"Permisi... Paket..."
"Loh, kamu pesan apa Ki?" Tanya Ibuku.
"Aku ga pesan apa-apa Bu. Coba ya aku cek." Aku segera membuka pintu dan memastikan jika paket tersebut benar untuk aku atau tidak.
"Paket Mba."
"Atas nama siapa ya mas?"
"Atas nama Azkia Maulida, Mba."
"Oh iya saya sendiri."
"Iya, silahkan tanda tangan sebagai tanda terima Mba."
"Dari siapa ya Mas?"
"Dari Sukabumi atas nama Ihsan Mba."
"Ohh, iya."
"Makasih Mba."
"Iya, sama-sama."
Setelah aku menandatanganinya, segera aku kembali masuk ke rumah untuk melihat apa isi dari paket tersebut.
Setelah di buka, ternyata isinya adalah sebuah baju seperti gaun lengkap dengan kerudungnya. Tertera juga di dalamnya ternyata paket tersebut benar datang dari Ihsan, di Sukabumi. Aku langsung berpikir, apakah ini seragam untuk acara pernikahannya? Langsung saja aku menanyakan hal itu kepada sahabatku. Apakah mereka mendapatkannya juga atau tidak.
"Ris, lu dapat paket dari Ihsan ga?"
"Iya nih, dapat."
"Ohh, ternyata dia beneran mau nikah ya?"
"Iya, udah lah Ki. Lu harus ikhlas. Lu emang ga jodoh sama dia. Lu pasti bakalan dapetin jodoh yang lebih baik dari Ihsan kok. Mungkin Ihsan sekarang itu bukan yang terbaik buat lu."
"Iya deh Ris, aamiin. Tapi kayanya gua ga bisa datang ke pernikahan Ihsan deh."
"Loh, kenapa? Biar bagaimanapun, Ihsan itu adalah teman baik kita. Lu harus hargai keputusan dia. Lu dateng ya, nanti ada 2 mobil kok. Pakai mobil gua sama Rania. Yang nyetir si Ilham sama Ari."
"Ga tau deh Ris."
*****
Hari ini adalah H-1 pernikahan Ihsan. Yang berarti besok Ihsan akan sah menjadi suami orang.
"Assalamualaikum."
Tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu rumahku.
"Waalaikumsallam. Riska?"
"Ke Sukabumi yu."
"Ngapain?"
"Kan besok Ihsan nikah."
"Yakan nikahnya besok. Lagian gua juga ga tau bakalan pergi atau engga."
"Iya emang nikahnya besok. Tapi kita ngehindarin macet. Soalnya Ihsan minta kita semua untuk nemenin dia di acara akadnya."
"Ohh, ya udah pergi aja. Gua ga pergi deh. Lagi ga enak badan juga."
"Jangan gitu lah. Lu harus jaga hubungan pertemanan sama Ihsan. Bagaimanapun kan lu berdua sempat mempunyai hubungan yang baik."
"Iya sih."
"Ya udah yu berangkat. Lu siap-siap sekarang gih. Yang lain udah nungguin di mobil, di depan gang rumah lu."
"Ya udah bentar ya, gua siap-siap dulu."
"Iya Ki."
Akhirnya aku memutuskan untuk datang ke acara pernikahan Ihsan. Sebenarnya aku tidak tahu, apakah aku akan kuat melihat lelaki yang aku cintai selama kurang lebih 6 tahun ini menikah dengan wanita lain? Tapi omongan Riska juga ada benarnya. Aku harus menjaga hubungan baik dengan Ihsan. Bagaimanapun, dia pernah sangat baik dan perhatian denganku.
Sesampainya di sana aku tidak menemui Ihsan. Katanya karena Ihsan dan calon istrinya itu sedang di pingit, alias tidak boleh keluar rumah selama beberapa hari sampai acara akad nikah. Sehingga kami tidak dapat menemuinya di detik-detik pernikahannya.
Tema pernikahan Ihsan kali ini adalah outdoor. Taman yang di sewa untuk acara pernikahan Ihsan sangat bagus dan mewah. Warna cokelat muda dan putih mendominasi taman ini. Bunga-bunga yang sangat cantik dan wangi menghiasi taman yang akan menjadi saksi sahnya hubungan Ihsan dengan wanita pilihannya. Terasa begitu sakral dan tertata dengan baik.
*****
Acara yang telah di tunggu-tunggu oleh Ihsan dan pasangannya telah tiba. Aku dan temanku memakai seragam baju berwana putih dan sedikit warna cokelat, serta kerudung berwarna cokelat untuk teman perempuannya begitu kontras dengan warna tema pernikahannya. Ihsan yang pada saat itu memakai kemeja putih, celana cokelat muda dan jas cokelat muda, tidak lupa juga dengan dasinya membuat Ihsan terlihat sangat berwiba dan tampan. Begitu juga dengan mempelai wanita. Dengan pakaian berwarna senada dengan Ihsan membuat wanita itu terlihat sangat cantik.
