Hari demi hari Revan lalui dengan semangat dihatinya, meski ia tak tahu alur hidupnya untuk setiap langkah kakinya, Revan berusaha meyakinkan diri untuk kebahagiaan yang diucapkan Liora, Revan tak peduli dengan segala tingkah buruk Ervan terhadapnya, tak peduli dengan kemesraan Ervan dan Riana saat didepannya. Revan hanya tak sabar menantikan hari yang dimaksud lelaki tua itu, Revan tersenyum menatap kain putih ditangannya, Revan berharap akan bertemu lagi sosok Liora di dunia nyatanya.
"Revan"
Suara Ervan mengalihkan perhatian Revan dari kain putihnya.
"kau tau, papa akan melamar Riana untuk ku 2 bulan lagi"
Revan tersenyum meski ada segelintir kekecewaan dihatinya setiap kali mendengar kalimat kebahagiaan Ervan dan Riana.
"aku akan minta papa agar cepat menikahkan kami"
"selamat Ervan, aku akan selalu mendoakan kebahagiaan mu, aku doakan semoga pelaminan mu bersama Riana akan segera terwujud"
Revan bicara penuh ketenangan, ia menepuk bahu Ervan dan berlalu dari tempatnya, Ervan mengernyit melihat reaksi Revan yang sama sekali diluar harapannya "aaarrrggghh" Ervan memukul meja dihadapannya, bukan ini yang Ervan mau, Ervan sangat ingin melihat kehancuran didiri Revan tapi kenapa belakangan Ervan tak pernah lagi mendapat tontonan itu.
Keesokan harinya Revan meminta Ervan untuk menyelesaikan urusan kantor, Revan beralasan malas melakukan semuanya hal itu membuat Ervan senang karena dengan begitu ia bisa menarik perhatian orang tuanya, Ervan memang diizinkan untuk mengurus perusahaan tapi hanya jika Revan tidak bisa mengerjakannya. Dengan semangat Ervan berangkat ke kantor dan diikuti Revan yang pergi menuju pemakaman, selama diperjalanan ia tak henti tersenyum dengan kain putihnya, setelah memarkir mobilnya Revan turun dan langsung menghampiri lelaki tua yang saat itu ia temui.
"apa gadis itu datang"
"kamu benar ingin menemuinya"
"cepatlah, jika tidak untuk apa aku kesini sekarang"
"diujung sana, ada 2 makam bersisian, gadis itu selalu datang kesana namanya Lukman dan Dian, kamu bisa menemuinya disana mungkin sebentar lagi dia datang"
"dia datang pagi hari"
"iya, dia datang pagi, siang, sore atau jika dia sedang malas pulang dia akan menghabiskan sepanjang harinya disana"
"apa yang dia lakukan"
"entahlah, dia seperti punya dunia sendiri disana"
"bapak tahu siapa namanya"
"tidak, mungkin saja namanya sama dengan kekasih mu, bukankah itu yang kamu katakan"
Revan diam, ia teringat dengan inisial L.F dikain putih itu, Revan mengeluarkan kainnya dan tersenyum menatapnya, Revan memutuskan menunggu gadis itu ditempat penjaga makam setelah lama berbincang akhirnya Revan jadi tahu nama lelaki tua itu adalah Pak Rahman ia juga sudah tahu banyak cerita tentang kebiasaan gadis itu, Reva sedikit mengerti setelah mendengar cerita Pak Rahman. Dari jauh seseorang berjalan dengan ssnyum merekah dibibirnya, ia berjalan penuh semangat, Revan dapat melihat ia membawa bunga dan alat tulis ditangannya.
"dia membawa buku"
"iya, dia selalu sibuk dengan bukunya mungkin dia menulis hal apa yang ia dapat selama sehari berada dimakam itu"
Revan tersenyum, ia menatap gadis itu saat lewat didepannya "kau sudah datang" batin Revan berkata, Revan pamit untuk menyusul orang yang ditunggunya, Revan berdiri agak jauh dari gadis itu, ia terdiam memperhatikan segala pergerakan gadis didepannya. Dengan duduk ditengah makam yang bersisian gadis itu berdoa penuh ketenangan, setelah itu ia menabur bunga dipangkuannya kemakam secara bergantian, ia diam menatap 2 nisan dihadapannya setelah cukup lama ia memeluk nisan itu bergantian, Revan tersenyum hal yang sama juga selalu ia lakukan pada makam Liora. Revan berjalan mendekati gadis itu saat Revan lihat ia mulai membuka bukunya.
"permisi"
Revan menyapanya tanpa ragu seketika itu pula sang gadis menoleh.
"apa aku mengganggu mu"
Gadis mengangguk untuk menjawab pertanyaan Revan.
"maaf aku cuma mau ngembaliin ini, ini punya mu?"
Gadis itu mengangguk saat melihat saputangan yang ditunjukan Revan kemudian mengambilnya.
"terimakasih sudah meminjamkannya untuk ku, jika boleh tau siapa nama mu?"
