"Hai Len!"
Lena menoleh ke arah samping.
Terlihat Aira yang kini telah duduk di sebelahnya.
"Nayra sama Della dimana?"
Aira berpikir sejenak. "Di kamar, lagi skincare an."
Lena manggut-manggut paham. Lantas melanjutkan kegiatannya, menulis lettering di pigura mereka.
Tring!
Tring!
Tring!
Lena dan Aira kompak menoleh ke sumber suara ketika mendengar notifikasi dari handphone nya Aira.
Aira bergegas mengambil handphone nya, lantas membuka salah satu aplikasi, apa lagi kalau bukan WhatsApp.
"Siapa, Ra?" tanya Lena tanpa mengalihkan pandangannya dari pigura yang kini ia hias tersebut.
Aira tidak menjawab. Ia sibuk berchatting ria dengan seseorang yang tidak diketahui oleh Lena.
"Ra?"
"Iya?"
"Chatan sama siapa sih?" tanya Lena penasaran.
Aktivitasnya sudah ia tinggalkan sejak tadi. Kini, ia fokus ke Aira yang sedari tadi mengalihkan handphonenya membelakangi lena dengan tujuan agar Lena tidak membaca isi chatnya.
"Gak sama siapa-siapa kok,"
Lena tersenyum miring.
Tanpa aba-aba, ia merampas handphone Aira.
Aira tentu saja terkejut. Ia ingin mengambil handphone nya yang kini sudah berada di tangan Lena, namun Aira membatalkan niatnya.
Jika handphone nya ia rampas kembali, Lena pasti berpikir ada sesuatu di handphonenya yang malah membuat Lena semakin curiga.
Aih, sudahlah.
Aira menghela nafas pasrah. Ia mencari kegiatan sembari menunggu Lena selesai membaca chatannya dengan Raka.
Tunggu, Raka?
Iya, Raka. Seseorang yang telah membuat Aira tersenyum ketika berchatting dengannya.
"Nih." Ucap Lena sembari menyodorkan handphone Aira setelah selesai membaca percakapan mereka.
Aira mengambil sodoran Lena dengan wajah kesal.
Sementara Lena terus melirik Aira sambil memasang senyuman meledek untuk seseorang di sebelahnya itu.
"Jadi ceritanya udah akrab nih?"
Yang ditanya hanya terdiam, tidak berniat menjawab pertanyaan Lena.
Lena yang sebal karena merasa terabaikan akhirnya melanjutkan aktivitasnya yang tadi tertunda karena rasa penasarannya terhadap Aira sudah memuncak.
Sepuluh menit kemudian diisi oleh kesunyian. Kedua sahabat itu asik dengan kegiatannya masing-masing.
Aira dengan handphonenya.
Lena dengan letteringnya.
Hingga...
"Lena!"
"Aira!"
Seruan bersamaan dari Della dan Nayra berhasil membuat Aira dan Lena terkejut.
Bahkan handphone Aira terjatuh karenanya.
Nayra dan Della tertawa puas karena rencana mereka berjalan dengan lancar.
"Tos dulu kita, Nay."
"Yoi dong."
Tos!
"Nay, Del, tau gak?"
"Tanda-tanda mau ngegosip nih." Cibir Aira yang sudah mengetahui apa yang akan Lena bahas.
Lena menatap Aira sinis sembari tersenyum hambar.
"Apa, Len?" tanya Della penasaran.
Lena kembali mengalihkan pandangannya ke arah Della dan Nayra yang kini sedang menunggu kelanjutan perkataan Lena.
"Tadi, Aira sama Raka chatan loh."
Seketika Della menatap Aira penasaran "Ha? Yang bener?"
"Iya." Balas Lena mantap.
Mendengarnya, Della bertepuk tangan sembari menatap Aira penuh takjub, "Raka gercep juga ya, Ra."
Aira hanya mengangkat kedua bahunya tidak peduli.
Berbeda dengan Della yang seakan tidak percaya, Nayra memilih mengecek langusng ke handphone Aira.
"Ra, lihat dong." Pinta Nayra sembari mengeluarkan puppy eyesnya.
Aira menatap Nayra jengah, "Nih." ucap Aira sembari menyodorkan handphonenya.
Tidak ada gunanya juga menutupi keakrabannya dengan Raka kepada sahabat-sahabatnya sendiri.
Mereka berhak tau, dan itu alasan kenapa Aira mengizinkan Nayra dan Della melihat percakapan antara dirinya dan Raka.
"Lihat, Nay!" pinta Della ketika Nayra sudah mendapatkan handphone Aira.
"Nih, liat."
Dua menit kemudian, Della telah selesai membaca percakapan antara Aira dan Raka, "Aduh, kalian cocok lo, Ra."
Aira hanya menatap datar Della yang kini sedang menatapnya dengan tatapan meledek.
"Terserah."
"Eh, Del,"
Della menoleh ke arah Nayra yang memanggilnya, "Kenapa, Nay?"
