pagi-pagi Revan memasuki ruangan kerjanya, setumpuk berkas menunggunya untuk dikerjakan, 3 hari kemarin Revan sibuk dengan dunianya bersama Liora sampai lupa dengan dunia nyatanya bersama keluarga dan perusahaan.
Ketukan pintu berhasil memecah fokus Revan, ia lantas mempersilahkan masuk orang dibalik pintu.
"Pak Revan, Pak Ervan minta dicairkan dana sekitar 180juta"
Revan mengernyit mendengar penuturan Cindy, Cindy adalah karyawan bagian keuangan diperusahaan Revan.
"untuk apa"
"untuk modal awal kerjasama dengan perusahaan Pak Wira, kemarin Pak Ervan meeting disana"
Setelah mendengar penjelasan Cindy, Revan menggeleng tanda melarang Cindy untuk mencairkan dana yang diminta Ervan.
"jika Ervan datang suruh menemui ku, kamu ga perlu meladeni kemarahannya"
Tegas Revan yang mengerti dengan perubahan diwajah Cindy, Cindy mengangguk dan berlalu dari ruangan Revan.
Saat jam pulang Revan menjalankan mobilnya dengan santai, ia terlihat menikmati perjalanannya menuju rumah, hal yang rutin Revan lakukan setiap hari.
Revan menghentikan mobilnya saat lampu lalu lintas berwarna merah, Revan melihat kanan jalan, ia melihat bangunan sederhana sebuah rumah yang jauh dari kemewahan tapi memiliki halaman cukup luas, Revan memperhatikan 1 orang dewasa dan 5 orang anak, mereka tertawa bersama sesekali ada anak yang memainkan jemari tangannya tak lama kemudian mereka semua tertawa. Revan tersenyum ia kembali teringat Liora, dulu Revan dan Liora sering bermain tebak-tebakan menggunakan jari tangannya dan keduanya tertawa persis yang dilakukan 6 orang disana.
Bunyi klakson kendaraan dibelakangnya berhasil membuyarkan lamunan Revan lampu lalu lintas telah berganti hijau, Revan kembali melajukan mobilnya.
Sampai di rumah, Revan melihat Firly yang duduk diteras bersama seorang wanita dengan cepat Revan menghampiri keduanya.
"Firly, gue fikir lo udah lupa sama gue"
Sapa Revan pada Firly dengan pukulan dibahu kanannya.
"santai"
Firly memeluk Revan sesaat, wanita disamping Firly tersenyum dan menggeleng.
"mangsa baru"
Tanya Revan datar, mendengar pertanyaan Revan, Firly langsung menoyor kepala Revan, ketiganya tertawa bersamaan.
"sorry canda doang"
"santailah, kenalin dong calon istri gue"
Firly berucap dengan bangga memperkenalkan wanitanya pada Revan.
"calon istri, yakin mau sama Firly"
Canda Revan sambil menatap wanita dihadapannya, wanita itu tersenyum menatap Revan.
"lo jangan ngeremehin gue"
"serius amat Pak, ok kenalin gue Revan sahabat terbaik calon suami lo"
Revan mengulurkan tangannya dan disambut baik oleh orang dihadapannya.
"Jihan"
setelah mengetahui namanya, Revan mengangguk dan melepaskan tangannya.
Firly tampak melihat sekitar rumah mencari satu sosok yang menjengkelkan baginya.
"ayo masuk, ngobrol di dalam aja"
"eh tunggu, Ervan ada di rumah"
"ga ada, dia pasti pergi sama Riana"
"baguslah, berarti aman, gue takut diembat juga kaya punya lo"
Revan terkikik mendengar ucapan Firly, sejak kejadian perkelahian pertama Revan dan Ervan karena Riana dulu, Firly jadi sering bersikap aneh saat berada dekat dengan Ervan, Firly sering menyindir Ervan dengan berbagai hal yang akhirnya akan berkaitan dengan perselingkuhan.
---
Sepekan berlalu, tiba untuk Revan beristirahat dari berbagai urusan kantor. Pagi hari Revan bangun lengkap dengan handuk kecil di pundak dan headshet yang terpasang ditelinganya, sambil mendengarkan musik kesukaannya di ponsel, Revan berlari kecil mengitari komplek perumahannya menghirup sejuknya udara pagi itu.
