Chereads / Right Hand's Lover / Chapter 7 - Part 7. Unexpected Wedding

Chapter 7 - Part 7. Unexpected Wedding

"Ada apa dengan raut wajah mu, Ana? Apa kau tidak ikut senang aku diterima di Le Cordon Bleu Australia? Kau terlihat sedih?". Itu adalah ucapan Tristan setelah ia bercerita kalau ia mendapat beasiswa dari salah satu sekolah culinary paling terkenal di dunia. Tristan adalah anak panti asuhan yang berusia lebih tua tiga tahun dari anastasia. Dia adalah orang pertama yang mau berteman dengan ana ketika pertama kali dulu ana menginjakkan kaki di panti asuhan itu. Waktu itu usia ana baru 12 tahun dan Tristan sudah 15 tahun.

Tristan suka sekali kue-kue yang manis. Dia pandai sekali memasak di dapur terutama membuat kue. Karena cita-cita nya adalah menjadi Pastry chef atau patissier. Berkat Tristan juga lah, ana jadi menyukai membuat kue. Dia bahkan bisa mahir membuat kue-kue enak yang disukai anak-anak panti asuhan.

"Kau sedih karena aku akan pergi?" Tanya Tristan lagi.

Mereka duduk di kursi taman di taman belakang panti asuhan. Ana mengangguk. Dia tidak bisa menyembunyikan rasa sedih nya karena harus berpisah dengan orang yang ia sukai dan kagumi. Ana juga ingin masuk sekolah culinary yang sama dengan Tristan. Tapi dia masih harus menyelesaikan sekolah nya dulu. Ana merasa sebal sendiri. Seandainya mereka itu seumuran. Pasti dia akan mengejar beasiswa yang sama dengan Tristan. Sudahlah, banyak berbicara pun percuma karena air mata seperti nya terus menerus mendobrak ingin keluar dari kantung mata milik anastasia. Dia tidak ingin tangisan nya meledak di hadapan Tristan.

"Kalau aku sudah berhasil sekolah disana. Aku akan mencari part time job yang banyak dan mengumpulkan uang. Supaya aku bisa menyewa flat ku sendiri. Tidak di asrama lagi. Setelah itu aku akan menjemputmu. Kau bisa mencari beasiswa ke Le Cordon Bleu juga dan tinggal dengan ku". Ucap Tristan penuh antusias.

Ana masih menunduk. Diam – diam, dia menitikan air mata. Tapi ucapan Tristan seperti mantra tak kasat mata hingga menyihirnya untuk tertawa kecil.

"Dasar bodoh. Kau pikir mengumpulkan uang dari kerja part time di luar negeri itu mudah? Sebaik nya kau pakai saja uang nya untuk kebutuhan praktek sekolah mu". Ana mengangkat kepala nya sambil tersenyum meski air mata masih menyisakan jejak di kedua bola mata hijau nya.

Anastasia tertegun sesaat. Dia melihat tristan sedang tersenyum memandangi nya. Di tengah lembayung senja kala itu, untuk pertama kali nya Anastasia melihat Tristan begitu tampan di mata nya.

"Akhirnya kau tersenyum". Ucap Tristan lembut. Dengan lembut ia mengacak puncak kepala anastasia.

Anastasia begitu terkejut dengan sikap refleks tristan. Rona merah sudah menghiasi kedua pipi nya yang putih pucat itu. Ana menunduk kembali. Tristan juga seperti nya menyadari sikap nya itu tanpa ia sadari. Dia juga ikut menunduk. Kedua nya terdiam kehabisan kata-kata. Tiba-tiba tristan mengeluarkan sesuatu dari saku celana panjang nya.

Itu adalah sebuah kalung yang terbuat dari emas dengan bandul berbentuk lambang hati. Ana terkejut ketika Tristan berdehem meminta atensi nya.

"Hmm Ana. Aku tahu ini aneh. Tapi aku ingin memberi mu hadiah. Ini aku beli dari uang hasil kerja part time ku di pom bensin. Aku ingin kau memakai nya". Ucap Tristan sambil membuka kaitan kalung tersebut.