"Tidur yuk, ngantuk nih."
Della melirik ke jam yang berada di dinding.
"Oke. Tapi wajahnya di bilas dulu."
Nayra mengangguk setuju. Lantas bangkit dari duduknya.
"Duluan ya Ra, Len."
Aira dan Lena mengangguk mempersilahkan.
"Good night semua."
"Good night too, Del." balas Aira sembari tersenyum.
Sepeninggalan Della dan Nayra, Aira dan Lena kembali pada aktivitasnya masing masing.
Dua jam kemudian, diisi oleh keheningan. Hanya suara dari handphonenya Aira yang menemani mereka.
"Ra,"
Aira menoleh pada Lena yang memanggilnya, "Iya, Len?"
"Jefan gak on, ya?" tanya Lena sembari memperlihatkan pesannya yang dikirim pada Jefan, namun masih centang 2 abu-abu.
Aira membaca sejenak lantas menenangkan Lena.
"Mungkin aja dia lagi ada keperluan, Len."
Lena menghela nafas kecewa.
"Eh, bentar deh. Aku tanya Raka aja kali, ya?" usul Aira yang langsung disetujui oleh Lena.
"Boleh tuh."
Aira tersenyum melihat Lena meresponnya dengan baik, "Oke."
Selang beberapa menit kemudian, Lena yang sudah tidak sabar mendengar informasi dari Aira segera bertanya.
"Gimana, Ra?"
Aira terdiam, lantas menatap Lena.
"Hmm..."
"Kenapa, Ra?" tanya Lena ketika menangkap keraguan pada Aira.
Aira memilih diam, lantas menunjukkan percakapannya dengan Raka beberapa saat lalu.
Lena segera membaca percakapan yang terjadi antara Aira dan Raka secara saksama. Dua menit kemudian, ia menghela nafas.
Jefannya itu memang tidak pernah berubah.
"Len, kemana?" tanya Aira begitu melihat Lena bangkit dari duduknya.
"Kamar. Ngantuk."
"Oke." Aira mempersilahkan Lena untuk beristirahat terlebih dahulu. Sementara ia masih berada di posisi semula, rebahan di depan TV dengan handphone yang membuka salah satu film favoritnya.
"Jangan tidur larut malam, Ra." ingat Lena.
Aira mengangguk paham. Lantas melanjutkan aktivitasnya tadi.
Lima belas menit kemudian, film yang Aira tonton telah menampilkan daftar pemeran yang terdapat di film tersebut.
Aira yang merasa tidak memiliki kegiatan, berniat mengechat satu-satunya sahabat lelaki yang ia punya, Ryan.
'Yan, belum tidur kan?'
Sembari menunggu jawaban, Aira melihat hasil lettering Lena. Mata nya asik menatap karya sahabat nya itu. Takjub.
Tring !
'Iya belum, Ra. Ada apa?'
Aira tersenyum kecil, lantas mengetik pesan balasannya. 'Ngga papa, bingung aja mau ngapain, ngga ada teman chat.' ketiknya diakhiri dengan emoji tertawa
'Kamu tidur gih, jangan begadang, ngga baik buat cewek'
Diseberang sana, Ryan terkekeh melihat tingkah Aira yang tidak berubah. Selalu ingin begadang, padahal ujung-ujungnya ketiduran juga.
'Iya-iyaa, aku tidur duluan ya, good night!'
Selepas mengirim pesan itu, Aira bangkit dari posisi nya. Membereskan alat lettering Lena, serta menyimpan hasil karya nya di meja dekat TV.
'Good night too, have a nice dream ya.'
Aira membaca balasan itu dari notif, lantas tersenyum.
Usai bercakap-cakap dengan Ryan, Aira memutuskan untuk tidur.
Namun, ia meluangkan waktu untuk memeriksa teman-temannya yang lain terlebih dahulu.
Aira berjalan menuju kamar Della dan Nayra. Ia membuka pintu perlahan, takut kedua sahabatnya itu terusik.
Begitu pintu terbuka, Aira berjalan masuk. Mengendap-endap diantara remang cahaya.
Ia menatap Nayra dan Della yang kini sudah terlelap.
Namun, tiba-tiba mata Aira menangkap sesuatu yang terdapat di bantal Della.
Air mata.
Aira yakin, bercak air yang terdapat di bantal dan pipi Della adalah bekas air mata.
Aira menghela nafas mengingat masalah yang menimpa Della.
Bukan masalah percintaan yang menimpanya, melainkan masalah keluarga, orang-orang yang seharusnya selalu ada untuk Della.
Beberapa saat kemudian, Aira memutuskan menyudahi kegiatannya, ia bertekad akan bertanya pada Della di keesokan hari.
Usai dari kamar Della dan Nayra, Aira melangkah menuju kamarnya dan Lena.
Ia membuka pintu,lantas memasuki kamar. Lalu membaringkan badannya diatas kasur empuk itu, dan terlelap.