Layar ponselku berkedip, menandakan jika ada pesan masuk dari belakang layar sana.
"Ki, lu masih kuliah di STIKES keperawatan?"
Ternyata itu adalah pesan whatsapp dari sahabatku sewaktu di SMA.
"Iya masih. Kenapa?"
"Lu ga mau nyoba di Universitas negeri lagi tahun ini? Sayang-sayang loh, lu kan pintar. Jangan karena cowok deh lu ga jadi diri lu sendiri."
Sebenarnya apa yang telah di katakan oleh sahabatku itu ada benarnya juga. Aku sekarang memang menyukai profesiku sebagai mahasiswi keperatawan. Namun aku yang sekarang adalah bukan diri aku yang seutuhnya ketika sebelum mengenal Caca. Sekarang kehidupanku selalu di bayang-bayangi oleh kehidupan Caca. Dimana menjadi seorang perawat dan mengikuti UKM silat adalah kegiatan keseharian yang Caca lakukan, dan kini itu semua di lakukan juga olehku.
Sebenarnya jika menjadi perawat aku tidak terlalu masalah. Karena memang cita-citaku dari dahulu sudah ingin menjadi bagian dari seseorang yang bekerja di dunia kesehatan. Namun kini yang aku rasakan berbeda. Aku merasa jika kehidupanku sekarang, aku menjadi seorang perawat adalah bukan diriku, tetapi karena Caca. Aku yang terlalu ingin bisa menjadi seperti Caca membuatku buta dan lupa untuk mencintai diriku sendiri.
Aku sebenarnya juga tidak suka ikut dalam kegiatan persilatan. Karena sebenarnya aku adalah bukan tipe orang yang tangguh. Aku tidak suka di dunia keras seperti itu. Dari SMP sampai SMA kegiatan yang aku lakukan di sekolah maupun di luar sekolah adalah di bagian seni. Aku sudah cukup di akui oleh banyak orang jika aku mempunyai kelebihan dan bakat dalam seni. Entah itu seni menggambar, melukis, desain interior, eksterior, ataupun yang lainnya. Kini semuanya sudah tidak aku geluti lagi. Aku melupakan kamampuan dan salah satu hobiku itu hanya untuk seorang laki-laki.
Sepertinya aku akan meninggalkan dunia keperawatan dan persilatanku. Kemudian aku akan kembali menjalani kehidupanku sesuai dengan diriku sendiri, apa adanya, tanpa bayang-bayang dari orang lain atau tanpa menjadi orang lain.
*****
"Ibu... Ayah..."
"Apa nak?"
"Alhamdulillah aku lulus Bu."
"Yang benar Ki?"
"Iya Bu, nih liat hasil kelulusannya."
"Wah iya, Alhamdulillah ya nak. Akhirnya kamu bisa duduk di universitas negeri impian kamu juga."
"Iya Bu, alhamdulillah juga aku dapat beasiswa raport Bu. Jadi Ibu dan Ayah ga usah repot-repot mikirin biaya kuliah aku lagi."
"Alhamdulillah. Anak Ibu emang pintar," ucap Ibuku sambil mencium keningku dan memelukku dengan pelukannya yang sangat hangat.
"Anak Ayah juga dong," sahut Ayahku yang tidak ingin kalah dengan Ibuku.
"Iya iya, aku anak Ayah sama Ibu kok." Kami bertiga akhirnya berpelukan dan merasa terharu karena di tahun ini aku bisa melanjutkan pendidikanku di tempat yang aku impikan selama ini.
Akhirnya aku benar-benar memilih untuk meninggalkan dunia yang telah merubahku untuk tidak menjadi diriku sendiri. Aku mencoba tes masuk perguruan tinggi negeri lagi di tahun berikutnya. Hasilnya pun aku lulus. Bahkan aku bisa mendapatkan beasiswa karena nilai raportku memiliki rata-rata 9.2 dari semester 1 hingga semester 6.
Aku tidaklah gap year. Karena kemarin aku sempat kuliah keperawatan di kampus swasta. Tetapi aku mencoba kembali untuk masuk ke universitas negeri di tahun ini.
Jika kita percaya kepada diri sendiri dan yakin dengan kemampuan yang kita punya, maka kita akan mendapatkan itu. Beda hal jika kita memaksa kehendak yang bukan menjadi diri kita dan bukan kemampuan kita. Justru akan membuat kita merasa kecewa karena terlalu mamaksakannya.
*****
Elina POV :
"Caca anak perawat, Kia juga sekarang mahasiswi keperawatan. Mereka semua dekat sama Randi. Apa aku harus masuk keperawatan juga ya? Supaya Randi bisa dekat juga sama aku," ucap Elina di dalam hati.
"Mah, aku mau tanya."
"Tanya apa kak?"
"Aku ambil jurusan keperawatan boleh ga Mah?"
