"Udah ga usah di ladenin Ran, nanti malah ribut." Teriakku supaya Randi mengurungkan niatnya untuk menghampiri mobil tersebut, dan supaya Randi tidak melakukan hal yang tidak-tidak dan justru merugikan dirinya sendiri.
Akhirnya Randi hanya menyusul mobil tersebut dan mengklakson motornya berkali-kali di depan mobil tersebut tanpa berkata-kata.
"Gua kan udah janji sama Ibu lu, kalo lu ga bakalan lecet sedikit pun." Mendengar perkataannya barusan, rasanya aku seperti telah benar-benar di lindungi olehnya.
"Iya udah, ga apa-apa kok gua nya juga."
"Yakin ga apa-apa? Ga ada yang sakit? Atau keseleo gitu?"
"Engga kok. Ga ada yang luka juga."
"Syukur deh kalo gitu."
Perjalanan kami di lanjut. Di jalan Randi banyak bercerita tentang keluarganya. Mulai dari kakek dan neneknya yang sudah tiada, tentang Ibu dan Ayahnya, juga tentang Abang dan adik-adiknya. Aku pun menanggapi ceritanya dengan menceritakan tentang keluargaku juga.
Sebenarnya aku dan Randi cukup mengetahui tentang keluarga kami masing-masing. Namun hanya sekedar tahu, tanpa ada maksud lain.
"Lu ga mampir dulu?"
"Boleh deh, mau ketemu Ibu lu."
"Assalamualaikum Bu."
"Waalaikumsallam. Eh Randi, udah pulang?"
"Iya nih. Maaf ya Bu kalo kemalaman."
"Ah baru jam 8, engga malam banget kok. Makasih ya udah nganterin Kia sampai ke rumah lagi. Mau mampir dulu? Makan dulu yu."
"Ga usah Bu, saya langsung pulang aja."
"Yahh, gitu ya. Ya udah deh, sekali lagi makasih ya Ran."
"Iya sama-sama Bu. Ki, balik dulu ya. Assalamualaikum."
"Waalaikumsallam." Aku dan Ibuku membalas salamnya secara bersamaan. Kini Randi akhirnya pulang ke rumahnya.
Walaupun Randi sudah pergi dan tidak bersama ku lagi, tapi sepertinya aku tidak akan pernah melupakan peristiwa seharian tadi bersamanya di dalam hidupku selamanya.
*****
Di rumah.
Setelah aku bersih-bersih, aku langsung mejatuhkan tubuhku di atas kasur. Kegiatanku kali ini adalah melihat-lihat hasil potretan aku bersama Randi di Panorama Pabangbon tadi. Bagus. Hasilnya sangat bagus sekali. Ada beberapa foto juga yang sudah di cetak langsung dari sana.
Aku yang merupakan seorang perempuan, jiwa ingin memamerkan foto romantis dengan laki-laki yang tampan meronta-ronta. Pada malam itu juga aku langsung mengupload beberapa fotoku bersama Randi. Ada juga foto yang sedang bersama dengan temannya Randi di akun instagramku. Dengan caption "Fotonya berdua tapi statusnya jomblo." Memang sebenarnya caption tersebut agak sedikit menyindir Randi sedikit tentang hubungan kami berdua. Kami berdua selalu bersama tetapi tanpa memiliki hubungan yang jelas. Karena kami berdua sama-sama jomblo.
Belum ada like dan komen yang terlalu banyak setelah aku mengupload foto tersebut di instagran. Mungkin karena aku menguploadnya pada tengah malam. Aku juga sempat berpikir tentang komentarnya Elina terhadap foto yang aku upload barusan. Namun mau bagaimana, sepertinya Elina sudah mengetahui tentang kedekatan aku dan Randi. Jelas-jelas Randi juga tidak suka dengan Elina. Jadi, bukan sepenuhnya salah aku kan?
Setelah selesai mengupload fotoku di instagram, aku tidak bisa tidur hingga pukul 00.00. Entah karena apa aku juga tidak tahu. Sampai pada akhirnya pukul 02.00 pagi aku mendapatkan kabar duka jika Nenekku meninggal dunia. Aku sangat terkejut mendengar berita tersebut yang di sampaikan oleh kakakku. Karena Nenekku selama ini memang tinggal bersama kakakku. Awalnya Nenekku sehat-sehat saja, dia tidak sakit apapun sebelumnya. Namun umur memang tidak ada yang tahu. Jika Tuhan telah berkehendak, maka terjadilah.
Ibuku dan Ayahku langsung pergi menggunakan sepeda motor ke rumah kakakku. Karena Nenekku kini memang tinggal bersama kakakku. Aku yang sedang menunggu Ayahku kembali ke rumah untuk menjemputku, pada saat itu aku memberikan kabar duka tersebut kepada Randi.
"Ran, Nenek gua meninggal."
Ternyata Randi juga belum tertidur. Tidak membutuhkan waktu lama, dia langsung membalas pesan singkat dariku.
"Innalillahi. Turut berduka cita Ki."
"Iya. Makasih Ran."
"Nenek lu sekarang di rumah sakit apa di rumah?"