Revan menghentikan kakinya dan duduk santai dibawah pohon, tempat itu tempat favorit Revan, ada kenyamanan tersendiri baginya saat berada ditempat itu.
"sendirian aja"
Satu suara telah membuyarkan lamunan Revan, ia menoleh saat satu tubuh telah duduk disampingnya.
"Riana"
"kenapa sendiri?"
Ada setitik rasa bahagia dihati Revan saat gadis yang dicintainya duduk bersama dirinya.
"kamu juga sendiri"
"iya, Ervan ga mau diajak kesini"
"dia masih tidur tadi"
Revan tersenyum dan memalingkan wajahnya dari Riana.
"Revan"
Revan hanya bergumam saat mendengar Riana memanggilnya.
"sejak kita putus sikap kamu berubah"
Untuk sesaat Revan melirik Riana, ucapan Riana mampu membuat Revan terusik.
"kamu jadi dingin sejak aku sama Ervan, padahal Ervan bilang kamu selalu marah kalau terjadi sesautu sama aku, tapi kenapa sikap yang kamu tunjukan ke aku itu berbeda"
"tak perlu membahas itu"
"kalau masih peduli kenapa harus bersikap dingin"
"diamlah Riana"
Revan mulai enggan melanjutkan pembicaraannya, Revan menundukan kepalanya, tangannya sibuk memainkan rumput yang dipijaknya.
"Ervan menyayangi ku, dia menjaga ku dengan sangat baik dan juga.....
Kalimat Riana menggantung, ia menatap lelaki disampingnya, Riana coba memanggil Revan yang tetap saja menundukan kepalanya dan tak menjawab panggilannya. Riana menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya perlahan.
"Revan, aku ingin berbagi semua kebahagiaan ku bersama Ervan pada mu"
Ucapan Riana membuat jantung Revan berdegup diluar kendali, ternyata Riana sama sekali tidak mengerti dengan perasaannya.
"Revan, kamu mau mendengarkan ku"
"katakan"
"kamu tau, aku merasa beruntung memiliki Ervan, dia lelaki yang baik dan perhatian, aku bisa merasakan kasih sayangnya begitu besar untuk ku"
Revan menatap Riana yang bercerita dengan senyuman penuh dibibirnya.
"Ervan selalu tampak kacau jika terjadi sesuatu pada ku, dia selalu menyalahkan dirinya sendiri meski pun itu bukan kesalahannya, dia selalu mengutamakan aku"
Revan merasakan sesak yang teramat didadanya, sebahagia itukah Riana bersama Ervan, kenapa hati Revan tak bisa menerima kenyataan itu, kenapa Revan tak bisa mengikhlaskan Riana untuk saudara kembarnya, fikiran Revan melayang pada masa indah dirinya bersama Riana, Revan yakin kebahagiaan Riana dengan Ervan sama besar seperti saat bersamanya harusnya Revan senang Riana bahagia bersama Ervan, tapi kenapa Revan tak bisa melakukan itu, menutup hati tentang Riana dan kembali mencari cinta yang baru.
"Revan"
Panggilan Riana membuat Revan tersentak, ia melirik Riana dan tersenyum menatapnya, berusaha menguatkan hati saat rasa sakit tengah menghimpitnya.
"kamu benar bahagia dengan Ervan"
"iya, aku bahagia, aku berharap kamu bisa menemukan kebahagiaan seperti yang aku dapat sekarang"
"tenanglah Riana, kamu tak perlu memikirkan aku, fokus saja dengan jalinan kasih mu bersama Ervan, jika kamu bahagia berarti Ervan memang lelaki yang tepat untuk mendampingi mu"
Hati Revan semakin teriris karena ucapannya sendiri, ia selalu berharap dirinya yang tepat bagi Riana tapi kini jelas bagi Revan kebahagiaan yang Riana utarakan bersama Ervan telah menutup celah terkecil untuk Revan bisa kembali memiliki Riana, mungkin ini saatnya bagi Revan melangkah mencari kehidupan barunya.
---
Mobil Revan kembali terhenti dipemakaman umum, langkah Revan gontai menuju nisan Liora. Revan duduk lemah disamping makam Liora, air matanya mengalir begitu saja, betapa lemah Revan saat ini.
"aku merindukan mu"
Kalimat pertama yang selalu Revan ucapkan pada nisan Liora.
