Aku duduk lemas ke sofa di belakangku, sampai handphone terlepas dan terlempar pelan ke pojok sofa. Aku mengambil nafas berat dan membenamkan wajah ke pinggiran sofa. Kepalaku mulai terasa berat dan sakit memikirkan tindakanku.
" Tidak, apa yang kulakukan?"
" Bukan, bukan ini yang aku ingingkan."
"Andai saja aku tidak ikut campur, mungkin ini tidak akan terjadi."
Kalimat-kalimat penyesalan itu mulai terdengar dan memenuhi kepalaku.
"Aaaannmmm." begitulah suara teriakan ku yang tertahan oleh pinggiran sofa. Rasa sakitnya benar-benar membuat kepalaku rasanya mau pecah. Sampai mendadak ada suara langkah kaki yang lumayan keras, terdengar dari luar rumah mendekat. Aku langsung mengusap wajah, menyilangkan kaki, dan mengalihkan pandanganku ke TV. Sekarang aku terlihat seperti memperhatikan TV.
"Ceklek" suara gagang pintu di belakangku, diikuti dengan suara seorang perempuan memanggil namaku dan sepertinya aku mengenalnya.
"Di! Hardi!" panggilnya
" Ya?, kenapa mak?." Aku langsung menengok kebelakang, dan terlihat Ibuku dengan kantong plastik serta wajahnya yang terlihat panik.
"Kamu sudah tau belum?, guru kamu yang di blok sebelah meninggal."
"Udah mak, tadi di grup WA baru aja diomongin sama temen-temen." jawabku dengan suara pelan dan menunduk
"Ohh yaudah, kamu sudah sarapan belum?. Ini ada nasi uduk." Balas Ibuku dengan senyum kecil sambil mengangkat sedikit kantong plastik yang dia bawa di tangan kanannya
"Udah mak, tadi udah goreng telor!" jawabku
"Yaudah kalo kamu mau makan lagi, tinggal ambil aja. Emak taruh atas meja makan" Ibu langsung berjalan pelan ke dapur dan menaruh nasi uduk tadi di atas meja.
Tentu saja aku tidak ingin Ibuku, satu-satunya keluargaku yang tersisa khawatir dengan beban pikiran dan perasaan yang sedang ku rasakan. Tapi sepertinya dia tau kalau aku sedang banyak pikiran.
Sepanjang hari itu aku habiskan di depan TV. Tanpa makan dan mandi, hanya duduk di depan TV sambil sesekali bermain game dengan lesu. Dan aku juga sadar bahwa Ibuku beberapa kali memperhatikanku dari jauh dengan wajah cemasnya.
Tak terasa matahari sudah terbenam dan lampu-lampu sudah mulai dinyalakan menerangi gelapnya jalanan.
Aku mulai beranjak dari sofa hendak masuk ke kamar. Tapi tiba-tiba Ibu memanggilku.
"Kamu gak makan di?" Tanya ibuku
"Gak ah, masih kenyang." Jawabku sambil menutup dan mengunci pintu.
Aku langsung melepaskan seragam yang sudah dari kemarin menempel di tubuhku, dan kuganti dengan bercelana pendek dan telanjang dada, bersiap tidur. Kututup jendela kamar, menyalakan kipas, dan langsung menjatuhkan tubuh, telentang ke atas kasur. Terlihat jam dinding sudah menunjuk ke angka delapan.
"Huuufttt...hahhhh." dengan menarik dan mengeluarkan nafas yang lumayan dalam, aku mulai menutup mataku.
Suasana perumahan di malam hari yang tenang dan sepi disertai beberapa kali suara klakson kecil dari mobil dan motor penghuni blok yang baru pulang, benar-benar cocok untuk orang-orang yang ingin beristirahat setelah capek seharian beraktivitas. Tapi tidak dengan suasana otakku yang semakin penuh oleh suara-suara rasa bersalahku
Suara-suara itu semakin menjadi-jadi dan membuat dadaku sesak. Tak tahan menahan sesak di dada, seperti terkena kejutan listrik aku bangun dan terduduk di kasur. Sambil melihat jam dinding yang sudah menunjuk ke angka 1, tanganku meraba-raba kasur mencari handphoneku.