Melihat Ihsan yang akan menikah justru membuat aku meneteskan air mata. Teringat masa-masa indahku bersamanya ketika di sekolah dahulu. Rasa cinta kepadanya ternyata masih begitu dalam. Sulit untuk aku melupakannya. Namun hari ini adalah hari bahagianya. Hari pernikahan yang akan di laksanakan sekali dalam seumur hidupnya. Aku harus ikhlas dan bahagia karena Ihsan kini telah bahagia dengan wanita pilihannya.
"Saya terima nikah dan kawinnya Alfi Lutfia binti Bapak haji Madani dengan mas kawin tersebut di bayar tuunai."
"Bagaimana para saksi? Sah?"
"Sahh..."
"Alhamdulillah..."
Acara akad telah selesai. Kini Ihsan telah sah menjadi suami dari wanita pilihannya itu. Lagu Uje yang berjudul bidadari surga di stel berbarengan dengan mempelai wanita yang memasuki ruangan akad tersebut. Terasa sangat sakral dan penuh haru menyelimuti orang yang berada di sekitarnya. Pernikahan yang aku damba-dambakan untuk bersama Ihsan kini telah kandas.
*****
"Selamat ya San. Semoga menjadi keluarga yang bahagia dunia dan akhirat," ucapku menyalami Ihsan dan istrinya.
"Aamiin. Makasih Ki udah mau datang."
Mendengar suaranya justru membuat aku semakin sedih dan lagi-lagi meneteskan air mata. Aku segera pergi menajuhi tempat acara tersebut untuk menangis.
Tiba-tiba saja Riska menghampiriku.
"Udah Ki, jangan nangis kaya gitu."
"Gua masih belum bisa ikhlas sepenuhnya Ris buat liat Ihsan nikah sama wanita lain."
"Lu harus ikhlas Ki. Karena Ihsan juga sebenarnya sedih liat lu kaya gitu."
"Mana mungkin. Emang dia masih peduli sama gua?"
"Tadi dia bilang sendiri ke gua. Katanya dia jadi ga enak sama lu. Katanya kalo lu udah memperjuangin dia, tapi dia malah cuma bisa buat lu nangis terus."
Bukannya berhenti untuk menangis. Justru tangisanku semakin menjadi-jadi. Teman-temanku yang lainnya juga ikut menenangkan aku dan berusaha untuk menghibur aku.
"Makan makan Ham, Ri, selamat menikmati."
"Asikk pengantin baru kita ini." Ledek Ilham kepada Ihsan.
"Haha, doain ya supaya cepat di kasih keturunan."
"Aamiin. Wiss, kayanya udah ga sabar aja nih buat nanti malam, haha."
"Haha, pikiran lu emang ga berubah, masih ngeres aja, haha. Ya udah ya, gua mau ganti baju dulu."
"Oke bro, siap."
Sudah sore seperti ini tetapi aku dan temanku yang lainnya tetap berada di acara pernikahan Ihsan. Sebenarnya aku ingin sekali cepat-cepat meninggalkan acara ini. Bukannya aku sedih di atas kebahagiaan orang lain, tetapi aku masih belum bisa terima kenyataan saja.
"Eh foto dulu yu sama Ihsan dan istrinya sebelum pulang." Ajak Silvi kepada kami semua.
"Yu yu."
Kami semua naik ke panggung yang terdapat taman pengantin yang begitu indah. Di sini kami semua berfoto bersama. Walaupun aku sangat sedih, tetapi aku berpura-pura untuk bisa tersenyum dan tertawa bersama temanku, Ihsan, dan juga istrinya.
Setelah berfoto bersama, kami semua berpamitan kepada Ihsan untuk pulang ke Jakarta. Matahari juga sudah mulai terbenam. Kami semua juga sudah datang dari kemarin sore.
"Makasih banget ya kalian udah sempat-sempatin datang ke sini."
"Sama-sama San. Kaya sama siapa aja lu. Ya udah balik dulu ya."
"Iya, hati-hati ya semuanya."
"Siap. Assalamualaikum."
"Waalaikumsallam."
*****
Di sepanjang perjalanan aku hanya memandangi pemandangan di luar dari jendela mobil. Masih sangat teringat di otakku masa-masa indah bersama Ihsan. Dan teringat juga detik demi detik ketika Ihsan sah menjadi suami wanita lain. Aku masih belum terima kenyataan ini seutuhnya. Masih ada rasa sesak di dalam dadaku. Dan aku masih berharap ini semua hanyalah mimpi.
Hingga aku sampai di rumah, aku terus kepikiran dengan Ihsan. Bahkan sampai beberapa hari aku merasa otakku telah di jajah oleh Ihsan. Aku tidak bisa memikirkan hal lain kecuali Ihsan. Sampai-sampai aku lupa jika aku harus memikirkan pendidikanku selanjutnya. Aku masih ingin berkuliah. Aku ingin melanjutkan pendidikanku ke tingkatan yang lebih tinggi di Universitas negeri ternama di Indonesia. Akhirnya aku memutuskan untuk melupakan masalah Ihsan dan kembali fokus untuk memikirkan masa depan diriku sendiri.
-TBC-