Chereads / He Or Him? / Chapter 11 - Complicated

Chapter 11 - Complicated

Pagi hari. Yah, seperti pagi-pagi sebelumnya. Bangun, mandi, sarapan lalu berangkat kerja.

Tapi, pagi hari ini terasa beda. Bukan karena sarapan bersama kami, tapi kejadian setelahnya yang membuatku sedikit terkejut.

Seusai sarapan, Mama membuatku atau lebih tepatnya membuat kami sekeluarga sangat tercengang.

"Ehem! Mama ingin acara pertunangan Lingga dan Maya dipercepat menjadi minggu depan."

Aku yang awalnya minum jus jeruk menjadi sedikit tersedak atas pernyataan Mama. Begitupun Lingga yang sudah tersedak karena masih makan buah.

"Ke... Kenapa begitu cepat, Ma? Mama bahkan tidak meminta ijin kami." Aku setuju dengan ucapan Lingga kali ini. Bagiku, semua ini sangatlah mendadak.

Kulihat sekeliling, ekspresi yang ditunjukkan Ana dan Raynar pun sama terkejutnya denganku.

"Ma, kalau Raynar boleh usul. Biarkan Maya dan Lingga saling mengenal dulu. Lagipula Lingga juga masih belum putus dengan Ara. Dan Maya juga masih belum bisa mencintai Lingga." Aku mengangguk setuju dengan usul Raynar.

"Ana juga setuju, Ma. Lagipula Ana juga belum bisa menerima Maya sebagai adik iparku. Dia belum selevel denganku." Perkataan Ana sangat menusuk hatiku, tapi aku hanya pura-pura tersenyum dan mengangguk setuju agar Mama berubah pikiran.

"Keputusan Mama tidak bisa diganggu gugat! Masalah kalian belum saling mencintai, itu bisa muncul jika kalian selalu bersama. Seiring berjalannya waktu rasa cinta akan muncul dengan sendirinya." Aku melemas mendengar semua perkataan Mama.

Begitu juga Lingga yang berusaha meyakinkan Papa, menunjukkan ekspresi melasnya kepada pria paruh baya itu. Tapi, Papa pun sama keras kepalanya dengan Mama.

"Aku anggap kalian setuju. Dan hari ini kalian akan mengunjungi toko perhiasan dan toko gaun untuk acara pertunangan kalian. Wajib datang. Lingga, batalkan janji kencanmu dengan gadis brandalmu itu. Maya, hari ini kau harus cuti bekerja. Raynar, berikan Maya cuti kerja sehari. Harus menurut!" Bukan hanya aku dan Lingga saja, bahkan Ana dan Raynar pun melongo melihat sikap otoriter Mama yang muncul.

Kami tidak punya pilihan lain selain menurutinya.

*********

"Ini tempatnya?" Tanyaku kepada Lingga setelah beberapa menit mencari alamat toko perhiasan yang dimaksud Mama.

Aku dan Lingga berangkat dengan menaiki mobilnya. Jika dipikir-pikir, hari ini adalah hari pertama aku pergi berdua bersama Lingga. Ada perasaan bahagia saat aku bersamanya.

"Mungkin saja. Tapi, aku sudah lelah mencari alamatnya. Yah, yakin sajalah kalau ini tempatnya. Yuk, masuk."

Kami pun masuk ke dalam toko itu. Dan mataku pun mulai dimanjakan dengan kilauan cantik dari berbagai perhiasan yang dipajang.

Wanita mana yang tak suka dengan perhiasan. Apalagi perhiasan yang dijual di sini terlihat sangat elegant dan tentunya cukup menguras isi kantong.

"Permisi, kami sedang mencari cincin tunangan." Suara Lingga cukup membuatku tersadar kembali dari lamunanku tentang segala perhiasan yang ada di sini.

Ia mulai memilih-milihkan cincin untukku. Aneh, harusnya aku yang memilih. Kenapa harus dia? Ah, egois sekali!! Aku selalu menggerutu selama di dalam toko perhiasan itu, biarlah ia mendengar. Aku tak peduli.

"Cobalah!" Lihat sekarang, ia dengan sikap ingin menang sendirinya sangat memuakkan.

Jujur, aku sangat kesal. Tapi, rasa kesalku hilang saat melihat sepasang cincin yang sangat indah. Desainnya sederhana namun sangat memukau.

