"Mah, papah berangkat"
"hati-hati dijalan nanti sampai disana langsung kabari mamah, Ervan jagain Riana"
Ucap Riska lemah, Riska adalah ibu dari Revan dan Ervan dan istri dari Angga.
Riska sakit karena terlalu stres memikirkan Revan yang tak kunjung pulang.
"Ervan pergi ya mah"
Ervan memeluk Riska sebagai tanda perpisahan mereka untuk beberapa waktu, sejak kepergian Revan orang tunya menjadi sangat hangat pada Ervan, mereka menjadi dekat seperti tak pernah terjadi masalah diwaktu lalu.
"jaga tanggung jawab mu"
"pasti"
Hari ini Ervan dan Angga akan mengikuti beberapa pertemuan di Surabaya dan mereka akan tinggal 3 hari disana, Ervan memutuskan untuk mengajak Riana sebagai semangatnya selama di Surabaya tentu atas izin orang tuanya juga orang tua Riana.
"nyonya mau makan sekarang biar saya siapkan"
Riska menatap kepergian suami dan satu anaknya, tak peduli dengan perkataan bi Marni, Riska langsung melangkah kembali ke kamarnya.
Bi Marni menggeleng melihat keadaan nyonya rumahnya yang tampak semakin memburuk, saat hendak melangkah, bel rumah berdering dengan cepat Bi Marni membukakan pintu.
"den Revan"
"suttt jangan berisik"
Seolah tak percaya dengan penglihatannya, Bi Marni menggeleng dan mengerjapkan matanya kuat-kuat.
"apa mereka ada di rumah"
"tuan baru saja pergi bersama den Ervan juga non Riana"
"kemana"
"ke Surabaya, katanya ada beberapa pertemuan, mereka akan tinggal beberapa hari disana"
Revan tersenyum mendengar penuturan Bi Marni, Revan merasa rencananya berhasil.
"lalu mamah"
"nyonya sakit karena terlalu memikirkan den Revan sampai lupa makan dan tidur"
Revan tersentak, itu satu kabar buruk yang tak ingin didengarnya.
Revan berlalu begitu saja bermaksud untuk menemui sosok tercintanya.
"Revan"
Riska histeris saat melihat putra yang dirindukannya pulang, cepat-cepat Revan memeluk Riska dan menenangkannya yang mulai terisak.
"jangan pergi lagi sayang"
"iya, Revan minta maaf"
Suara Revan bergetar, ada kerinduan yang terobati setelah sekian lama menyiksa Revan.
Revan membawa Riska duduk agar bisa berbicara lebih tenang.
"kenapa kamu ga pulang"
"Revan sengaja pergi, biar mamah sama papah bisa lebih perhatian pada Ervan"
"bukan begitu caranya"
"tenanglah, Revan baik-baik saja, Revan lelah harus terus berselisih dengan Ervan dan Revan harus melakukan ini untuk bisa memperbaiki semuanya"
"mamah ga mau kamu pergi lagi"
"Revan pergi untuk kembali, mamah jangan khawatir mamah harus fokus sama Ervan selama Revan ga ada buat Ervan merasa kalau kalian juga menyayanginya, samakan perhatian kalian untuk Ervan seperti untuk ku"
"kami menyayangi Ervan"
"Ervan tak dapat merasakan itu selama aku ada disini, biar aku pergi untuk sementara demi Ervan, kita tak bisa terus-terusan berseteru setiap saat kita adalah keluarga, mamah harus sehat demi Revan, Ervan juga keluarga kita"
---
Keesokan hari, Revan pamit untuk keperluan diluar, Revan memutuskan untuk tinggal di rumah selama Ervan belum kembali setelah itu Revan akan kembali meninggalkan rumah dan Riska menyetujui hal itu.
Revan menghentikan mobilnya di halaman rumah yang sudah sering dikunjunginya, sejak Revan pergi dari rumah, Revan sering mengunjungi rumah itu untuk bisa dekat dengan penghuninya meski tak pernah berhasil.
Gadis itu selalu saja menghindarinya semakin Revan mengejarnya semakin jauh pula gadis itu darinya, tapi hari ini Revan yakin akan berhasil karena Revan lebih dulu meminta doa mamahnya agar apa yang menjadi tujuan Revan bisa cepat diraihnya.
