"Ini dunia nyata bukan dunia fiksi yang selalu bisa ditebak."
- Zio Reinand Prasetya
***
Kerja kerja kerja dan hanya kerja yang Lika selalu lakukan akhir-akhir ini. Lika mendapatkan peran utama dalam suatu film yang bergenre romantis, dimana di film tersebut ia diharuskan untuk menjadi seorang gadis Tunarugu yang mencintai seorang pria tampan nan rupawan namun bersikap dingin, butuh waktu berminggu-minggu untuk menyelesaikan syuting ini. Karena ini adalah pengalaman pertama Lika memerankan sebagai seorang gadis tunarungu. Dan ia tak menyia-nyiakan perannya kali ini, baginya hitung-hitung cari pengalam baru.
Tepat jam 3 sore Lika menyelesaikan aktivitasnya, hari ini ia melakukan cukup banyak adegan yang menguras tenaga, setelah dirasa semuanya selesai ia pun segera menuju ke mobil Honda Jazz Merah-nya yang selalu menemaninya setiap hari, kemanapun dan kapanpun, bagi Lika mobilnya itu sangat berharga dan mempunyai history tersendiri karena mobil itu ia beli dari hasil jerih payahnya selama ini. Ia pun melajukan mobil kesayangannya itu menuju tempat ternyamannya yaitu rumah.
Ditengah perjalanan Lika tak sengaja melihat seorang pria yang baru saja keluar dari salah satu supermaket dengan menenteng 2 kantong besar khas supermarket tersebut.
"Itukan si kaku yang suka ada diperpustakaan itu." Gumamnya. "Mau kemana dia???Apa gue ikutin aja ya???." Lanjutnya. Karena rasa penasarannya lebih kuat dari egonya ia pun mengikuti pria itu.
Setelah menempuh waktu yang cukup lama akhirnya motor yang dikendarai pria tersebut berhenti disebuah panti asuhan.
"Ngapain dia kepanti asuhan???.". Gumam Lika. Berbagai pertanyaan pun muncul di otaknya, Lika mulai berfikir apakah ia harus membuntuti pria itu atau tidak, setelah ia pertimbangkan dengan matang akhirnya ia pun memutuskan untuk pergi dari tempat itu.
**
Seperti biasanya Lika dan kedua sahabatnya selalu menghabiskan waktu pagi mereka di tempat yang sudah bisa dibilang sebagai basecamp mereka, karena tempat itu selalu didatangi oleh ketiga remaja itu selain pohon rindang pasti nya, dan tempat itu adalah pojok kantin mbok ijah, alasannya karena kantin tempat itu adalah tempat yang tepat untuk melihat apapun dan dari sisi manapun.
"Rai udah dapet belum gurunya?." Setelah lama berdiam akhirnya Lika pun membuka pembiacaraan diantara mereka bertiga.
"Sumpah demi apa? Lo minta tolong sama si mboy ini tis." Sahut Tania dengan kehebohannya yang tak pernah tertinggal, selain heboh Tania juga suka mengganti nama orang- orang yang ada disekitarnya, sepeti Rai menjadi mboy artinya tomboi, Lika menjadi tis artinya artis dan lainnya, kadang Tania juga mengganti nama-nama guru. Untung saja orang-orang yang Tania ganti namanya tak pernah marah, karena mereka menganggap Tania sudah kehabisan obat-obatan dirumahnya atau baru keluar dari RSJ.
"Berisik!!!." Jawab Lika dan Rai bersamaan.
"Menurut lo gimana?." Sahut Rai sembari menyeruput jus jeruk yang tersisa setengah gelas.
"Mana gue tau Rai, kan lo yang tau."
"Nah tu ngerti, udah santai aja."
"Ish lo mah." Lika mulai kesal dengan sahabatnya yang satu ini, selain ketus Rai juga irit berbicara kepada siapapun itu baik keluarga, sahabat, dan orang lain.
Kringgg
"Eh udah bel tu ke kelas yuk." Ajak Tania.
Mereka pun meninggalkan kantin dan kembali ke rutinitas sebagai seorang pelajar, yaitu belajar.