Revan kembali mengulurkan tangannya untuk berkenalan, gadis itu mengernyit menatap Revan, ia kemudian membereskan alat tulisnya dan berlalu dari Revan.
"hey tunggu, aku bukan orang jahat"
Teriak Revan tapi tak dapat respon apa pun, sampai dipinggiran jalan Revan menarik tangan gadis itu untuk menghentikan kakinya.
"tenanglah, aku bukan orang jahat"
Revan berusaha meyakinkan tapi gadis itu tetap saja berontak untuk melepaskan tangannya.
"ok ok, ok tenang aku akan lepaskan tapi tolong jangan menghindari ku"
Perlahan Revan melepaskan genggamannya, gadis itu mengibaskan tangannya tanda ia kesakitan kulit putihnya berubah merah akibat cengkraman kuat dari Revan.
"aku minta maaf"
Gadis itu mengangguk dan kembali melangkahkan kakinya, Revan coba meraih tangannya lagi tapi gagal, gadis itu menatap tajam pada Revan.
"apa aku terlihat jahat, percayalah aku hanya ingin mengenal mu itu saja"
Perlahan Revan mendekati gadis itu meski tak lagi menghindar tapi tatapannya masih tak berubah, gadis itu memundurkan langkahnya saat Revan mengulurkan lagi tangannya.
"demi Tuhan aku ga ada maksud jahat, nama ku Revan, kamu siapa?"
Revan mengernyit saat melihat gadis itu malah semakin memudurkan langkahnya.
"baiklah, kalo gitu boleh aku mengantar mu pulang"
Revan melangkah dan membuka pintu mobilnya, gadis itu menggeleng dan menunjuk sepeda yang berada dibawah pohon, Revan tersenyum ia melihat sepeda lipat disana dan bisa dipastikan itu adalah milik gadis itu, Revan pun melangkah untuk mengambil sepedanya tapi gadis itu lari mendahuluinya dan menaiki sepedanya.
Revan menggaruk kepalanya yang tak gatal kemudian memasuki mobilnya dan mulai mengikuti gadis itu, Revan sangat gemas dengan tingkah gadis itu apa ia menyeramkan sampai membuatnya ketakutan, 20 menit berlalu mobil Revan berhenti saat sepeda yang diikutinya masuk ke halaman rumah, Revan melihat sekitar ia sadar setiap hari ia melewati jalanan juga rumah itu tapi tak pernah melihat sosok gadis tadi. Handphone Revan berdering saat Revan hendak keluar menyusul gadis itu, setelah menerima sambungan telpon wajah Revan berubah panik dan dengan cepat ia kembali melajukan mobilnya.
Revan menghentikan mobilnya disebuah klinik kemudian berlari memasukinya mencari sosok yang menelponnya beberapa saat lalu.
"Firlya, mana Riana?"
"di dalam, dokter masih memeriksanya"
"kenapa bisa seperti ini"
"tadi gue lihat Riana dan Ervan bertengkar dipinggir jalan, Ervan mendorong Riana sampai Riana tertabrak motor"
"apa???"
"tapi Ervan malah pergi gitu aja padahal ia tau kondisi Riana"
Rahang Revan mengeras, lagi dan lagi Ervan buat Riana celaka, sebenarnya apa yang dia inginkan.
"lo tenang Van, lo bisa urus Ervan nanti"
Firly coba menenangkan Revan, saat dokter keluar Revan langsung bertanya keadaan Riana, untunglah Riana masih dalam keadaan baik2 saja dan tidak mengalami luka serius.
setelah cukup bicara Revan pun masuk menghampiri Riana, belum sempat Revan bertanya Riana sudah Lebih dulu memeluknya dan menangis dipelukan Revan hal itu membuat jantung Revan berdetak diluar kendali.
"Ervan berubah"
"apa maksud mu"
"Ervan berubah, dia kasar sekarang"
"kasar"
"2 minggu belakangan Ervan sering kasar dia membentak ku dan memarahi ku tanpa sebab yang jelas bahkan kemarin dia tega menampar ku"
Ucapan Riana membuat Revan tercengang, 2 minggu terakhir Revan mulai terbiasa dengan perasaannya terhadapa Riana, Revan seakan mampu melupakan cintanya pada Riana tapi kenyataan ini membuat Revan kembali tak dapat merelakan Riana pergi, Revan ingat kemarin ia sempat mendengar Ervan menggebrak meja kantor seusai berbicara dengannya jika Ervan marah padanya kenapa harus melampiaskan pada Riana, 2 minggu Revan mampu tersenyum dan 2 minggu juga Riana mengalami penderitaan, Revan tak bisa terima semua itu Revan sudah berjanji akan melupakan Riana jika ia bahagia dengan Ervan tapi ternyata semua tidak seperti keinginan Revan, Riana bukan untuk disakiti, Revan merelakan Riana bersama Ervan hanya untuk dicintai juga disayangi