"Aduh, kemana HP gua? kok gak ada?" Dengan panik aku mulai mencari handphoneku, sampai ku lempar bantal dan sprei ke lantai.
Tapi begitu membalikkan badan, aku langsung terdiam. Disana dari jendela yang terbuka itu, aku dapat melihat di atap rumah tetangga, seseorang sedang berdiri menghadap ke arahku. Aku langsung menundukkan wajah, bergerak perlahan mendekati jendela dan menutupnya. Kubalikkan badan lagi, kemudian berbaring dan menutup mata berusaha tidur kembali.
Saat ku menutup mata bukan hitam gelap yang terlihat, tapi cahaya putih yang sangat terang membakar mata. Cahaya itu benar-benar menyiksa mata, sebenarnya ingin sekali aku membuka mata, tapi tidak kulakukan, karena aku dapat mendengar dengan jelas, ada suara nafas berat tepat di depan wajahku yang disertai dengan aroma bunga melati yang sangat menyengat.
Siksaan ini diperparah dengan mendadak muncul suara ketukan jendela yang keras.
Tak...tak....tak...tak...tak
Suara ketukan itu semakin lama semakin keras dan cepat.
"Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa...."
Lengkingan panjang dan keras terdengar dari seseorang atau sesuatu yang tadi di atas wajahku. Aku langsung menutup kedua telingaku dengan tanganku
Tak...tak....tak...tak...tak...tak....tak.
"Haaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..."
Aku hanya bisa berusaha menutup mata, mulut, hidung dan telingaku. Hampir semua panca indraku benar-benar tersiksa malam itu. Sampai tiba-tiba terdengar ketukan pintu.
Tok...tok...tok
Pandanganku mulai gelap, bau bunga yang menyengat sudah tak tercium, begitu pula dengan suara lengkingan dan ketukan jendela sudah tak terdengar lagi.
"Huffftt." Dengan hembusan nafas yang panjang, Aku duduk dan perlahan membuka mata. Suara ketukan pintu kembali terdengar, yang diikuti dengan suara Ibuku.
Tok...tok...tok.
"Di, kamu sekarang masuk jam berapa?." Ibuku bertanya dengan suara lembut.
"Sekarang." Jawabku sambil melihat jam dinding yang menunjukan angka 6
"Yaudah bangun dong, cepetan mandi. Ongkos kamu Mak taruh samping tv."
"Iya!" jawabku
Sambil menguap dengan mulut terbuka lebar aku keluar kamar, mengambil handuk, dan langsung mandi. Setelah mandi, aku kembali ke kamarku menyiapkan tas dan seragam. Setelah semuanya siap, aku langsung berangkat ke sekolah dengan motor. Aku mengambil rute yang sedikit berputar, agar tidak melewati kedua rumah itu.
Setelah sampai di sekolah dan memarkirkan motor, aku langsung bergegas ke ruang kelas. Yang ada dipikiranku sekarang ini hanyalah ingin tidur dibawah sejuknya udara AC kelas, aku bahkan mengabaikan sapaan satpam dan guru yang menyapaku.
Sesampainya di kelas, aku langsung menaruh tasku di lantai belakang, menjadikannya sebagai bantal dan berbaring dengan santai.
"Ahhh, nitmatnya..." Hanya kata itu yang terucap di mulutku setelah melewati malam penuh siksaan yang terjadi semalam.
Suasana sekolah di pagi hari yang sepi, ditambah dengan udara AC kelas yang menyejukkan, mulutku mulai menguap dan mataku perlahan menutup. Akhirnya aku bisa merasakan kenikmatan tidur yang sangat kurindukan.