"Tristan. Tapi ... tapi itu kan mahal". Ana bahkan menutup mulut nya karena terkejut.

Tristan mencondongkan tubuh nya dan memberi isyarat dengan gesture tubuh nya agar Ana mengangkat rambut nya yang sedang di gerai itu agar ia bisa memakaikan kalung itu di leher jenjang anastasia.

"Kau pasti bisa meraih mimpi mu untuk menjadi pastry chef dan sekolah di sekolah culinary yang sama dengan ku. Kalau kau tidak melakukan nya. Aku akan datang menjemputmu dan menyeretmu untuk menikah dengan ku".

"Apa?". Ana yang sedang duduk membelakangi Tristan spontan berbalik ketika Tristan sudah selesai memakaikan kalung tersebut. Ia hampir tidak percaya ia sedang dilamar. Tristan melamar nya. Usia nya saja bahkan baru empat belas tahun.

"Me..menikah? kau ... kau becanda, bukan?" Anastasia seketika tergagap.

Tristan mengangguk sambil tersenyum lebar. Sejenak ana menatap manik mata coklat gelap dengan sorot mata hangat tersebut. Sejak dulu ana sudah mengagumi Tristan. Tapi karena tristan adalah penghuni panti favorit semua orang jadi ana tidak pernah berani mengungkapkan nya. Karena terlalu banyak orang yang mencintai nya.

"A..aku mau". Ucap nya terbata dan malu-malu.

"Mau apa? Coba perjelas ucapan mu, ana?" Tristan sengaja menggoda gadis belia dihadapan nya itu. Dia sengaja tersenyum menahan tawa nya.

"Ih tidak ada siaran ulang!". Gerutu anastasia dengan wajah cemberut dan bibir mengkerucut.

"Tapi aku benar-benar tidak paham. Kau bilang mau untuk apa?" Tristan seperti nya belum ingin berhenti menggoda nya.

"Aku bilang aku mau menikah dengan mu!" ucap Ana cepat dalam satu tarikan napas.

CUP. MUAH!

Tanpa sempat anastasia menyadari, Tristan sudah mendaratkan satu kecupan di pipi kiri nya. Lelaki muda itu lalu berbisik merdu. "Terima kasih, ana".

Tanpa kata Tristan bangkit dari duduk nya, lalu ia berlari ke arah dalam rumah, meninggalkan anastasia yang duduk mematung dengan wajah sudah merah merona bak kepiting rebus.

Anastasia tersentak. Tangan nya tanpa sadar meraba bagian dada atas nya. Sebuah kalung emas dengan badul berbentuk hati sudah melekat pada tubuh nya sejak lima tahun yang lalu. Kalung itu pemberian seseorang yang berkata akan menjemputnya dan menikahi nya. Tapi sudah lima tahun berlalu, jangankan menjemput dan menikahi nya, berkirim pesan saja sudah terputus sejak satu tahun orang itu menginjakkan kaki ke negeri kangguru.

Kini anastasia menatap tampilan pantulan citra dirinya di dalam cermin. Wajah itu kini sudah dirias hingga cantik dan indah karena sentuhan tangan terampil make-up artist. Pakaian nya yang sederhana akibat pelarian kini telah berganti dengan gaun pengantin putih panjang yang melekap indah di tubuh nya. Dia akan menikah. Tapi bukan Tristan yang akan berdiri menyambutnya di altar.

"Nona, apa anda sudah siap?" Seorang anak buah Akira menyentak kesadaran nya.

Tanpa memandang orang itu. Anastasia menghembuskan napas panjang. Dia menatap pintu kayu yang sudah terbuka lebar itu.

"Aku siap".

*****

"Holy shit!". Jerit Ana dalam hati tepat ketika pintu besar aula itu dibuka. Anastasia merasa kaki nya tiba-tiba berubah seperti jeli, rasa nya lemas sekali. Ribuan mata tiba-tiba saja menatapnya. Kepercayaan diri nya yang tadi sempat mucul tiba-tiba saja menguap hilang begitu saja. Tangan nya bahkan tiba-tiba saja menjadi dingin dengan keringat mulai membasahi telapak tangan nya.