"mas, hey mas"
Revan melirik suara yang memanggilnya, Revan melihat seorang ibu yang mengisyaratkan agar mendekatinya, dengan perasaan bingung Revan menurutinya.
"mas ngapain bolak-balik terus kesitu"
"saya.....
"mas jujur saja"
Revan menatap ibu dihadapannya dengan seksama berharap bisa memberinya bantuan saat ini.
"sebenarnya saya ingin mengenal gadis itu bu tapi saya ga ngerti dia selalu saja menghindar setiap kali saya dekati"
"mas maksa dia berbicara"
"iya, saya ingin mengenalnya sudah pasti itu"
"mas ga akan bisa berbicara dengannya karena dia memang ga bisa bicara mas"
"apa?"
"sebaiknya mas berfikir ulang untuk menyukainya jangan sampai menyesal dan akhirnya menyakiti perasaannya"
Revan terdiam, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya *apa benar dia behagia ku Liora* batin Revan bertanya.
"jika mas masih mau mendekatinya, harus pelan-pelan jangan memaksakan apa pun agar dia bisa tetap tenang"
Tuturnya yang kemudian pamit dari Revan, sesaat Revan terdiam menatap rumah minimalis didepannya, apa yang harus dilakukannya sekarang, Revan ingin mengejar bahagia yang diucapkan Liora tapi kenapa harus gadis itu apa Revan bisa mengimbanginya nanti.
dengan sisa kenyakinan dihatinya Revan melangkah kembali ke pintu rumah dan mengetuknya, beberapa saat menunggu pintu pun terbuka Revan terdiam menatap gadis yang tersenyum padanya.
Revan mengerjap saat sebuah tangan melambai di depan wajahnya, Revan tersenyum berusaha menutupi kebingungannya.
"boleh aku minta minum"
Revan mendapat anggukan darinya, Revan duduk diteras menunggu minumannya, fikiran Revan melayang pada kata-kata Liora, revan seakan ragu dengan suara Liora yang didengarnya saat itu mungkin saja itu halusinasinya saja.
Revan tak sadar jika gadis itu telah duduk disampingnya, dengan gemas ia mengguncang bahu Revan dan membuat Revan tersentak, Revan melirik gadis itu dan menerima minumannya.
Revan memperhatikan setiap gerak gadis disisnya yang tampak tersenyum menatap setiap sisi halaman rumahnya, Revan merasa tenang melihat senyumnya, senyum yang menghanyutkan bagi siapa saja yang melihatnya tanpa sadar Revan ikut tersenyum.
"kamu tinggal sendiri"
hanya anggukan yang Revan dapat.
"orang tua mu"
Revan mengernyit, ada bias kesedihan diwajahnya saat mendengar pertanyaan Revan.
"lupakan, kamu punya handphone"
Dan hanya gelengan kepala yang di dapat.
"baiklah, aku ada handphone, apa kamu bisa menulis nama mu disini"
Revan bertanya dengan hati-hati sambil menyodorkan handphonenya, respon yang baik gadis itu mengangguk dan mengambilnya sambil tersenyum ia menuliskan namanya dan segera mengembalikannya.
"Laura Farensa"
Gadis itu tersenyum mendengar Revan menyebutkan namanya dan kemudian mengernyit saat Revan tanpa sadar menyebutkan nama "Liora Fransiska" .
Revan kembali mengerjap saat Laura merebut handphone dan mengecek tulisannya, Revan tersenyum melihatnya.
"maaf, tulisannya benar hanya saja nama mu mengingatkan aku pada seseorang"
Laura menggangguk dan tersenyum mendengar penjelasan Revan.
"Laura, apa kamu mau jalan-jalan"
Laura mengernyit menatap Revan, Revan tersenyum dan balik menatapnya.
"tenanglah, aku akan mengantar kemana pun kamu mau anggap saja ini salam perkenalan kita, boleh"
Sesaat Laura berfikir kemudian mengangguk, Revan girang sendiri saat tau jawabannya keduanya bangkit kemudian Laura berlalu masuk ke rumahnya dan kembali dengan mendorong sepedanya.
"kamu ga mau pake mobil"
Laura menggeleng kemudian menutup pintu rumahnya, Revan mengangguk dan cepat menaiki sepeda saat Laura menutup pintu rumahnya