Chereads / Rewrite the Star / Chapter 9 - Mengembalikan Mood

Chapter 9 - Mengembalikan Mood

***

Hampir setengah hari Lika dan Zio menghabiskan waktu mereka di Panti Asuhan Sinar. Banyak hal yang mereka dapat lakukan di sana, mulai dari bermain bersama anak-anak yang ada di panti, bercerita, memasak makan siang bersama, hingga akhirnya sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 20.37, dan anak-anak sudah terlelap dari setengah jam yang lalu karena cerita dongeng yang dibacakan oleh Lika. Banyak pengalaman baru yang ia dapatkan hari ini, seperti membacakan dongeng, sebelumnya ia belum pernah melakukan hal itu karena ia tidak memiliki seorang adik, mungkin nanti ketika ia sudah menikah dan memiliki anak.

Ia mengulang kembali memori ketika apa yang sudah ia lakukan kepada sang ibunda, terlalu sering ia membuat mama nya kesal, membantah omongan mama nya, tidak mendengarkan nasehat ayahnya, dan masih banyak lagi kesalahan nya kepada orang tua nya. Ia memikirkan nya berulang-ulang kali, betapa beruntungnya ia masih merasakan moment seperti itu, masih bisa merasakan amarah, dan kasih sayang orang tua nya lewat omelan yang sering ia dengar. Tetapi lain hal nya dengan anak-anak yang ada disini. Jangankan tau wajah orang tua nya, namanya saja bahkan mereka tidak tau. Baiklah kedepannya ia akan berusaha menjadi anak baik, ya walaupun akan khilaf sekali dua kali membantah tapi ia akan terus berusaha menjadi anak yang lebih baik lagi, dapat membuat orang tuanya bangga, dan selalu membuat kedua orang tua nya tersenyum.

Selain itu juga ia dapat melihat apa yang tidak bisa dilihat orang lain, ekspresi lain yang tidak ditunjukkan si manusia kutub a.k.a Zio Reynand Prasetya di depan orang lain. Dan tampaknya baru ia saja selain keluarga Zio sebagai orang luar yang melihat ekspresi langka Zio. Kalian setuju bukan jika Lika menyebutnya ekspresi langka. Lika masih bertanya-tanya mengapa ia di ajak ke tempat ini, secara ia belum terlalu dekat dengan Zio bukti nya pria itu masih saja jutek terhadap nya. Tetapi pertanyaan lain kembali muncul, ketika Zio meng IYA kan pertanyaan Bunda Via saat ditanya apakah Lika adalah pacar Zio.

Ada yang aneh dengan pria itu.

Apakah secepat ini ia bisa meluluhkan hati Zio?.

Ataukah ia hanya di permainkan oleh Zio?.

Ah rasanya tidak, bukti nya Zio mengajak nya ke panti asuhan keluarga nya, Bunda Via juga bukan lah orang asing tetapi tante kandung Zio, yang artinya keluarga Zio.

Apakah Zio perlahan-lahan mulai memperkenalkan ia dengan keluarga nya?

Apakah ini tandanya lampu hijau untuk Lika terus maju mendapatkan hati seorang Zio Reynand Prasetya?

Senyum tak luntur dari bibirnya seharian ini, dan itu juga menjadi perhatian Zio. Iya, Zio melihat senyum yang terpancar di bibir Lika seharian ini, entah mengapa hati nya merasa lega. Ketika mereka hanya bertukar pesan waktu itu rasanya belum selega saat ini karena belum dapat menyaksikan langsung senyum Lika yang ternyata semanis cherry. Dan ya, mungkin inilah alasan Zio mengajak Lika ke panti asuhan keluarga nya. Ia ingin menyaksikan senyum Lika secara langsung, dan terbayarkan seharian ini, ternyata misi khususnya berhasil.

Dan pertanyaan pun muncul di benak Zio, apakah ia sudah mulai menyukai Lika?.

Entah lah, terlalu dini untuk menafsirkan nya. Mereka baru saja saling mengenal dan dekat, ia masih belum bisa menjabarkan apa yang ia rasakan. Masih terlalu abu-abu untuk nya.

Dikarenakan waktu yang sudah larut, Zio pun akhirnya mengantarkan Lika pulang ke rumah nya dengan selamat. Lika yang turun duluan diikuti oleh Zio di belakangnya, Zio harus bertanggung jawab mengantarkan Lika dengan selamat hingga di depan pintu rumah.

