Chereads / Catatan Cerita / Chapter 1 - Prolog

Catatan Cerita

🇮🇩ranyraissapalupi
  • 297
    Completed
  • --
    NOT RATINGS
  • 175.4k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Prolog

Menjadi terkenal, kaya, memiliki koneksi kuat, pakaian serba mewah dan berbagai kehidupan yang orang sebut sebagai kehidupan 'Crazy Rich' tidak serta merta membuat mereka terlepas dari masalah. Mereka tetaplah para remaja yang dengan gagah berani melawan ombak masalah yang datang silih berganti. Masalah yang datangnya bukan hanya dari diri mereka sendiri, melainkan dari orang lain. Sejatinya, dunia yang mereka tekuni adalah sebuah dunia yang penuh tekanan dan masalah. Tekad saja tidak cukup untuk bertahan.

***

Musik bagi sebagian orang hanyalah bunyi-bunyian yang diciptakan oleh alat musik. Bunyi-bunyian yang terdiri dari do, re, mi, fa, sol, la, si. Terkesan sepele bagi sebagian orang.

Namun, apa yang terkesan sepele dari orang lain belum tentu sama sepelenya bagi sebagian kalangan. Ada sekelompok orang yang menganggap bahwa musik berarti segalanya. Musik adalah hidup mereka. Musik adalah jiwa mereka. Dan cita-cita mereka adalah memperdengarkan musik mereka ke khalayak luas. Cita-cita yang sederhana, namun tidak mudah.

Dan banyak waktu yang mereka korbankan untuk meraih cita-cita mereka di jalan yang super terjal dan berombak ini.

***

Piano adalah hal pertama yang dia pelajari selain hal-hal dasar untuk bertahan hidup. Bunyi dari piano, entah mengapa, selalu membuatnya jatuh cinta. Lagi dan lagi. Bunyi-bunyi piano seakan memiliki kekuatan gaib, kekuatan mistis yang mampu menghipnotis siapa saja yang mendengar suara itu. Semagis itu.

Tuts-tuts hitam putih itu terlihat cantik di matanya. Perasaan senang, bahagia, dan suka cita berkumpul menjadi satu saat dia berhasil menekan tuts-tuts tersebut dan menimbulkan bunyi. Awalnya, bunyi-bunyi itu terdengar abstrak. Namun, lama kelamaan menjadi jelas. Menjadi sebuah bunyi yang sangat indah. Memang, untuk menjadikannya seindah itu butuh waktu yang lama. Butuh usaha, kerja keras, keringat, dan bahkan air mata. Tak jarang tangannya merasa sakit akibat terlalu lama berlatih.

Namun, dia tak menyesal. Dia rela berdarah-darah untuk bisa menghasilkan bunyi-bunyi yang indah itu.

***

Bagi sebagian orang, bermain peran di televisi maupun layar lebar hanyalah sebuah omong kosong. Beberapa orang mengatakan dengan terang-terangan, bahwa itu semua hanya khayalan semu saja. Namun, aku tidak percaya itu.

Pun dengan panggung yang kuimpikan. Bagi sebagian orang, sungguh sangat tidak mungkin aku bisa berdiri di panggung megah itu. Berdiri di bawah lampu sorot yang berkilau dan disaksikan oleh ratusan pasang mata. Dan masih kata orang-orang, aku tidak mungkin bisa berdiri di panggung impianku itu.

Sempat kurasakan bahwa itu memang mustahil, namun semesta menunjukkan betapa perkasanya dia dalam menentukan takdir manusia.