Nay."

Nayra menoleh ke Raka. "Boleh, tanya aja."

"Aira pernah suka dengan seseorang?"

Pertanyaan Raka sukses membuat Nayra menghela nafas, ia kemudian mengalihkan pandangannya dari Raka.

"Pernah."

Raka terdiam, ia menunggu kelanjutan perkataan Nayra.

"Tapi orang yang disuka bersikap gak peduli, walaupun kenyataannya dia tahu kalau Aira suka dia, dan itu yang membuat Aira kecewa."

Raka tersentak, ia baru tahu fakta ini.

Dua menit kemudian diisi oleh keheningan, keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing.

Hingga akhirnya, Raka bangkit dari posisinya

"Eh, Rak, mau ngapain?" tanya Nayra ketika melihat Raka berjalan menuju sebuah toko cemilan.

"Bentar." Ucap Raka singkat sebelum memasuki toko yang diisi oleh makanan ringan itu.

***

"Halo, Ra."

Sontak, Aira menoleh ke arah Nayra yang baru saja menyapanya.

"Sini, Nay. Duduk." ucap Aira, mempersilahkan Nayra duduk di sampingnya.

Usai duduk, Nayra memperhatikan Aira.

Aira tampak memandang TV di depannya. Namun, setelah Nayra perhatikan lagi, tatapan Aira kosong.

"Ra..."

"Eh, iya Nay?" tanya Aira gelalapan.

Nayra tersenyum, lantas menyodorkan sebuah kantong plastik.

"Buat aku?" Aira mencoba memastikan.

Nayra mengangguk mantap.

Perlahan, Aira menerima sodoran Nayra. Lantas membuka isinya.

"Makasih ya," ucap Aira tulus sembari memegang dua bungkus coklat yang ia dapat dari plastik tersebut.

"Bukan dari aku," ungkap Nayra.

Tentu saja Aira kebingungan.

Kalau bukan dari Nayra, lantas siapa?

"Jawaban atas pertanyaan kamu ada di coklat itu."

Nayra bangkit dari duduknya, lantas berjalan menuju kamarnya.

"Mau kemana, Nay?"

"Tidur. Mau nyusul Lena sama Della, ngantuk nih."

Sepeninggalan Nayra, Aira menemukan sebuah kertas kecil di balik salah satu coklat tersebut.

'Semangat ya

-Rk-'

Seketika, seutas senyum terukir di wajah Aira.

Kamu tahu aja kalau aku lagi gak baik-baik saja, Rak.