Jantung anastasia berdetak kencang seperti ritme sebuah genderang perang yang ditabuh kencang ketika sudut mata nya melirik ke kanan dan ke kiri dan semua mata menatap nya dengan berbagai ekspresi wajah mereka. Tiba-tiba saja alunan musik pengiring pengantin mulai mengalun dari para pemain musik yang berada di sudut ruangan. Hati ana semakin dag dig dug tidak karuan. Tangan nya yang gemetar hampir saja menjatuhkan bouquet bunga pengantin yang ia pegang. Bouquet bunga cantik dengan rangkaian bunga mawar putih dan baby breath itu juga dihias dengan sentuhan dedaunan yang membuat bouquet bunga itu semakin cantik.

Ana menghembuskan napas berusaha mengusir kegugupan nya. Tangan nya menggenggam bouquet bunga itu dengan kuat. Berharap bisa menyalurkan rasa gugup dan takut nya pada rangkaian bunga cantik nan indah tersebut. Ana meneguhkan hati dan mulai melangkah. Ana mengangkat dagu nya. Tidak! Dia tidak boleh takut. Takut hanya untuk pengecut. Pandangan nya menatap lurus dan tajam pada seorang pria yang sedang berdiri menunggunya di depan sana.

Langkah anastasia semakin dekat. Disana lelaki bernama Akira itu berdiri dengan tangan terulur menyambut nya. Ana menatap lelaki itu, mata mereka bertemu. Pandangan mereka menyatu. Saling mengunci satu sama lain. Mata hijau cemerlang bak emerald di jamrud katulistiwa bertemu dengan mata hitam sepekat malam tanpa bintang. Lelaki bermanik mata sehitam arang itu memiliki sorot mata setajam elang. Tanpa sadar Ana menatap wajah lelaki yang akan ia nikahi ini.

Akira memiliki alis mata yang hitam tebal dan memanjang. Hidung nya tinggi dengan rahang yang tegas. Pandangan ana turun pada bibir Akira yang sedikit menghitam. Lalu dagu nya yang bersih tanpa rambut-rambut halus. Ana bisa mencium aroma samar dari after shave foam yang dipakai akira untuk bercukur. Pandangan nya bergerak tanpa mampu ia cegah, manik mata hijau nya dapat melihat jakun Akira yang bergerak pelan seolah menelan ludah. Kenapa jakun itu terlihat sangat jantan di mata nya.

Astaga! Sadar ana. Ana menggelengkan kepala nya, mengusir pikiran yang sempat terlintas di pikiran nya.

"Ehem!". Akira berdehem. Dengan gerakan mata dia memberi isyarat pada ana untuk menyambut uluran tangan nya. Ana yang mengikuti arah pandangan nya tiba-tiba tersadar dan dengan cepat perempuan itu meraih uluran tangan nya dengan satu tangan sedangkan tangan satu nya lagi memegang bouquet bunga dengan kuat.

****

Akira berdehem ketika uluran tangan nya belum juga disambut wanita yang menjadi mempelai wanita nya. Mata perempuan itu bergulir mengikuti isyarat yang ia lemparkan dengan lirikan mata nya dan ketika ia sadar, perempuan itu cepat-cepat menyambut uluran tangannya. Dengan senyum tipis, Akira membawa perempuan itu berdiri disisi nya.

Akira melirik perempuan muda yang berdiri tepat di samping nya itu perlahan. Kulit wanita itu seputih porslen eropa. Rambutnya yang pendek di sisir lurus dengan hiasan flower crown cantik gabungan bunga dan daun – daun hijau dengan sulur yang indah. Dengan tubuh nya yang kecil dan ramping. Anastasia terlihat seperti peri polos dari pixie hollow di negeri neverland nya tinkerbell.

