Chereads / Tanpa Alasan / Chapter 2 - Pertemuan

Chapter 2 - Pertemuan

"Aira sama Lena dimana, Del?" tanya Retha yang baru saja keluar dari kamar mandi.

"Biasa kak, jogging berdua, sekalian curhat-curhatan gitu paling," balas Della yang mengundang kekehan dari Retha.

"Iya sih, kebiasaan mereka tuh kalau lagi berdua, pasti curhat."

"Hai, guys!"

Della dan Retha kompak menoleh kearah pintu kamar Della.

"Udah ngeditnya, Nay?" tanya Della.

Nayra mengangguk sembari berjalan menuju sofa yang diduduki Della.

Tangannya membawa setoples cemilan yang sedari tadi ia makan satu persatu.

Just info, kamar di rumah mereka ada 4. Dilantai bawah, ada 2 kamar. Dilantai atas, ada 2 kamar.

Kamar yang berada di lantai bawah, adalah kamar keempat sahabat itu. 1 kamar untuk Della dan Nayra, dan 1 kamar lagi untuk Aira dan Lena. Sementara kamar di lantai atas, 1 kamar untuk Retha, dan 1 lagi untuk tamu.

Oh iya, ada satu kamar lagi di belakang, lebih tepatnya, berdekatan dengan dapur. Kamar itu dipakai oleh pembantu mereka yang sekarang sedang mudik. Besok, Bi Inah, pembantu di rumah mereka, akan kembali bekerja seperti biasa.

"Minta, Nay!" ucap Della sembari mengambil beberapa cemilan dari toples yang Nayra bawa.

"Ihh, jangan!" sanggah Nayra tidak terima. Ia bangkit, lalu berlari mengamankan toples berisi cemilan favoritnya.

Della tidak tinggal diam. Ia bangkit, lalu berlari mengejar Nayra.

Sementara itu, Retha yang melihatnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan mereka.

***

"Gimana, Ra?"

Kini, Aira dan Lena sedang duduk di kursi di sekitar taman.

"Gimana apanya, Len?" Aira kembali bertanya.

"Azka."

Aira terdiam. Ia kembali menatap kedepan. Badannya ia hempaskan kesandaran kursi.

"Ra?"

"Udah tahap mengikhlaskan kok, Len. Lagian aku mikir, ngapain masih sering mikirin dia yang sama sekali gak peduliin aku sama sekali, gak guna." balas Aira.

Mau tidak mau, cepat atau lambat, Aira tau, Lena pasti akan bertanya seperti ini. Dan sekarang, setelah sekian lama menghindari pertanyaan Lena, Aira akhirnya menjawab.

Lena tersenyum mendengar jawaban Aira. Ia menepuk-nepuk pundak Aira, mencoba memberi kekuatan.

"Bagus deh kalo gitu. Kamu tenang aja, entar aku bantu kok,"

Aira membalas dengan senyuman.

"Lena!"

Aira dan Lena sontak menoleh ke sumber suara. Melihat siapa yang memanggilnya, Lena segera bangkit dan menghampiri orang tersebut.

"Jefan? Ngapain disini?"

"Lagi jalan jalan aja sih, sebelum MOS besok," jawab Jefan diikuti dengan senyuman.

Lena ber'oh-' ria.

"Kamu ngapain?" kini, giliran Jefan yang bertanya.

"Jogging pagi, biasa lah,"

Sementara itu, Aira yang melihat percakapan Lena dan Jefan hanya tersenyum simpul. Ia tidak menyadari ada seseorang yang mendekatinya.

"Ternyata gini ya, rasanya jadi nyamuk,"

Sontak, Aira menoleh kesamping. Terkejut dengan kehadiran seseorang yang kini sudah duduk di sampingnya.

"Eh, ngagetin ya? Ya maap."

Aira menggeleng, "Enggak kok, gak papa,"

"Vraka Bintang Putra, panggil aja Raka." ucapnya sembari mengulurkan tangannya ke arah Aira.

Aira melirik sekilas. Lalu, membalas uluran Raka.

"Kejora Aira Aradea, panggil aja Aira."

Raka tersenyum, ternyata Aira tidak seperti yang ia bayangkan.

Raka kira, Aira termasuk cewek yang jual mahal dengan cowok yang baru dikenal. Namun, kenyataannya justru sebaliknya.

"Jadi, udah berapa lama temanan sama Lena?" tanya Raka mencairkan suasana.

Raka tahu, Aira masih merasa canggung dengan keadaan yang ada.

"Kalau temanan sudah lama sih, dari TK. Tapi deketnya dari kelas 3 SD. Karena, kami tinggalnya serumah juga." jelas Aira menjawab pertanyaan Raka.

Raka tersentak, "Tinggalnya serumah? Kok bisa?"

"Orang tua aku, Lena, dan 2 sahabatku yang lain itu partner bisnis gitu, jadi kami berempat tinggal bareng, supaya gak kesepian."

Raka mengangguk paham.

"Jadi, dirumah kalian berempat aja?"

"Ya, enggak sih, ada pembantu sama kakaknya sahabatku yang ikut tinggal di rumah kami"

"Wow, keren tuh kayaknya," ucap Raka takjub.

Aira terkekeh, "Enggak juga sih, biasa aja,"

"Jef, kayaknya ada yang sudah akrab nih," ledek Lena yang sudah sadar akan keakraban Aira dan Raka.

Aira menatap Lena datar. Seakan berkata 'Apa sih, Len?'

"Santai dong mba natapnya," goda Lena lagi.