"Gue engga mampir, orang tua lo lagi gak di rumah."

"Iya, makasih ya." Terimaksih? Zio menatap Lika dengan raut wajah penuh tanya. Melihat itu Lika paham bahwa Zio butuh penjelasan lebih lanjut.

"Makasih udah ngajak gue ke sana, gue seneng." Senyum manis terpatri kembali di bibir Lika, Zio ingin membalas senyuman itu namun tubuh nya tidak dapat bekerjasama dengan hati nya. Wajah nya tetap datar dan tenang, tetapi tidak dengan hati nya. Cukup dengan mengangguk adalah balasan Zio.

"Gue pamit."

"Hati-hati dijalan ya."

"Waktu belajar nanti gue kasih tau."

**

Dikarenakan Lika memiliki jadwal syuting hari ini, terpaksa ia harus terbangun pada dini hari. Karena udara yang masih dingin, Lika pun memutuskan untuk mandi menggunakan air hangat. Semua perlengkapan sudah ia masukkan ke dalam mobil seperti baju, sendal, sepatu, make up, dan perlengkapan lain nya. Orang tuanya juga belum bisa pulang hari ini, tugas ayah nya tidak lah secepatnya itu bisa terselesaikan. Sedari kecil ia sudah di beri pengertian mengenai pekerjaan ayahnya yang termasuk pegawai negeri sipil, tetapi ia cukup bersyukur karena sesibuk-sibuk nya sang ayah ia masih menyempatkan waktu untuk keluarga nya.

Barang di dalam mobil sudah ia cek kembali, seketika ia rindu sang mama, biasanya mama nya yang akan mengecek kembal barang yang akan ia bawa ke lokasi syuring, dan kadang kala akan memarahi nya ketika ada barang yang ia lupa, seperti obat-obatan Lika sering kali lupa membawa nya, padahal itu termasuk dalam jajaran barang penting dalam list mama nya.

"Ya ampun Lika, kamu ini kok bisa barang penting seperti ini kamu lupakan. Iya emang barang nya kecil tetapi fungsi nya itu loh yang penting banget, jangan di sepelekan."

"Lika ini kenapa sendal nya engga kamu bawa, nanti kalau mau pergi sholat atau capek pake sepatu kan bisa pakai sendal Lika."

"Lika, ini kenapa baju yang kemarin masih kamu bawa, cepet masuk ke mesin cuci ini baju nya, dan langsung ambil baju lain nya buat di bawa ke lokasi syuting."

"Lika, ini kenapa jaket nya Cuma bawa satu aja, lokasi syuting kamu itu dingin bawa yang banyak baju nya juga yang lebih tebal biar engga kedinginan."

Seperti itu lah ibunda tercinta nya. Mengingat nya Lika tersenyum sekaligus sedih. Tersenyum karena ia masih saja melakukan hal yang sama walaupun sudah sering di ingatkan hingga membuat mama nya kembali dan kembali memarahi nya. Sedih karena ia sangat rindu mama nya yang sedang jauh di sana menemani ayah nya. Sudah hampir 2 minggu ia long distance relationship a.k.a LDR dengan orang tua nya. Ah sudah lah terlalu lama ia memikirkan nya akan membuat ia semakin sedih.

Setelah mengunci pintu rumah dan pagar, Lika pun melajukan mobil nya menuju arah lokasi syuting yang bisa membutuhkan waktu 30 menit dari rumah nya. Karena masih dini hari jalanan hari ini cukup lenggang. Ia juga tidak perlu menghidupkan AC mobil nya cukup membuka kaca jendela ia sudah dapat merasakan sejuk dan segar nya udara. Hal yang cukup dapat menaikkan mood nya.

Tetapi tunggu seperti nya ia melupakan sesuatu. Lika menepikan mobil nya dan berfikir apa yang ia lupakan, ia melihat ke sekeliling mobil nya barang-barang nya terlihat sudah lengkap semua dari yang kecil, sedang, hingga besar. Berarti ia bukan melupakan barang-barang nya. Beberapa detik berlalu, hingga...

Ah, ia Lika ingat.

Surat Izin.