**
Berakhir sudah pelajaran Metematika hari ini, itu membuat para siswa mendesah lega karena pelajaran yang paling menyeramkan sudah berakhir. Bagi kebanyakkan orang Matematika merupakan pelajaran terberat sepanjang masa, dan banyak orang didunia ini menginginkan pelajaran tersebut dihapus untuk selama-lamanya, dikarenakan betapa sulit nya menyelesaikan perhitungan angka-angka yang ada berdasarkan rumus. Namun sayangnya itu tak akan pernah terjadi, karena ilmu matematika pasti digunakan dalam kegiatan sehari-hari walaupun tidak menggunakan rumus untuk menghitung nya. Setelah memasukkan alat-alat belajar para siswa langsung berebutan menuju kantin.
"Kalian duluan aja ya, gue masih ada urusan nih."
"OMG Hello Doubel Ta Triple Nia ada urusan apa lo, cih sok sibuk lo???." Tanya Tania yang kadar ke kepo an nya mulai timbul.
"Lo tu ya udah kepo bawel berisik hidup lagi, udah mending kalian duluan aja ntar gue nyusul." Teriak Lika dan berlari keluar kelas.
"Mau kemana dia???." Bisik Tania kepada Rai, menurutnya apapun yang ia tanyakan harus mendapat jawaban karena ia sudah mengeluarkan energi untuk berbicara tetapi kadang tak direspon dan rasanya Sakitnya tuh disini.
"Kepo amat lo, mending kita ke kantin, lapar nih gue." Ajak Rai.
"Lapar mulu lo, ntar jadi gemuk kayak Cojin difilm kartun yang adek gue tonton judulnya itu apa ya lupa gue ... apa ya??? oh iya gue ingat, kartun Naruto yang rambutnya warna kuning bajunya warna Oren Biru eh gak deh Oren Hitam, eh...?!?!?! ah tau deh, eh... Rai tungguin gue dong."
Lika POV
"Lagi lagi disini tuh cowok, penunggu perpustakaan kali ya."Gumamnya.
Lika sengaja ke perpustakan untuk menanyakan apa yang ia lihat kemaren kepada pria itu, menurutnya pria tersebut amat sangat misterius dan itu membuatnya ingin menyelidiki pria tersebut, terbesit dalam fikirannya ia sudah seperti anggota-anggota FBI. Lika pun berjalan mendekati pria yang sedang asik dengan bukunya itu.
"Hai..." Sapa Lika.
"Hmmm." Gumam pria tersebut sepertinya ia malas untuk berbicara dengan wanita yang akhir-akhir ini selalu menghampirinya atau memang mengikutinya.
"Lagi ngapain???."
"Punya mata kan." Jawabnya sinis.
"Ah... Ehm iya, emangnya kenapa???." Tanya Lika lagi, menurutnya dengan mencoba berbaik hati dengan pria itu akan membuatnya semakin mengenal pria itu. Semoga saja.
"Gak."Jawabnya singkat.
"Oh iya, gue Lika." Sepertinya kalau tak Lika yang memulai pembicaraan ia dan pria itu tak akan berbicara.
"Gue gak nanya nama lo."
"Hm... gue cuman mau bilang aja, kalau nama lo siapa???."
"Zio." Jawabnya datar dan berlalu pergi dari hadapan Lika.
"Lah... Lah!?!?!?!?! Kok malah pergi." Gumamnya kesal tapi ia mendapat keberuntungan karena ia sudah mengetahui nama pria itu, tersemat senyum yang manis di bibirnya. Entah apakah rencana Lika selanjutnya, dan hanya ia dan tuhan lah yang tau.
**
Author POV
Menunggu adalah hal yang paling dibenci Lika, karena menunggu itu merupakan suatu hal yang terasa dekat tapi sulit untuk digapai, Rai berpesan kepadanya bahwa guru yang akan mengajarnya akan datang tepat jam 3 sore, tetapi hingga jam menunjukkan 15:15 orang yang ditunggu-tunggu belum juga menampakkan batang hidungnya.
