"Nay, Len, bangun dong!" nampaknya Della sudah frustasi membangunkan kedua sahabatnya yang susah sekali dibangunkan.
"Kenapa sih, Del?" tanya Aira yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Nayra sama Lena gak bangun-bangun, Ra," keluh Della.
"Kata siapa belum?"
Bukan, bukan Aira yang berkata seperti itu.
Melainkan Lena yang sudah terduduk di kasurnya.
"Terus tadi kenapa gak bangun bangun?" tanya Della.
"Ngumpulin nyawa dulu, Del" kekeh Lena yang membuat Della menghembuskan nafas kesal.
"Alasan klasik." Ucap Della sesaat sebelum ia berjalan menuju kamar mandi.
"Yah, ngambek," cibir Lena sembari mengikat rambutnya yang berantakan.
"Udah-udah, kamu mandi aja, Len. Biar aku yang urus Nayra" usul Aira yang dibalas anggukan setuju dari Lena.
"Gak bener emang ni anak. Masa hari pertama SMA udah telat aja?"
Mendengarnya, Aira tertawa kecil.
Lantas, mengguncang-guncang badan Nayra, berharap Nayra terbangun dari mimpi indahnya.
Tadi malam, Lena izin untuk bertukar kamar selama semalam dengan Della. Katanya, ia ingin tidur bersama Nayra. Entah apa alasannya. Aira sih iya-iya saja. Tapi, beginilah akibatnya, jika kedua gadis yang terkenal dengan kebo-nya tidur ditempat yang sama.
"Bangun, Nay. Udah jam setengah 6 loh, hari ini kan hari pertama di SMA," ucap Aira di telinga Nayra.
Nayra mulai mengerjapkan matanya.
"Iya iya, aku bangun."
***
"Baik-baik ya disini, jangan nakal sama senior. Dadah! Good luck for you, guys!" pesan Retha saat keempat sahabat itu sudah turun dari mobil tepat di depan SMA baru mereka.
"Oke, kak!" balas Nayra, Della, Lena, dan Aira serempak.
Sesaat kemudian, Retha berlalu menuju kampusnya.
Sepeninggalan Retha, keempat gadis itu membalikkan badannya menjadi berhadapan dengan gerbang masuk SMA Zalicsa.
"Come on, girls," ucap Nayra penuh semangat. Ia berlari masuk mendahului sahabat-sahabatnya yang lain.
Awalnya Aira, Lena, dan Della menatap Nayra bingung.
Namun, sesaat mereka sadar dan akhirnya berlari menyusul Nayra yang sudah lebih dulu masuk ke sekolah mereka.
"NAYRAAA!"
***
"Huh, capek," keluh Della yang kini sedang beristirahat di kantin.
Aira yang berada di seberang Della pun mengangguk setuju, "Iya, nih. Mana panas lagi,"
Sesaat kemudian, Aira dan Della menghela nafas bersamaan. Tanda bahwa mereka sedang kelelahan.
"Hey hey, nih minumannya," ucap Lena yang datang dengan membawa beberapa gelas minuman dingin ditangannya.
Wajah Aira dan Della yang semula lesu, berubah menjadi riang kembali ketika melihat minuman dingin yang disodor oleh Lena.
"Thanks doinya Jefan," ucap Aira sembari tersenyum penuh arti kepada Lena.
"Gak usah bawa-bawa Jefan." ketus Lena.
"Iya deh, nanti Lenanya kangen," kini, giliran Della yang meledek Lena.
Sementara itu, Lena hanya bisa mendecak kesal.
"Eh, by the way, Nayra mana?" tanya Aira yang baru sadar bahwa sahabatnya yang tidak bisa diam itu tidak datang bersama Lena.
"Ciee, tumben nyariin aku. Kangen ya, Ra?"
Sontak, Aira menoleh ke belakangnya.
"Ya ampun, Nay! Bikin kaget aja dah," kesal Aira.
Nayra hanya terkekeh melihat Aira yang kesal karena ulahnya.
"Kemana aja, Nay?" tanya Della yang sedari tadi asik meminum minumannya.
Nayra melirik Della sekilas. Ia memilih menyegarkan tenggorokannya terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan sahabatnya itu.
"Tadi habis dari kamar mandi, Del. Ngerapiin rambut doang sih sebenarnya," jawab Nayra diikuti kekehannya.
"Kalau ngerapiin rambut doang, kok lama banget?" tanya Lena penasaran. Pasalnya, jarak waktu antara Nayra pamit dan Nayra kembali itu lumayan lama. Sekitar 10 menit.
"Oh itu, tadi pas balik ke kantin, aku ketemu kakak-kakak OSIS gitu, jadinya aku minta tanda tangan deh, habis aku ketinggalan banyak dari kalian," jelas Nayra.
Yang lain hanya mengangguk paham. Lantas, kembali menikmati minuman yang sudah dibeli tadi.
"Eh, udah yuk istirahatnya, masih 10 anggota OSIS lagi yang harus dimintai tanda tangan." ajak Aira saat gelas minuman mereka sudah tandas.
"Ayo lah," balas Della.
Sedetik kemudian, keempat sahabat itu sudah berdiri dari kursi, lantas pergi meninggalkan kantin.
Mereka tidak sadar, ada seseorang yang sedari tadi menatapi mereka dari kejauhan.
"Cabut, yok!"
***
"Makasih, kak," ucap Aira kepada salah satu anggota OSIS yang dimintai tanda tangannya itu.
Aira menatap kertas yang harus diisi tanda tangan oleh pengurus dan anggota OSIS.
