Raynar POV
Kata Mama, mencari pasangan harus dilihat dari keturunan, kualitas diri dan pembawaannya dalam lingkungan. Itu yang selalu kutanamkan dalam diriku setiap mencari gadis yang cocok untukku. Alasanku menjomblo karena memang belum ada yang sesuai dengan kriteriaku.
Tapi, nampaknya gadis itu adalah pengecualian. Gadis mungil berkulit putih dan berambut pendek itu dengan mudahnya menarik perhatianku. Awalnya aku mengira hanya terpesona dengan wajah manisnya itu. Tapi, ternyata perkiraanku salah.
Rismaya Zabarjad. Nama yang cantik untuk gadis yang cantik pula. Ia adalah anak dari sahabat Mama sewaktu sekolah dulu. Ia pulalah yang akan dijodohkan dengan adik laki-lakiku satu-satunya. Lingga.
Jujur saja, aku sedikit merasa tidak terima dengan perjodohan ini. Maya yang terlalu baik sangat tak cocok untuk adikku yang pecicilan dan terkesan tak pernah serius menjalani sesuatu. Kecuali dengan hubungan kisah cintanya dengan Ara.
Sekuat apapun Mama dan Papa menentang, ia tak pernah sedikitpun berniat memutuskan Ara. Baginya, Ara adalah segalanya. Dan itu semakin membuatku ingin membelalakkan matanya bahwa Ara bukanlah gadis yang tepat untuknya.
Sikapnya yang tak pernah sopan di depan keluargaku, membuatku muak melihatnya. Apalagi ia selalu meminta Lingga untuk menemaninya jalan-jalan ataupun belanja. Aku heran, kenapa mereka bisa seperti itu? Setiap hari bertemu, setiap hari berbelanja dan setiap hari pula makan di restoran.
Aku juga heran dengan Ara yang setahuku tak pernah bekerja. Yang kutahu hanya menghabiskan uang jatah bulanan dari Papa kepada Lingga.
Lingga pernah bercerita kalau Ara adalah alumni dari Oxford University, kampus yang sama dengan Lingga. Tapi, aku tak serta merta langsung percaya dengan hal itu. Bisa saja adikku ini terlalu naif hingga dengan mudahnya bisa ditipu oleh gadis yang tak jelas asal usulnya.
Maya. Gadis lugu yang mampu mencuri perhatianku akhir-akhir ini. Awalnya aku sedikit bosan dengan Mama dan Papa yang selalu bercerita tentangnya. Ia yang lulusan Cambridge University dengan masuk Jurusan Astronomi, ia yang dari keluarga sederhana, ia yang anaknya sahabat Mama, sampai ia yang ditinggal mati kedua orangtuanya.
Aku bahkan sudah bosan mendengarnya. Bosan sekaligus penasaran. Tak pernah sekalipun Mama dan Papa kagum dengan gadis lain sebelumnya.
Setelah beberapa hari mengenal dekat Maya, akupun setuju dengan Mama dan Papa. Jika memang Maya sebaik dan semenarik itu. Tapi sayang, kenapa harus Lingga yang harus memilikinya? Kenapa bukan aku?
Melihatnya memakan makananku dengan lahap membuatku sangat bahagia. Ekspresinya sangat murni dan tak dibuat-buat. Membuatku betah berlama-lama dengannya.
Memiliki Maya adalah seribu kali lebih baik daripada memiliki Ara sebagai pasangan hidup. Dan jika Lingga tetap bersikukuh ingin bersama Ara, biarkan aku yang memiliki Maya. Aku ingin memilikinya, seutuhnya.
Tapi, aku juga perlu meyakinkan Mama dan Papa. Entah bagaimanapun rintangannya, aku harus bisa melaluinya.
Tapi, apakah Maya akan membalas perasaanku? Ah, positive thinking, Rei. Dengan segala perhatianku, ia pasti akan luluh kepadaku.
Tapi, yang kulihat bukanlah seperti yang kuduga. Dari tatapan matanya, terlihat jika Maya sangat memuja Lingga. Ia selalu memandangi adikku itu dengan tatapan cinta. Walaupun adikku yang brengsek itu selalu menghinanya, ia tetap memujanya.
Itu semakin membuatku ingin memilikinya. Tapi, aku tidak mau terburu-buru dalam bertindak. Biarkan Maya hanyut dalam perasaannya terhadap Lingga, jika ia sudah kecewa giliran aku yang muncul.