Ting Tong
"Dateng juga tuh orang, gue fikir gak bakalan dateng, kalau tu orang kagak dateng dan lebih lagi gak seperti yang gue mau, bakalan gue potong-potong tu si cewek jadi-jadian." Gumamnya lalu berjalan menuju pintu untuk melihat siapa yang datang.
Ketika pintu terbuka betapa terkejutnya Lika mengetahui bahwa orang yang berada di hadapannya.
"Zio?!?!."
"Oh jadi Rai minta gue buat ngajar lo."ucapnya datar. "Jadi lo temennya Rai." Lanjutnya
"I...iya, silahkan masuk." Lika pun membawa Zio yang ternyata adalah guru les baru untuk nya ke ruang khusus untuk biasa nya ia belajar.
"Sebelum kita belajar, gue punya beberapa syarat yang harus lo ikutin."
"Apa???."
"Nih baca." Zio pun memberikan Lika selembar kertas yang berisi peraturan selama Lika menjadi muridnya
Syarat - Syarat Yang Harus Dipatuhi :
1. Tidak Boleh Mengaktifkan Handphone Selama Belajar.
2. Tidak Boleh Telat Jika Belajar Selain Dirumah.
3. Jika Tak Bisa Mengikuti Les Seperti Bisa Segera Memberi Tahu Kepada Saya.
4. Jika Diberi Tugas Segera Dikerjakan.
5. Patuhi Apapun Yang Saya Bicarakan.
"Cuman ini doang." Tanya Lika, menurutnya peraturan ini tidak terlalu sulit untuk ia jalani. Mungkin untuk sekarang, tidak tau kedepannya.
"Ya."Jawaban singkat seperti biasa. "Ini kerjakan tugas ini, setelah selesai akan gue koreksi, kalau banyak yang salah lo kerjain ulang." Lanjutnya.
Lika pun mematuhi perkataan Zio, sebenarnya didalam hatinya ia bersorak gembira bak mendapat durian runtuh karena kali ini Zio tidak hanya berbicara Hm Ya kepadanya, tetapi sudah banyak kosakata yang ia bicarakan kepada Lika, ini adalah awal yang baik untuknya ia harus berterima kasih dan juga meminta maaf karena sudah berburuk sangka kepada sahabatnya itu.
**
Hari ini Lika merasa amat sangat bahagia, berkat salah satu sahabatnya ia akhirnya bisa mewujudkan misinya, ia ingin bertemu dengan sahabat tomboi-nya itu, ia ingin memeluk dan berterima kasih tak perduli jika ia dikatakan suka sesama jenis yang penting ia merasa sangat amat sangat bahagia hari ini.
"Mawar Anggraini..." Teriakan Lika menyebabkan semua yang ada didalam kelas menatapnya dengan tatapan bingung. "Hehehe sorry...sorry." Ia hanya bisa menahan malu dengan tingkahnya yang begitu konyol hari ini.
"Ada apa sih, dapet lottre lo." Balas Rai
"Ini tuh lebih dari dapet lottre Rai." Jawabnya dengan penuh semangat seperti semangat para pahlawan sewaktu membela tanah air kita Indonesia.
"Apa sih ka."Timpal Tania.
"Sebelum gue bilang yang terjadi gue mau nanya sama lo Rai."
"Apaan???."
"Rai jawab dengan jujur Zio Reinand Prasetya itu siapa lo???." Tanya Lika penuh selidik seakan-akan sedang memberikan pertanyaan kepada mafia ketika diberikan pertanyaan oleh polisi.
"Sepupu." Sungguh jawaban yang singkat padat dan jelas, jawaban tersebut pun membuat Lika tercenggang dan berbagai pertanyaan pun memenuhi kepalanya.
Sepupu. Kata itu terngiang di otak nya, Sepupu. Artinya mereka dekat. Dan itu membuat Lika tersenyum lebar.
"Demi apa lo." Tanya Lika dengan sejuta keterkejutannya.
"Demi Anjasmara."
