Revan merebahkan tubuhnya dikasur empuk miliknya, itu adalah hari terakhir bagi Revan bisa berada dikamarnya.
Revan telah menghabiskan waktu 3 hari bersama orang tercintanya dirumah, Revan juga telah bercerita tentang sosok Laura pada Riska tentu saja Riska merestuinya jika memang suatu hari Revan benar jatuh hati pada Laura, bagi Riska putranya sudah banyak berkorban perasaan dalam percintaan sejak kejadian Liora dan Riana waktu dulu membuat Riska membebaskan pilihan Revan asalkan Revan bahagia menjalaninya termasuk juga dengan Laura, Riska tak mempermasalah keadaan Laura selama tetap membawa kebaikan maka tak ada larangan apa pun yang akan dilontarkan Riska.
"tidurlah, ini sudah larut"
"mah, suatu hari aku akan bawa Laura menemui kalian dan aku harap tak ada masalah apa pun"
"kamu benar menyukainya"
"sepertinya iya, dia baik paling penting dia sosok ceria, aku sangat suka dengan gadis ceria"
"kamu mencintainya sebagai Laura bukan Liora"
"aku tahu, mamah tenang aja"
Riska mengusap lembut putra kesayangannya, setelah sekian lama akhirnya Riska bisa melihat senyum tulus dari Revan.
---
"Revan bangun sayang udah bagi"
Riska begitu semangat memanggil Revan untuk mengajaknya sarapan, 3 hari bersama Revan membuat Riska kembali sehat.
Riska menyiapkan piring untuk Revan sambil terus berteriak memanggil putranya.
"maaf nyonya, Den Revan sudah pergi sejak pagi"
Riska mengernyit mendengar ucapan Bi Marni, seketika itu raut wajah Riska berubah muram, Riska terduduk dengan lemas dikursinya pandangan kacau bagaimana bisa Revan pergi tanpa pamit kepadanya padahal Ervan dan suaminya belum kembali ke rumah.
"nyonya...
"pergilah, biar saya sendiri"
Riska mengangkat tangannya menyuruh Bi Marni untuk pergi, Riska terdiam dengan memainkan jari tangannya.
Air matanya mengalir, kerinduannya masih sangat besar terhadap Revan, bagaimana bisa Revan berbuat seperti itu padanya.
"kenapa Revan, kamu tak peduli lagi dengan mamah sampai kamu pergi begitu saja tanpa pamit terlebih dahulu"
"nanti pasti kembali nyonya tenang saja"
"kenapa harus selalu Revan bi, kenapa"
"karena cuma Den Revan yang bisa mengerti dengan ketidak baikan keluarga ini"
"ini tidak benar"
"lebih baik nyonya sarapan kemudian minum obatnya, kesehatan nyonya baru saja membaik jangan sampai nanti drop lagi"
"sudahlah biar saja, Revan juga tidak ada"
"sebelum pergi Den Revan bilang katanya, ponselnya akan aktif jadi mungkin bisa dihubungi untuk beberapa waktu"
Riska mengernyit menatap ART yang sudah bertahun-tahun kerja di rumahnya, setelah mengucapkan terimakasih Riska kemudian bangkit dan berlalu ke kamarnya, Bi Marni hanya menggeleng sejak Revan pergi dari rumah keadaan rumah memang tampak tenang tak pernah ada percekcokan apa pun hanya saja kesehatan Riska yang selalu menurun.
---
Hari-hari berlalu, semua berjalan dengan begitu baik sesuai dengan apa yang diinginkan Revan, orang kepercayaan Angga telah dihentikan untuk pencarian Revan hal itu bukan karena mereka tak mampu tapi karena Revan yang memintanya, mereka sudah bisa menemukan Revan tapi Revan masih keras untuk tak kembali ke rumah saat itu.
Ervan telah sedikit menyadari pengorbanan saudara kembarnya dan Ervan juga pernah meminta Revan untuk segera pulang ke rumah tapi tetap saja Revan menolaknya.
Keadaan Riska sudah normah kembali karena putranya selalu memberi kabar padanya sehingga rasa khawatirnya kini telah bisa dihilangkan.
Bahkan Revan sendiri pun sudah sangat terbiasa dengan kesendirian dimana tak ada orang tua tak ada Ervan dan tak ada Bi Marni yang selalu ada bersamanya.