"Di rumah."
"Di rumah kakak lu ya?"
"Iya."
"Lu ga ke sana?"
"Nunggu di jemput Ayah gu. Dia sekarang lagi nganterin Ibu gua dulu."
"Gua jemput aja ya?"
"Ga usah Ran, nanti gua ngerepotin lu."
"Santai aja. Kasian Ayah lu bulak balik gitu. Lagian gua lagi ga bisa tidur ini. Gua jemput aja ya. Bentar gua siap-siap dulu."
"Ga usah Ran, beneran."
Pesan singkat terakhirku tidak di baca oleh Randi. Aku berpikir bahwa dia benar-benar akan menjemputku. Maka dari itu, daripada nanti Ayahku sampai juga ke rumah, kasihan. Langsung saja aku kabari Ayahku jika aku akan ke rumah kakakku bersama Randi.
Benar saja, tidak lama suara motor Randi terdengar di depan rumahku.
"Ki, gua udah sampe nih."
"Iya bentar."
Aku yang sudah siap untuk pergi ke rumah kakakku dengan mengenakan pakaian serba putih, yang merupakan warna identik dengan kematian di dalam agamaku, dan kerudung berwarna cokelat muda pun keluar dari rumah untuk menemui Randi dan berangkat ke rumah kakakku.
"Ya udah yu, langsung pergi," ucap Randi kepadaku. Aku pun langsung menaiki sepeda motor Randi dan pergi menuju ke rumah kakakku yang sekaligus tempat tinggal Nenekku.
*****
Di jalan yang biasanya Randi banyak berbicara, kini dia hanya terdiam tanpa satu kata pun yang terdengar dari mulutnya. Aku pun hanya terdiam. Aku sedih karena Nenekku telah meninggalkanku, tetapi aku juga merasa bahagia karena Randi selalu ada di sampingku dalam keadaan senang maupun susah.
Rumah kakakku yang terletak tidak jauh dari rumahku, sehingga hanya membutuhkan waktu selama 10 menit saja untuk sampai di sana.
Disana sudah terdapat kakak-kakakku, Ibu, Ayah, anak-anak dari Nenekku, bahkan tetangganya yang sedang berkumpul di rumah kakakku itu untuk membacakan surat Yasin dan doa kepada Nenekku.
Di sana aku melihat Nenekku telah terkujur kaku yang di selimuti dengan kain yang berwarna cokelat tua menutup seluruh tubuhnya mulai dari dada hingga kakinya, dan kain berwarna putih tembus pandang yang menutupi bagian wajahnya sehingga kami semua yang berada di sini masih bisa melihat wajahnya yang sedikit tersenyum.
Pada saat itu juga tumpah tangisanku di depannya. Aku menangisi diriku karena aku tidak bisa melihat Nenekku untuk yang terakhir kalinya. Randi yang pada saat itu mengantarkanku, dia juga ikut masuk ke dalam.
"Jangan nangis Ki, doain aja Nenek lu," ucap Randi menenangkan aku.
Aku pun langsung mengambil kitab kecil yang di dalamnya terdapat surat Yasin dan doa-doa. Begitu juga dengan Randi, dia membacakan surat Yasin untuk Nenekku.
Setelah Randi selesai membacakan surat Yasin, dia pamit kepadaku untuk pulang ke rumahnya. Karena sekarang waktu juga sudah menunjukkan pukul 04.00 pagi, dan dia belum tertidur sama sekali.
"Ki, gua balik dulu ya. Nanti kalo ada apa-apa kabarin gua aja. Gua juga insyaAllah besok ke sini lagi kok."
"Iya Ran, makasih ya udah nganterin gua."
"Iya, sama-sama Ki." Kini Randi pergi meninggalkan aku. Dia telah pulang ke rumahnya. Aku juga sebenarnya kasihan kepadanya, karena dia sudah tidak tidur untuk menemani aku pergi ke sini.
Aku yang juga belum tidur, di tambah lagi aku menangis membuat mataku sangat sembab. Kini waktu telah menunjukkan pukul 08.00 pagi. Nenekku mulai di mandikan. Setelah itu di kafani dan akan di kuburkan.
Acara penguburannya akan di lakukan pukul 10.00 pagi di tempat pemakaman keluarga kami yang berada tidak jauh dari tempat tinggal Nenekku. Suara mobil ambulance berbunyi, mengantarkan Nenekku ke tempat peristirahatan terakhirnya. Aku memutuskan untuk ikut ke pemakaman dengan menaiki mobil ambulance yang di dalamnya juga terdapat Ibuku dan juga kakakku. Di luar sana juga banyak yang mengendarai motor dengan mengibarkan bendera kuning untuk menandakan supaya pengendara lainnya supaya memberikan jalan untuk kami.
Sekitar selama kurang lebih 20 menit akhirnya kami sampai di pemakamanan tersebut. Tanpa berlama-lama, acara penguburan Nenekku di lakukan. Suara azan yang di kumandangkan oleh Abangku kepada Nenekku untuk yang terakhir kalinya. Doa-doa di panjatkan oleh Ayahku langsung. Aku dan keluarga tidak segera pulang. Tiba-tiba terdapat pesan singkat dari Randi.