Yah, kira-kira itu rencanaku. Entah bagaimana akhirnya, aku tak tahu.
**********
Maya POV
Two weeks later
Setelah kejadian menyakitkan itu, hidupku sedikit mulai damai. Aku bisa menganggapnya damai karena Ana tidak lagi menghinaku. Juga Lingga tidak lagi mengataiku dengan kata-kata yang menusuk hati.
Bisa dibilang dua minggu ini aku merasa 'hidup' kembali. Aku juga sekarang mempunyai kegiatan baru, yakni bekerja di restoran milik Raynar. Yah, walaupun hanya sebagai kasir tapi aku merasa sangat senang karena itu lebih baik daripada berdiam diri di rumah.
Awalnya, Mama dan Papa tidak mengijinkanku untuk bekerja tapi dengan segala usahaku meyakinkan mereka akhirnya diijinkanlah aku bekerja di sana dan tentunya bersama dengan Raynar.
Lingga pun yang mengetahui bahwa aku bekerja dengan Raynar tampak sedikit marah. Entah aku menyebutnya marah atau apa, yang pasti wajahnya terlihat menyeramkan. Aku pun tak tahu apa yang membuatnya begitu. Apa mungkin..... Ah, aku pasti sudah gila.
Pengunjung restoran hari ini sangatlah ramai. Aku sampai kualahan melayani para pelanggan. Hingga malam pun restoran malah semakin ramai pengunjung.
Pengunjung yang datang kebanyakan adalah kaum hawa yang ingin tebar pesona dengan Raynar, sang pemilik. Wajar saja jika begitu, ia begitu tampan dan ramah kepada semua pengunjung.
Sekitar pukul sepuluh malam restoran baru tutup. Aku meregangkan otot-ototku. Hufft! Sangat melelahkan hari ini, tapi juga menyenangkan.
Sesampainya di rumah, kami disambut oleh wajah garang Lingga yang bersedekap di depan pintu utama. Dengan memakai kaos hitam favoritnya dan rambut sedikit acak-acakkan. Ekspresi marah yang tak pernah ketinggalan tapi masih terlihat keren. Haah!! Entah kenapa ekspresi apapun yang ia tunjukkan tetap saja ia masih terlihat begitu tampan.
"Baru selesai kencan?" Tanyanya ketus. Aku tak paham dengan pertanyaan manusia aneh itu.
Kebetulan aku sangat lelah, jadi tak kuhiraukan apapun pertanyaannya itu.
"Kau menunggu kami?" Tanya Raynar. Aku tak menyangka jika dia membuka mulut.
"Lebih tepatnya menunggu Maya. Kenapa kau tidak membalas semua pesanku?" Tanyanya kepadaku.
"Menungguku? Pesan? Pesan yang mana?" wajar saja aku tak tahu dengan semua pesannya karena memang hari ini restoran begitu ramai.
Dan kalian pasti penasaran tentang hubunganku dengan Lingga. Sebenarnya tidak banyak kemajuan. Ia tetap kencan dengan Ara dan aku tetap seperti ini. Hanya saja kami sedikit dekat, walaupun hanya sekedar membalas pesan. Itupun ia meminta nomorku lewat Mama. Laki-laki yang sangat tidak jantan.
"Arrghhh!! Kau kencan dengannya sampai melupakan pesanku?"
"Hei! Jaga bicaramu! Aku masih kakakmu, asal kau tahu." Ucap Raynar.
"Lingga. Biar kuperjelas. Aku dan Kak Rei itu bekerja di restoran miliknya, bukan berkencan. Dan alasan aku tidak tahu pesan-pesannmu itu karena hari ini restoran begitu ramai pengunjung. Aku minta maaf." Yah, memang sudah seharusnya aku minta maaf dengannya agar cepat tidur karena aku sangat mengantuk.
"Tidak semudah itu kau kumaafkan. Ada syaratnya." Entah apa yang dipikirkannya. Aku begitu lelah dan tak peduli dengannya saat ini, walaupun sekarang ia begitu tampan.
"Katakan saja syaratnya besok. Demi Tuhan, hari ini aku begitu lelah dan sangat mengantuk. Hoammmmmm!!"
"Oke, Deal!! Kalau begitu masuklah. Selamat tidur, Maya. Jangan lupa mimpikan aku." Katanya sambil tersenyum manis. Ah, ada apa dengannya hari ini? Sangat aneh dan sedikit... menakutkan.