Aku bahkan tak sadar jika sudah tersenyum dari tadi melihat begitu indahnya cincin yang dipilih Lingga itu.

"Aku menyuruhmu untuk untuk mencobanya, bukan hanya melihatnya. Dan juga tutup mulutmu itu. Kau bisa ngiler. Iyuuh!!" Kututup mulutku dan kucoba cincin dengan berlian-berlian kecil di atasnya.

Ah, sangat indah.

Maya POV

Sangat indah dan anehnya begitu pas di jari manisku. Aku hanya bisa tersenyum sambil memandangi cincin mewah itu ada di jariku.

Seumur hidupku, aku tak pernah memegang bahkan memakai cincin berlian. Andai, Ayah dan Ibu mengetahui aku akan memakai cincin berlian di hari pertunanganku pasti mereka akan sangat bahagia. Tak disangka air mataku menetes lembut di pipiku. Segera kuusap agar tidak ada yang melihatnya. Namun, ternyata Lingga melihat semuanya.

"Kenapa kau malah menangis? Kau tidak suka dengan model yang kupilihkan? Atau kau mau model yang lain?" Tanyanya dengan wajah khawatir.

Aku menggelengkan kepalaku dan tersenyum manis kepadanya.

"Sangat pas dan aku sangat menyukai modelnya. Terima kasih ya, aku benar-benar sangat menyukainya." Kataku.

"Ehem! Kalau begitu bungkus yang ini." Yah, aku sedikit tidak ikhlas melepas cincin itu. Sangat indah hingga tak rela melepaskannya.

Tapi, aku masih heran dengan sesuatu. Kenapa Lingga tahu ukuran jari manisku? Dengan sekali memilih saja kenapa langsung pas di jariku? Hmmm, sangat mencurigakan.

Cincin pun telah dibungkus dan Lingga menyuruhku untuk membawa tas berisi cincin itu. Aku pun ingin menolak dan harusnya memang pria yang membawakan tas, bukan wanita. Ah, menyebalkan!

"Kau lupa kalau kau masih berhutang maaf kepadaku? Nah, sekarang bawakan tas belanjanya. Dengan begitu aku memaafkanmu." Baru aku akan membantahnya, ia sudah melesat menuju mobilnya dan meninggalkanku yang masih di kasir toko perhiasan.

Perjalanan pun dilanjut menuju toko gaun. Aku masih marah dengannya tapi bagaimanapun juga ia akan memaafkanku jika aku menurutinya hari ini. Yah, cukup hari ini saja. Selama perjalanan aku hanya diam menikmati angin AC yang menyegarkan dan mendengarkan musik yang dimainkan Lingga.

Aku baru tahu jika salah satu lagu favoritnya adalah lagu milik Charlie Puth. Aku pun menyukainya karena memang musik yang diciptakannya begitu enak didengar.

Sesampainya di toko gaun, kami pun turun dari mobil dan masuk ke dalamnya. Lagi-lagi mataku terasa segar kembali setelah melihat beberapa gaun indah yang terpajang di toko itu. Mulai dari yang paling sederhana hingga yang terlihat rumit. Semuanya sangat indah.

Dan, lagi-lagi Lingga mengambil alih semuanya. Aku sangat ingin memilih gaunku sendiri di hari pertunanganku.

Aku menggerutu kembali. Dan kali ini para pegawai toko pun juga mengamatiku yang sedang menggerutui Lingga. Biar saja, aku tidak peduli.

Sambil menunggunya memilih-milih, aku melihat-lihat gaun di majalah yang ada di atas meja kaca. Cukup lama aku melihat satu persatu gaun rancangan seorang desainer yang ternyata adalah sahabat Mama. Apa desainer itu juga sahabat Ibu? Hmm, entahlah.

Hoammmmmm!! Aku menguap, kenapa lama sekali Lingga memilihkan gaun untukku?

"Demi Tuhan! Sangat sulit mencarikan gaun untukmu yang cocok dan pas di tubuhmu. Kau sangat mungil dan semua gaun di sini sangat panjang. Tapi, akhirnya aku menemukan gaun ini. Cobalah. Kutunggu di sini dan jangan lama-lama." Ucapnya sambil memberikan sebuah gaun putih kepadaku.

Aku begitu terpukau dengan keindahan gaun ini. Dan lagi-lagi Lingga membuatku terheran-heran. Kenapa dengan mudahnya ia membuatku begitu bahagia? Kenapa ia sangat mengetahui seleraku?