Tidak bukan surat izin mengemudi, ia sudah mendapatkan nya beberapa bulan yang lalu, ia segera mengurus tanda kependudukan, dan surat izin mengemudi nya 2 hari setelah ulang tahun nya yang ke 17 tahun. Surat izin yang ia maksud di situasi ini adalah surat izin berhalangan hadir karena ia harus ke lokasi syuting.

Ia lupa belum izin kepada wali kelas nya bahwa ia berhalangan hadir hari ini. Ia pun segera mengambil bolpoin dan kertas untuk menuliskan surat izin berhalangan hadir hari ini. Bukan ingin memalsukan surat, hanya saja karena sang ibunda sedang berada di luar kota mengharuskan Lika menulis sendiri surat izin nya, jika ada sang ibunda di samping nya maka sang ibunda lah yang menulis surat dan bertanda tangan.

Setelah selesai menulis surat ia kembali menjalankan mobilnya menuju arah sekolah nya yang tidak terlalu jauh dari tempat nya berhenti saat ini, hanya tinggal belok ke kiri dan lurus sedikit maka akan sampai di depan gerbang sekolah nya SMA Alfa Centauri, untuk menitipkan surat kepada satpam sekolah yang sedang berjaga. Satpam SMA Alfa Centauri sudah cukup mengenal Lika dari seorang Zhalika Shafira yang masih meniti karier tahap demi tahap hingga menjadi seorang Zhalika Shafira yang kini banyak dikenal orang-orang.

Kalian pasti bertanya-tanya mengapa Lika tidak homescooling saja. Bukan nya kebanyakan artis lebih memilih homescooling daripada sekolah di sekolahan umum. Jawaban nya karena Lika ingin belajar, bersosialisasi, dan mengenail banyak orang. Homescooling biasa nya ia hanya bertemu guru saja, dan Lika tak ingin merasakan situasi yang monoton seperti itu, jika ia bersekolah di sekolahan umum ia bertemu lebih banyak orang dan yang pasti nya bisa mengukir lebih banyak kenangan. Apalagi semasa sekolah menengah atas, kata orang banyak kenangan yang akan kamu rasakan, mulai dari sedih hingga bahagia dan Lika ingin merasakan semua nya, bukan hanya belajar dan bertemu orang itu-itu saja. Sangat membosankan.

Mobil yang Lika kendarai tiba di depan gerbang SMA Alfa Centauri. Ia turun dan berjalan menuju ke arah pos satpam. Tampak pak Jamal yang sedang menyeruput secangkir kopi di temani acara pagi di salah satu stasiun televisi.

"Subuh pak Jamal." Merasa nama nya terpanggil, pria itu menolehkan pandangan nya ke arah pintu pos satpam.

"Eh, neng Lika, pasti masu nganterin surat izin ya."

"Yah, udah ketahuan ya." Sedikit bersenda gurau sembari memberikan surat tersebut kepada pak Jamal.

"Nanti saya akan siap mengantarkan surat ini dengan selamat aman damai sentosa sejahtera adil dan makmur kepada wali kelas nya neng Lika." Lika yang mendengar ucapan pak Jamal tidak dapat menahan tawa nya.

"Terima kasih pak, kalau gitu Lika pamit ya pak, padahal Lika masih mau ngobrol sama pak Jamal, tapi Lika gak bisa lama-lama soal nya ada syuting pagi."

"Iya, engga apa-apa atuh neng, masih banyak hari untuk kita kembali ngobrol bareng lagi, semangat neng Lika syuting nya untuk menghibur semua orang."

"Terima kasih sekali lagi nih Lika sama pak Jamal sang raja main kartu."

"Nah itu benar tuh julukan nya, kapan-kapan bapak kalahin lagi ya."

"Siap 86 pak, Lika pamit ya pak, permisi."

Jika saja mood bisa dilihat seperti mengisi daya ponsel mungkin mood Lika sekang sudah pada angka 79 persen. Senyum masih tetap bertahta di bibir nya sepanjang jalan ini.

Apakah ini dampak dari keberuntungan nya kemarin?.

Rasa nya tidak mungkin.

Bisa saja karena ia kembali mengingat kenangan bersama ibunda tercinta, dan bersenda gurau bersama pak Jamal. Selain sering melontarkan ucapan yang dapat membuat tertawa hingga sakit perut pria itu juga selalu menang melawan siswa/siswi ketika bermain kartu remi bahkan catur, banyak siswa yang menyebutnya master karena keahlian nya tersebut.

***