"Tinggal 5 lagi," gumamnya.
Aira memang terpisah dari ketiga sahabatnya. Ia baru sadar beberapa menit sebelum ia bertemu dengan kakak OSIS yang ia mintai tanda tangan tadi.
"Aira,"
Aira yang awalnya berjalan seketika berhenti saat mendengar namanya dipanggil.
Perlahan, ia menoleh ke belakang.
"Ryan!" pekiknya saat melihat seseorang yang tadi memanggilnya.
Ryan tersenyum penuh arti.
"Hai. Gimana kabarnya?"
"Baik, kok. Kamu gimana?" balas Aira dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya.
"Yaa, seperti yang kamu lihat,"
Baru saja Ryan menyelesaikan perkataannya, terdengar teriakan seseorang yang membuat keduanya menoleh ke sumber suara.
"Ryan!"
"Eh, kenapa, Ka?" tanya Ryan begitu seseorang yang memanggilnya tadi datang mendekat.
"Daritadi ditungguin juga. Disini ternyata,"
Ryan hanya terkekeh mendengarnya.
"Eh, Ra, kenapa?" tanya Ryan yang baru menyadari perubahan sikap Aira.
Aira terdiam.
Ia hanya menatap kedua orang dihadapannya.
Ryan yang merupakan sahabatnya, dan Azka yang merupakan seseorang yang pernah ia sukai di masa lalu.
"Enggak apa-apa, kok," balas Aira setelah terdiam cukup lama.
Ryan menyerngitkan dahinya heran.
"Oh iya, Ra, ini temen terdekat aku, namanya Azka," ucap Ryan memperkenalkan seseorang di sampingnya.
Seperti paham akan maksud Ryan, Azka meyodorkan tangannya ke arah Aira.
Aira terdiam kembali. Menatap tangan Azka dengan tatapan kosong.
"Gak perlu kenalan kok, Yan. Kami teman SMP. Tapi gak tau deh Azkanya masih ingat atau enggak," balas Aira tanpa menerima sodoran tangan Azka.
Azka yang mengerti situasi, segera menarik tangannya kembali.
"Eh, emang iya, Ka?" tanya Ryan penasaran.
Azka berfikir sejenak.
"Oh, kamu Aira kan? Yang kemaren dikirim sekolah buat belajar di luar negeri?"
Aira menatap Azka sejenak.
Hey, darimana ia tahu? Sementara hal itu tidak diumumkan secara langsung ke siswa-siswi SMP nya dulu.
"Iya."
Ryan menatap Azka tidak percaya, "Kok kamu tahu? Kan itu gak diumumin di umum gitu?"
"Ya tahu lah, sempet jadi trending topic soalnya." Balas Azka enteng.
"Aku duluan ya, Yan" pamit Aira.
Ryan mengalihkan tatapannya ke Aira.
"Oke. Kamu hati-hati, ya,"
Aira mengangguk paham.
Sesaat kemudian, ia berlalu meninggalkan kedua cowok yang sedang mengobrol ria itu.
"Huh, akhirnya bisa kabur juga," ucap Aira lega.
"Ra!"
Aira tersentak. Ia menoleh ke sampingnya.
Seketika, wajahnya berubah menjadi kesal.
"Ya ampun, Del. Aku kira siapa,"
Della hanya terkekeh mendengarnya. "Ya habis kamu dari tadi diem aja,"
Aira tersenyum miring mendengar perkataan Della.
"Eh, temenin aku ke kakak disana yuk! Tinggal 5 lagi nih," ajak Della sembari menunjuk sekumpulan siswa yang memakai almameter OSIS.
Aira mengangguk setuju.
"Permisi, kak," ucap Della yang membuat sekumpulan siswa itu menoleh.
"Mau minta tanda tangan, ya?" tanya salah satu dari mereka.
"Iya, bang," balas Della sembari menyodorkan kertasnya.
Yang bertanya tadi menerima sodoran Della. Ia juga meminta teman-temannya yang belum menandatangani kertas itu untuk segera menandatanganinya.
"Kamu mau juga?" tanya salah satu dari kelima cowok itu ke Aira.
Aira mengangguk perlahan sembari tersenyum. Lantas, menyodorkan kertasnya kepada seseorang yang bertanya padanya.
Lima menit kemudian, kertas Aira sudah lengkap dengan tanda tangan dari seluruh pengurus dan anggota OSIS di SMA barunya.
Begitu pun dengan Della.
"Makasih, bang," ucap Della sopan.
Baru saja Della dan Aira beranjak, tangan Della ditahan oleh seseorang diantara mereka. Seseorang yang tadi bertanya kepada Della. Mau tidak mau, Della berbalik menghadap seseorang itu.
"Renata Adelia. Nama yang bagus," ucapnya sembari membaca name tag Della yang tergantung di lehernya.
"Aku Alvin,"
Della menatap tangan Alvin yang sudah tersodor tepat didepannya. Ia menatap Alvin yang kini sedang tersenyum miring, menunggu respon dari Della.
"Della." usai mengatakan itu, Della segera menarik tangan Aira dan pergi meninggalkan sekumpulan cowok yang menurutnya rada tidak waras tadi.
"Del,"
Della menoleh ke arah Aira.
Tampak Aira sedang sibuk mengatur nafasnya,
Sejenak, Della berfikir. Apakah ia berjalan terlalu cepat?
"Pelan-pelan aja kenapa sih? Buru buru amat," keluh Aira.
Sementara Della hanya terkekeh ketika menyadari kesalahannya.
"Hey!"