Aira memutar bola matanya malas.

Melihat respon Aira seperti jengah akan godaan Lena, membuat Lena, Jefan maupun Raka terkekeh karenanya. Sementara Aira hanya bisa menghela nafas kesal.

"Oh iya, kita beda sekolah ya?" tanya Lena.

Raka mengangguk, "Iya, kita beda sekolah, tapi kalian satu sekolah sama Ryan dan Azka,"

Seketika Aira terdiam, otaknya sibuk mencerna pernyataan yang baru saja dibilang oleh Raka.

"Rak, balik kuy!" ajak Jefan.

Raka mendecak kesal. "Jangan manggil 'Rak', Jef. Entar dikira apaan," protes Raka.

"Kalau manggilnya 'Ka', entar Azka yang noleh," balas Jefan yang membuat Aira diam seribu bahasa.

" Aish, iya dah," Raka akhirnya mengalah, ia bangkit dari duduknya.

Melihatnya, Jefan tersenyum penuh kemenangan.

"Duluan, Ra, Len," pamit Raka.

Aira memaksakan senyumnya. Sungguh, suasana hatinya sedang tidak baik-baik saja.

"Duluan ya, Len," pamit Jefan.

Lena mengangguk sambil tersenyum.

"Hati-hati," pesan Lena.

"Iya, makasih," balas Jefan sembari mengukir senyuman di wajahnya.

Sesaat kemudian, Jefan dan Raka sudah berlalu meninggalkan Aira dan Lena. Lena kembali duduk di sebelah Aira. Ia menepuk-nepuk pundak sahabatnya itu.

"Keinget Azka kan? Udah gak usah dipikirin,"

Aira mengangguk lemah.

"Pulang yuk!"

"Ayo." Aira menyetujui ajakan Lena.

Lagipula, matahari sudah semakin tinggi. Sudah cukup panas untuk melanjutkan jogging pagi.

***

"Waw! Besar juga ya sekolahnya," takjub Nayra.

Della yang berada disebelahnya tertawa kecil, "Iya lah, kan salah satu sekolah favorit,"

Nayra mengangguk setuju dengan perkataan Della.

Disinilah mereka berada, sekolah yang akan menjadu tempat mereka belajar selama 3 tahun kedepan, SMA Zalicsa.

"Nayra, Della, sini!" panggil Retha dari seberang.

"Iya kak!" balas Della sembari menarik tangan Nayra menuju ruang kantor, tempat Retha berada.

"Permisi..." ucap Nayra ketika memasuki ruang kantor.

Retha melambaikan tangannya kepada Della dan Nayra. Tanpa aba-aba lagi, Della dan Nayra berjalan mendekati Retha.

"Ini kakak tadi dikasih seragam sama bu kepseknya, punya Lena sama Aira kalian bawa aja ya.." ucap Retha sembari menyodorkan 4 buah tas tenteng berisikan seragam kepada Della dan Nayra.

Della dan Nayra menerima sodoran Retha.

"Udah yuk, pulang," ajak Retha.

Kedua sahabat itu mengangguk.

"Yuk."

***

"Darimana aja, kak?" tanya Aira begitu melihat Retha memasuki rumah bersama Della dan Nayra.

"Sekolah kalian," balas Retha sembari melanjutkan langkahnya menuju kamarnya, hendak mengganti pakaian.

"Ohh,"

"Hai, Ra!" sapa Nayra. Ia menghempaskan badannya disofa. Tepat di sebelah Aira.

Aira membalas sapaan Nayra dengan senyuman.

"Oh iya," Tiba-tiba, Nayra terlihat seperti mencari sesuatu diantara 2 tas tenteng yang dia bawa tadi.

"Nih, seragam kamu, Ra." Ucap Nayra sembari menyodorkan sebuah tas tenteng berisi seragam sekolah mereka.

"Makasih, Nay!" balas Aira riang. Ia menerima sodoran Nayra.

Nayra mengangguk sebagai jawaban.

"Oh iya, Nay, besok kita disuruh bawa apa aja?" tanya Aira. Maklum, mereka masih beradaptasi dengan sistem pendidikan di Indonesia sejak 3 bulan terakhir belajar di London.

"Hmm, disuruh buat name tag gitu pakai kertas F4, abis itu dilaminating,"

Aira manggut-manggut mengerti.

"Buat yuk!" ajak Aira semangat.

Sebagai jawaban, Nayra mengangguk setuju.

Baru saja Aira berdiri, berniat mengambil peralatan yang mereka butuhkan, Nayra menahan lengan Aira. Aira menatap Nayra penuh tanda tanya.

"Lena sama Della ajak juga,"

Aira berfikir sejenak.

"Oke."

***

"Kenapa sih Len, aku gak bisa ngerasain kasih sayang dari orangtua?" 

Lena menatap prihatin sahabatnya yang terlihat putus asa itu.

"Aku tau orangtuaku sibuk karena kerja buat aku dan kak Retha. Tapi enggak bisa ya, luangin waktu buat anaknya sehari aja? Emang sesusah itu ya, Len?"

Lena menghela nafas. Ia memilih menarik Della kedalam pelukannya. Mendekapnya erat, mencoba memberi kekuatan pada gadis itu.

Sementara Della terisak dipelukan Lena.

"Capek, Len," lirihnya.

"Del, kamu kenapa?"

Sontak, Lena dan Della menoleh kearah pintu, melihat siapa yang berbicara tadi. Sedetik kemudian, Aira berjalan menghampiri Della dengan raut wajah khawatir.

"Kalian hutang penjelasan sama aku."