"Loh, bukannya cita-cita kamu jadi guru matematika ya kak?"
"Iya Mah, tapi aku tiba-tiba sekarang pingin jadi perawat. Sama-sama saintek kok Mah. Jadi aku ga salah belajar selama ini untuk masuk ke universitas negeri."
"Iya sih. Tapi emang kamu ada bakat untuk jadi perawat? Nilai kamu selama ini bagus di matematika loh kak. Jangan sampai kamu menyesal dan berhenti di tengah jalan."
"Doain aja Mah. Kuliah kan juga masih belajar. Ga harus menguasai dulu baru bisa kuliah."
"Ya udah kalau kamu maunya itu. Mamah cuma bisa doain aja yang terbaik buat kamu."
"Iya Mah. Makasih Mah."
Elina mengambil keputusan untuk memilih jurusan perawatan bukan hanya karena supaya bisa dekat dengan Randi, tetapi juha karena ada alasan yang lainnya. Alasan yang lainnya adalah dia sudah mengambil jurusan pendidikan matematika di jalur SBMPTN tetapi gagal. Dia takut gagal kembali seperti Kia. Maka dari itu dia memilih untuk mengambil jurusan keperawatan di jalur mandiri. Dia mencoba di universitas negeri ternama di Indonesia seperti UGM (Universitas Gajah Mada), UI, UNPAD (Universitas Padjadjaran), dan UNDIP (Universitas Diponegoro) .
Keberuntungan menghampiri Elina. Dia justru mendapatkan jurusan keperawatan itu. Jurusan yang seharusnya tidak dia ambil karena bukan bidangnya. Dan itu merupakan jurusan yang di ambil oleh ya karena mengingat cewek-cewek yang dekat dengan Randi semuanya adalah seorang perawat. Sehingga dia menginginkannya.
Berbeda dengan Kia dahulu. Ketika dia berambisi untuk bisa dekat dengan Randi, dia justru gagal. Ketika dia menjadi diri sendiri dan mengikuti bakat serta kemampuannya, dia dapat masuk ke perguruan tinggi idamannya.
*****
Author's POV :
"Kia, lu katanya masuk univ negeri ya sekarang?"
"Iya nih El, alhamdulilah. Lu gimana?"
"Alhamdulillah gua juga lulus di univ negeri Ki."
"Wahh alhamdulilah. Dimana El?"
"Di UGM Ki."
"Wahh UGM? Gokil, keren banget lu El. Sumpah. Susah banget masuk situ, ga sembarangan orang. Jurusan apa?"
"Jurusan keperawatan Ki."
"Keperawatan? Lu yakin? Bukannya cita-cita lu itu jadi guru matematika ya El? Jangan bilang lu pilih jurusan itu karena Randi?"
"Sebenernya si iya Ki."
"Loh, kenapa? Jangan gitu El. Gua aja nyesel. Lu malah udah masuk UGM loh, jangan sampai nyesel deh. Sayang-sayang lu udah masuk di UGM kalo ujung-ujungnya nanti kaya gua. Universitas impian semua orang loh itu."
"Tapi bukan karena Randi doang kok. Emang gua maunya jadi perawat juga. Gua takut aja gagal lagi di jurusan pendidikan matematika seperti sebelumnya. Makanya gua pilih jurusan keperawatan."
"Oh gitu. Ya udah deh. Apapun keputusan lu itu, semoga ukses terus ya El. Jangan sampai menyesal kaya gua. Main sini lah, udah lama nih ga ketemu."
"Aamiin. Sukses juga El buat lu. Nanti deh ya kita atur jadwal ketemunya sama yang lainnya juga. Ya udah ya Ki. Bye Kia."
"Bye El."
Perjuangan dan penantian Elina selama ini tidak sia-sia. Dia memilih untuk gap year, melanjutkan pendidikannya untuk berkuliah di tahun berikutnya membuahkan hasil yang manis. Elina masuk di universitas negeri dambaan semua orang, yaitu UGM (Universitas Gajah Mada) yang berada di Jogyakarta dengan jurusan keperawatan.
Namun sangat di sayangkan jika pilihan Elina kali ini hanya karena Randi. Aku saja sangat menyesalinya telah melakukan semua itu. Semoga saja Elina tidak berubah pikiran seperti aku yang harus kehilangan diri sendiriku dan akhirnya memutuskan untuk mengulang kuliah kembali di tahun berikutnya. Karena perbuatan seperti itu sangat membuang-buang waktu.
Bukan hanya Elina dan aku saja yang dapat lolos di universitas negeri. Tetapi sahabat-sahabatku yang berada di SMP dan SMA juga. Bahkan mereka bisa melanjutkan pendidikan perkuliahannya dengan tepat waktu, tanpa gap year. Sehingga sekarang ini mereka sudah memasuki semester 3.
-TBC-