Kepergiannya dari rumah selama berbulan-bulan membuat Revan bosan karena tidak adanya kegiatan kantor yang rutin dijalaninya dulu, dan karena itu Revan memutuskan untuk membuka usaha kecil-kecilan.
Usaha warung makan, Revan membuka usaha itu karena Laura, Revan kagum dengan kepandaian Laura dalam memasak sampai akhirnya Revan mengajak Laura untuk bersama membuka warung makan dengan syarat bagi hasil dan tentu saja Laura menyetujuinya.
Kini berkat warung makan yang mereka buka telah membuat keduanya semakin dekat dan saling mengenal satu sama lain, Revan juga telah lebih bisa mengimbangi Laura dalam berkomunikasi, Revan sudah bisa mengerti dengan permainan jari setiap kali Laura mengajaknya berkomunikasi.
Begitu juga dengan Laura, Revan sudah menceritakan semua tentang dirinya tentang keluarganya juga tentang Ervan saudara kembarnya.
---
"Ervan makan dulu, ayo cepat"
"masak apa bibi malam ini"
Ervan menarik kursi dan mendudukinya, Ervan tersenyum melihat hidangan makan malamnya.
"gimana, udah sesuai"
"bibi emang paling bisa"
"untunglah penghuni rumah ini tidak ada yang alergi dengan udang, jika ada kasihan sekali dia tidak bisa makan malam saat ini"
semua terkikik mendengar penuturan Bi Marni, saat siang Ervan memang memesan kepada Bi Marni jika makan malam hanya 1 jenis masakan yang boleh dihidangkan yaitu udang tapi dengan berbagai rasa dan Bi Marni memenuhi pesanannya.
Kini mereka tengan asyik menyantap hidangan makan malam yang telah diminta Ervan, mereka sangat menikmatinya tak ada alasan untuk tidak menikmatinya karena masakan Bi Marni memang begitu lezat dan cocok dilidah majikannya.
"tadi pagi Revan memberi kabar jika usahanya sudah semakin bagus"
Riska dan Angga menghentikan gerakan makannya setelah mendengar ucapan Ervan, Riska tersenyum sedangkan Angga suaminya memberi ekspresi yang kurang mengenakan.
"Revan memang selalu bisa membanggakan kalian berdua, bahkan saat jauh pun dia masih bisa membuat kalian bangga"
Riska melihat raut kesedihan diwajah putranya, tapi kini bagi Riska dan Angga putra kembarnya sama-sama membanggakan.
Perubahan Ervan mampu membuat Angga benar-benar menyamakan perhatian dan kasih sayangnya terhadap kedua putranya.
"lalu kenapa, kamu ada masalah"
"tentu tidak, harusnya memang dari dulu aku sadar bahwa Revan memang lebih unggul dalam segalanya dibanding dengan ku"
"sudahlah Ervan, kalian sama saja jangan membedakan diri sendiri seperti itu, sekarang kamu lebih bisa diandalkan dari pada Revan"
Ervan dan Riska terdiam mendengar pernyataan Angga, bagaimana bisa Angga berkata seperti itu sejak dulu Revan adalah anak kebanggaannya tapi malam ini kalimatnya telah berubah.
"Pah.....
"dikantor itu banyak pekerjaan yang masih harus dikerjakannya, kenapa dia malah sibuk membuka warung makan seperti itu, dia sudah mengecewakan papah, dia memilih pergi meninggalkan semua tanggung jawabnya hanya untuk warung makan dan gadis itu saja"
"namanya Laura Pah, bukankah bagus mereka bisa kompak seperti itu"
"Mamah benar Pah, gadis itu memberi hal positif untuk Revan"
"hal positif apa, harusnya dia bisa membuat Revan kembali ke rumah ini bersama keluarganya"
Ervan dan Riska terdiam saling memandang, tak ada lagi kalimat yang bisa mereka ucapkan pada Angga karena mungkin nantinya hanya akan menaikan emosi Angga.
Ervan bergelut dengan fikirannya, siapa gadis yang sedang bersama Revan, bagaimana bisa Revan melakukan semua itu meninggalkan kantor demi warung sederhananya "wanita itu pasti sangat istimewa" batin Ervan berkata dan membuat tangannya mengepal.
"setelah Riana siapa lagi yang bisa membuatnya bahagia, apa aku akan kehilangan semuanya lagi"
Kini Angga dan Riska yang berbalik saling memandang, Ervan tak sadar dengan apa yang baru sjaa diucapkannya karena memang tatapan Ervan tak terarah pada apa pun.