"Woy itu idola emak gue, jangan dibawa-bawa nape." Jujur saja setiap Lika mendengar siapa saja yang menyebutkan nama Anjasmara itu mengingatkannya kepada ibunya, karena ibunya sewaktu muda dulu sangat mengidolakan aktor itu.
"Eh... ntar deh yang lagi kalian omongin itu siapa sih." Sahut Tania.
"Lo tuh Tulalit banget sih."
"Ih jahat banget sih." Sahut Tania dengan menampilkan wajah puppy eyes nya
"Dih kayak guguk gak dikasi makan lu." Sahut Rai.
Saking kencangnya Lika dan Rai tertawa membuat penghuni kelas menatap ke arah mereka bertiga dengan wajah yang tidak bisa diartikan.
"Ngapain lo semua liatin kita, emang kita makanan apa diliatin gitu." Karena ucapan spontanitas Tania itu membuat Lika dan Rai semakin tak bisa menahan tawa mereka.
"Lah kalian kenapa malah ketawa sih ih resek, mommy tolong anakmu yang sedang teraniaya ini mommy, capek hati hayati."
"Hahaha, sejak kapan nama lu jadi hayati, lu ganti nama kok gak bilang-bilang sih."
"Au ah!!!."
"Cup cup cup hayati marah yah, kita beli permen yuk."
"Ihhhhhhh kalian nyebelin, tau ah." Tania pun akhirnya meninggal kan teman-temannya karena ia sudah merasa sedih, galau, teraniaya, sepertinya cukup lengkap untuk membuat nya menjadi badmood hari ini.
"Temen lu ngambek tu Ka." Ucap Rai sedikit tertawa.
"Temen lu juga, udah ah bentar lagi masuk nih, jam istirahat aja kita bujuk dia."
**
Hujan turun dengan derasnya membuat anak-anak SMA Alfa Centauri Bandung harus berteduh sementara, diantara semua orang yang sedang berteduh terlihat seorang gadis yang sedang gelisah memikirkan kapan hujan ini akan berhenti.
"Duh kapan sih berhentinya ntar telat nih, mana hari ini hari kedua gue les sama si kaku lagi, aduh gimana ya, arghhhhhhh...." Ucap Lika tersebut semakin frustasi.
"Lebay!!!."
Tiba-tiba seseorang menjawab ucapan Lika, dengan nada santai namun tetap menunjukkan sifat dingin seperti es. Karena jawaban orang tersebut membuat Lika mencari dari mana sumber suara tersebut.
"Zio!!!."
"Hm."
"Gue fikir lo udah pulang, gue takut lo ngehukum gue karna gue telat."
"..."
"Zio...!!! Jawab dong."
"Berisik."
"Duh lebat banget hujannya mana gue lupa bawa jaket lagi, dingin banget sih." Ucap Lika dengan menambah oktaf suaranya agar Zio mendengar ucapannya agar Zio tau apa yang ia inginkan dan memberikan jaket yang sedang Zio gunakan kepada nya seperti pasangan-pasangan yang ada difilm drama yang sering ia perankan.
Namun setelah lama menunggu Lika tak kunjung mendapatkan jaket seperti yang dilakukan cowok-cowok dalam film drama romantis, ternyata harapan tinggallah harapan.
Walaupun Zio tahu apa arti dari ucapan Lika, ia tak perduli akan hal itu, baginya tak semua yang ada didunia fiksi bisa terjadi didunia nyata, dunia fiksi dan dunia nyata itu sangat amat sangat berbeda, di dunia nyata hanya ada skenario takdir kita tidak bisa menebak apa yang akan terjadi kedepannya, sedangkan dunia fiksi pasti setiap orang bisa menebak apa yang akan terjadi bahkan endingnya sekalipun mudah untuk ditebak asalkan kita mengikuti alur cerita dari awal.
Kembali beralih ke Lika, ia merasa kesal karena kode keras yang ia ucapkan tak bereaksi apa-apa terhadap sesosok disampingnya ini, dari pada sakit hati terlalu dalam ia pun memutuskan untuk mengalihkan perhatiannya ke benda persegi panjang kesayangannya.
***