"Nenek lu di makamin dimana Ki? Sorry ya tari gua ketiduran. Baru bangun."
"Iya, ga apa-apa kok Ran. Lu semalaman kan udah ga tidur. Nenek hua di makamin di pemakaman keluarga yang ada di Cilandak Ran."
"Lu pulang sama siapa?"
"Naik ojek online kayanya. Soalnya tadi gua ke sini naik mobil ambulance."
"Gua jemput aja. Sorry ya gua bangunnya kesiangan. Jadi ga bisa datang ke pemakaman Nenek lu. Share loc aja sekarang."
"Ga usah, gua udah ngerepotin lu semalam."
"Gua juga sekalian mau keluar. Ga apa-apa, share loc aja."
Aku pun segera mengirimkan lokasi yang sekarang sedang aku kunjungi.
"Kia sama Ayah aja, biar Ibu yang naik ojek online. Kamu udah sembab banget matanyaa, sekalian cari makan ya sama Ayah," ucap Ibuku.
"Ga usah Bu, Ibu aja yang sama Ayah. Aku di jemput Randi."
"Oh gitu, ya udah deh. Kamu hati-hati ya. Bilang ke Randi buat mampir beli makan dulu ya?" Perintah Ibuku.
"Iya Bu."
Tidak lama kemudian Randi datang, tetapi di sini hanya ada aku. Ibu, Ayah dan keluargaku yang lainnya sudah pulang. Karena mereka harus mempersiapkan acara pengajian yang akan di laksanakan nanti malam.
"Udah lama ya lu nunggunya? Sorry ya tadi gua sedikit nyasar."
"Ga apa-apa. Mereka baru kok perginya."
"Ya udah yu."
Di jalan kini Randi tidak hanya diam saja. Dia menanyakan banyak hal tentang aku.
"Lu ga tidur ya semalaman? Terus nangis juga?" Tanya Randi kepadaku.
"Iya."
"Mata lu udah sembab banget. Nanti sampai di rumah langsung tidur, nanti sakit lu."
"Iya."
"Belum makan juga ya lu?" Mendengar pertanyaan Randi yang satu ini mengingatkan aku pada pesan Ibuku yang menyuruhku supaya mampir untuk membeli makan. Namun aku tidak nafsu makan, sehingga aku tidak menyampaikan pesan Ibuku itu kepada Randi.
"Iya belum."
"Pantes lu kurusan."
"Kali dah, baru juga sehari."
"Haha, mau makan apaan?"
"Ga pengen."
"Jangan nyiksa diri."
"Ga pengen makan nasi gua."
"Ya udah, bakso mau?"
"Mie ayam aja."
"Perut lu kosong, malah mau makan mie."
"Ya udah ga usah beli."
"Iya beli, bakso aja tapi. Ya?"
"Ya udah, terserah."
Kami pun di jalan mencari tukang bakso yang sedang buka. Akhirnya ketemu. Bakso urat. Di sana terdapat banyak orang yang sedang makan. Sepertinya bakso tersebut enak.
"Makan di sini apa di bungkus Ki?"
"Bungkus aja."
"Ya udah. Baksonya satu di bungkus ya Mas."
"Lu engga?"
"Engga, udah makan gua mah."
Tidak lama kemudian penjual bakso tersebut menghampiri kami berdua.
"Misi Kak, baksonya."
"Oh iya, makasih Mas." Setelah Randi menyerahkan uang kepada pedagang bakso tersebut, kami pun melanjutkan perjalanan untuk pulang ke rumahku.
"Mampir dulu?"
"Ga usah. Lu langsung makan, terus tidur ya. Ga usah berlarut-larut dalam kesedihan. Ga baik juga."
"Iya. Makasih ya."
"Oke, sama-sama. Bye Ki."
"Oh iya Ran, nanti malam kalau sempat dateng ke rumah gua ya, buat tahlilan Nenek gua."
"Kapan?"
"Abis isya."
"Iya, insyaAllah Ki. Ya udah, balik dulu ya."
"Iya."
****
Sesampainya di rumah aku langsung membuka bungkus bakso tersebut dan memakannya. Ternyata bakso tersebut memang sangat enak. Pantas saja banyak orang yang makan di sana. Setelah makan aku langsung mandi, dan berniat untuk tidur. Karena seharian ini aku belum tidur, di tambah aku menangis semalaman, mataku sudah sangat berat. Namun kenyataannya aku tidak bisa tertidur.
Justru aku memikirkan kebaikan yang telah Randi lakukan kepadaku hari ini. Dia telah berbuat baik kepadaku bukan hanya hari ini, tetapi masih banyak lagi kebaikan yang trlah dia lakukan untukku.
Sekarang aku menyadari, dia bukanlah lelaki yang jahat hanya karena perasaanku yang tidak di balas olehnya. Dia sebenarnya adalah lelaki yang baik, dan aku akan selalu mengingat kebaikan-kebaikan itu dengan rapih di dalam ingatanku.
-TBC-