Chereads / Rewrite the Star / Chapter 4 - Yang Tidak Diketahui

Chapter 4 - Yang Tidak Diketahui

***

Zio Reinand Prasetya

Nama seseorang yang akhir-akhir ini selalu membuatnya kesal ntah lah hanya saja mendengar atau bahkan nama nya terlintas di fikiran nya saja bisa membuat mood nya hancur, sekarang dimata Lika semua yang pria itu lakukan adalah kesalahan, padahal kejadian beberapa hari yang lalu bukan lah masalah besar tetapi berbeda disisi Lika, karena pria itu membuat ia harus memikirkan berbagai cara untuk memberikan kode keras terhadap kaum adam tetapi tidak di respon sama sekali. Sampai-sampai ia harus melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukannya dan menurutnya itu adalah hal yang sangat amat sangat memalukan.

Ah Sudahlah.

Lupakan

Jangan diingat

Dan jangan ingatkan kembali tentang hal itu.

**

Hari ini seluruh sudut yang ada di SMA Alfa Centauri dipenuhi murid-murid yang berkeliaran bak anak ayam yang sedang mencari induknya. Lorong-lorong sekolah di penuhi dengan manusia-manusia yang melakukan berbagai kegiatan sembari menunggu waktu.

Tepat jam 7 pagi setelah bel masuk kepala sekolah mengumumkan bahwa hari ini seluruh kelas dibebaskan pembelajaran dikarenakan para dewan guru sedang melakukan rapat, walaupun tak diizinkan untuk pulang tetapi siswa/i SMA ini tetap bersuka cita. Setidaknya mereka tidak harus dipusingkan dengan hafalan atau bahkan hitungan untuk beberapa waktu ke depan.

Disaat semua manusia ditempat ini bersuka cita tampak ada satu manusia yang merasa hari ini adalah hari yang sangat menyebalkan baginya, mengapa demikian?. Jawabannya adalah karena manusia itu sedang merasa kelelahan.

Ya manusia tersebut adalah Lika, ia lebih memilih meletakkan kepalanya di atas meja dan menyumpal telinganya dengan tali putih yang menyambung ke benda pipih di sakunya.

Lagu yang dibawakan oleh Hailee Steinfeld dan grey mengalun lembut di telinganya membuat ia pun mulai bersenandung kecil mengikuti lagu tersebut.

You know just what to say

Thing's that scare me

I should just walk away

But I can't move my feet

The more that I know you,

the more I want to

Something inside me's changed

I was so much younger yesterday,

ohhh...

I didn't know that I was starvin 'til I tasted you

Don't need no butterflies when you give me the whole damn zoo

By the way...

Belum selesai lagu yang Lika dengarkan tetapi mengapa lagu itu sudah berhenti. Ia pun mengangkat kepalanya dan lihat dua manusia aneh sedang berdiri di samping mejanya.

"Mau apa?."

"Kantin yuk, eh gak deh jalan keliling sekolahan aja yuk." Dan kalian pasti sudah tau siapa yang Lika bilang manusia aneh yang berdiri disampingnya, mereka adalah Rai dan tania.

"Berisik!!! Gue mau tidur." Jawab Lika datar, sedatar papan tulis.

"Tumben." Sahut salah satu diantaranya.

"Udah sana, kalian aja yang pergi, gue disini aja." Lika kembali meletakkan kepalanya dan menyumpal telinganya dengan tali putih itu lagi dan memutar kembali lagu yang sempat terhenti, ia tak perduli apapun yang akan sahabat-sahabatnya katakan, entah mengapa ia hanya ingin ketenangan untuk hari ini saja.

**

Jadwal baru yang Lika jalani kini, membuat ia harus pandai-pandai dalam membagi waktu, seperti sekarang ia sedang melakukan jadwal barunya, yaitu belajar dengan salju bisa digaris bawahi salju, mengapa ia memberikan perumpamaan demikian, karena salju itu tak hanya berupa es yang dingin tapi angin yang membawa nya juga dingin.

"Sudah?."

"Lo nanya apa jelasin sih."

"Jawab."

"Belum lah, lo fikir otak gue IQ nya kayak orang terpintar di dunia apa, kalau otak gue kayak mereka gak mungkin gue cari guru les, gimana sih lo."

"Bawel."

Lika pun kembali mengerjakan tugas yang membuatnya harus menguras tenaga layaknya seorang pahlawan untuk menyelesaikan beberapa soal yang diberikan, dan tanpa Lika sadari seseorang sedang membuat garis tipis sangat tipis di bibirnya, namun karena fokusnya Lika ia tak sempat memperhatikan itu.

Beberapa detik, menit, hingga jam pun Berlalu.

"Yeyyyy. Tugas gue selesai. Nih."

"Hm."

"Gak ad kata-kata lain apa selain Hm Ya, Geleng-geleng, nganguk-nganguk."

"Gak."