"kamu lihat aku Liora, kamu tau apa yang aku rasakan saat ini"
Tangis Revan semakin dalam, ia menunduk ke makam Liora.
"kamu tau, Ervan meminta papa dan mama untuk melamar Riana dan kamu tahu 2minggu lalu Riana dengan jelas mengutarakan kebahagiaannya dengan Ervan pada ku"
Revan meremas bunga dan tanah yang menjadi sandarannya saat ini, mencari kekuatan untuk hatinya yang terhimpit rasa sakit, masih jelas ditelinga Revan saat Riana bercerita dan saat Ervan meminta melamar Riana, hal itu membuat seakan tak ada lagi damai kehidupan untuknya saat ini.
"kenapa Liora, kenapa hati ku tak bisa lepas dari Riana, kenapa aku harus selemah ini, setiap hari aku bertemu banyak wanita kenapa tak ada satu pun yang menarik perhatian ku, aku sangat mencintai mu Liora dan setelah kepergian mu hanya Riana yang mampu mendatangkan cinta dalam hati ku seperti cinta ku pada mu tapi kenapa dia harus pergi, kenapa harus Ervan, Liora kenapa"
Revan tersedu memeluk nisan Liora meluapkan semua beban yang menyiksanya selama ini.
"tolong Liora, beri aku kebahagiaan, aku membutuhkan mu untuk hidup ku"
Beberapa saat berlalu ketika Revan setia dengan isakannya, sesosok gadis cantik yang sangat dirindukan Revan hadir tepat dihadapannya, ia duduk dan membawa Revan berbaring dipangkuannya, ia tersenyum menatap Revan senyuman itu senyum terindah yang pernah Revan lihat, ia mengusap lembut kepala Revan memberi ketenangan pada lelaki lemah dihadapannya.
Revan terpaku, ia tak henti menatap wanita itu.
"berhentilah, kamu bukan lelaki lemah, kuatkan hati mu untuk menyambut kebahagiaan mu"
Ucap wanita itu seraya mengusap air mata Revan dengan kain putih ditangannya.
"tak lama lagi kebahagiaan akan datang untuk hidup mu"
Dengan penuh keyakinan ia berkata pada Revan, Revan tersenyum perlahan ia memejamkan matanya menikmati kenyamanan yang lama ia rindukan. Mata Revan kembali terbuka saat seseorang menepuk bahunya.
"kamu sudah terlalu lama disini"
Revan mengerjap, ia melihat langit sudah gelap, Revan baru menyadari ia telah tertidur ditempat itu.
"Liora"
Ucapnya tiba2, ia menatap lelaki tua dibelakangnya dia adalah penjaga pemakaman disana, lelaki tua itu tersenyum menepuk punggung Revan.
"dia sudah tenang disana, ikhlaskan dia, kamu masih harus melanjutkan hidup mu"
Revan kembali melihat sekeliling, rasa tak percaya menggerayangi hati Revan, cepat ia bangkit dari duduknya, kepalanya tertunduk melihat sehelai kain putih jatuh dikakinya, Revan mengambilnya dan melihat inisial L.F dikain itu
"dia ada Pak, ini saputangan miliknya, L.F itu Liora Fransiska, dia disini"
Revan antusias tapi lelaki tua itu menggeleng dan menunjuk punggung seorang wanita yang mulai memghilang dari pandangan.
"dia yang memberi kain itu, dia mengusap keringat mu waktu tadi kamu mengigau"
**
kejarlah Revan, dia yang akan mendatangkan bahagia untuk hidup mu
**
Revan mengernyit saat telinganya mendengar satu suara yang berbicara padanya, Revan menatap nisan Liora setitik semangat menyembul begitu saja dihati Revan, tanpa permisi Revan berlari kearah sosok wanita itu.
Nafas Revan terengah, sampai ia lelah berlari sosok wanita itu tak dapat ditemukannya, dengan kecewa Revan kembali ke makam Liora tapi seperti pintu kebahagiaan telah terbuka, lelaki tua itu masih setia ditempatnya menyaksikan langkah tak berdaya Revan.
"2 minggu sekali setiap hari rabu dia datang kesini, datanglah 2 minggu lagi kamu akan bertemu dengannya"
Jelasnya seraya melangkah pergi meninggalkan Revan.