"Nih orang ya, Udah kaku, jutek, ngomongnya irit, nyebelin, hidup lagi." Ucap Lika dengan suara yang sangat kecil, walaupun begitu seseorang yang ia bicarakan mendengar apa yang ia ucapkan.

"Gue denger." Ucap sesorang.

"Upsss!."

Betapa malunya ia karena orang yang ia bicarakan mendengar ucapannya, ternyata tidak hanya matanya saja yang tajam tetapi pendengaran nya juga.

"Selesai."

"Hah???."

"Selesai."

"Ish... Kalau ngomong tuh yang jelas dong, lo dikasih mulut dikasih pita suara buat ngomong, bukan buat dipajang."

"Belajarnya udah selesai." Zio pun membereskan buku-buku serta alat tulis yang ia bawa.

"Terus?."

"Pulang." Singkat, padat, dan kadang-kadang Jelas, kadang-kadang juga tidak. Seperti itu lah cara bicara Zio. Entah itu hanya berlaku ketika bersamanya saja atau bahkan belaku untuk semua orang.

"Oh. Yaudah pulang sana." Entah mengapa Lika merasakan emosinya memuncak setelah kejadian yang beru terjadi. Ia bukan kesal kepada Zio, ia kesal pada dirinya sendiri karena kenapa ia bisa lupa bahwa Zio itu tajam dalam hal apapun, bahkan tajamnya Zio bisa mengalahkan tajamnya pisau yang baru diasah ataupun belati.

"Assalamualaikum."

Setelah mengucapkan salam Zio pun segera pergi. Jika kepentingan nya sudah selesai ia akan pergi, karena ia tak suka harus berlama-lama dirumah orang. Apalagi harus di rumah cewek yang akhir-akhir ini harus sering ia temui, rasanya malas sekali harus beberapa jam bersamanya, menurutnya gadis itu seperti punya banyak ide untuk mengganggu nya, ia tak tahu apakah gadis itu berniat mengganggu atau sekedar untuk mendapatkan perhatiannya saja. Ia tak tau ada angin apa sampai ia menerima tawaran sepupunya untuk mengajari gadis tersebut.

**

Setelah pulang dari rumah Lika, Zio tidak langsung pulang kerumahnya ia lebih memilih melajukan kendaraannya ke sebuah bangunan yang sudah mulai usang tetapi isinya begitu berharga, karena di sana Zio merasakan keceriaan yang tiada taranya.

Tempat ini bernama Panti Asuhan Sinar Keceriaan. Seperti namanya tempat ini hanya berisi keceriaan para anak-anak yang ditelantarkan orang tuanya, walaupun mereka memiliki beban di hidupnya tak tampak sekalipun kesedihan di wajah mereka.

Mereka semua diajarkan untuk ikhlas menjalani hidup, karena kita hidup bukan untuk hari ini saja, tetapi ada hari esok, esoknya lagi dan seterusnya. Kita tidak boleh hanya terpaku pada satu masalah, masalah akan bisa selesai dengan sendirinya, sedangkan hidup kita tak tahu kapan hidup ini akan segera selesai.

Banyak sekali pembelajaran yang Zio dapatkan disini, kadang kala ia lebih betah disini dibandingkan dirumahnya sendiri. Karena disini ia bisa berbagi apapun yang ia punya dan yang ia bisa kepada anak-anak.

Diantara semua anak ada sepasang anak yang selalu nempel kepada Zio, yaitu Dion Haziq dan Lily Fhania,

Setiap Zio ketempat ini ia selalu menyempatkan diri untuk bermain dengan mereka, baginya keceriaan kedua sobat kecilnya ini adalah baterai untuk mengisi kegembiraan nya agar mampu bertahan di dunia fana ini.

Ia merasa amat sangat beruntung karena ia masih di berikan kesempatan untuk bisa melihat bahkan bisa membahagiakan kedua orang tuanya, sedangkan anak-anak yang berada disini adalah keterbalikan dari hidupnya. Kadang hidup yang kita keluhkan ini adalah hidup yang diinginkan orang lain.

Ketika senja telah tiba Zio pun beranjak pulang.

"Bang Zio pulang dulu ya." Ucap Zio dengan nada lembut yang hanya ia tunjukkan disini.

"Yah, Lily masih mau main sama bang Zio." Dengan mata yang berkaca-kaca ia pun menghampiri serta memeluk Zio erat, melihat itu anak-anak lainnya pun menghampiri Zio dan ikut memeluk Zio.

"Nanti bang Zio nya kesini lagi kok, ini kan udah magrib bang Zio nya harus pulang, nanti bang Zio di marahin mamanya kalau belum pulang ke rumah." Sahut seorang wanita paru baya dengan pengertian dan setengah bergurau.

"Janji ya bang Zio kesini lagi.?"

"Iya janji ya..."

"Janji bang Zio."

Zio pun tersenyum lalu mengucapkan satu kata yang dapat membuat semua anak-anak tersebut kegirangan dan berhenti bertanya.

"Janji."

***