Akira sendiri tanpa sadar telah terpaku menatap wanita yang berdiri di sampingnya kini. Sepertinya ia masih sangat muda. Dia begitu cantik dengan badan kurus ramping dan mungil, menampilkan berjuta pesona yang sulit Akira terjemahkan, bahkan dalam pikiran nya sekalipun.

Akira menelisik dari alis matanya yang tebal dan terbentuk sempurna memayungi kelopak matanya yang besar dan mata hijau nya yang cemerlang. Mata hijau? Mengapa Akira seperti merasakan sesuatu yang tidak nyaman di hati nya. Akira sendiri bahkan tidak tahu apa rasa tidak nyaman itu. Mata akira tanpa mampu ia hentikan justru bergulir melirik bulu mata anastasia yang lentik dan panjang. Bulu mata itu terlihat bergerak gemulai perlahan mengikuti pola pergerakan kelopak mata pemiliknya.

Pandangan Akira turun ke hidung ana yang mancung tapi mungil itu. Entah mengapa Akira tergelitik untuk menggesekkan ujung hidung nya ke ujung hidung ana. Akira sendiri kaget dia memiliki pikiran seperti itu. Dia bahkan tersentak dari lamunan nya tapi tubuh nya seakan tersihir untuk terus menggulirkan bola mata ke arah bibir anastasia tanpa mampu ia kendalikan. Bibir mungil itu anehnya terlihat ranum di waktu yang bersamaan. Bibir itu terkatup rapat. Akira penasaran bagaimana rasanya bila ia membuka mulut perempuan itu ketika mereka berciuman.

Astaga! Akira menelan ludah nya kasar ketika pikiran itu tiba-tiba terlintas di pikiran nya.

Pandangan Akira bergerak memindai setiap lekukan pada gaun pengantin putih tersebut. Dia tidak menyangka beatrice akan memesan gaun sederhana tapi klasik seperti gaun pernikahan royal wedding kath middleton dan prince william itu. Ia kira beatrice akan memesan gaun dengan bertabur berlian atau apapun itu yang terlihat sexy dan spektakuler. Ternyata dugaan nya salah. Tapi tetap saja gaun ini terlihat sangat mewah dan mahal. Melihat gaun ini dikenakan wanita disamping nya ini. Akira tidak bisa tidak takjub dengan indah nya gaun ini melekat pada tubuh ramping wanita ini.

Gaun itu berwarna putih gading yang terbuat dari kain brukat dengan bentuk gaun mengembang dan memanjang di bagian bawah. Adapun bagian atasnya bermodel see through dari renda dengan potongan garis V-neck pada bagian dada. Gaun itu menyempit dibagian pinggang memeluk tubuh Anastasia dengan pas, lalu turun memanjang dengan sedikit mengembang pada bagian bawahnya hingga menutupi kaki dan ekor gaun yang sedikit menyapu lantai. Akira merasa bahwa wanita ini ..... cantik.

*****

Ratusan pasang mata menatap mereka seolah mereka adalah tontongan gratis. Banyak dari mereka bahkan bersiul nakal. Beberapa bahkan bertepuk tangan ketika Akira menyematkan sebuah cincin berlian dengan warna baby pink cemerlang di jari manis Ana.

Ana sangat terpukau dengan cincin indah di jari manis nya itu. Cincin itu terbuat dari emas putih dengan berlian berwarna pink dengan emerald cutting yang tersemat cantik di tengah cincin tersebut. Mata nya tak bisa berhenti menatap cincin indah tersebut. Bahkan entah kenapa ukuran nya terasa pas di jari nya. Entah itu kebetulan atau bukan. Ana akhirnya bergantian menyematkan cincin di jari manis Akira. Dia tidak berani menatap wajah lelaki itu. Wajah ana sudah merah sekali menahan malu karena sorak – sorai dari para tamu undangan belum lagi tepuk tangan mereka yang terdengar membahana di telinga ana.

"Cium!"

"Cium!"

"Cium!"

"Cium!"

Astaga siapa yang memulai sorakan itu, tiba-tiba saja hampir semua tamu undangan meneriakan kata itu. Mereka bahkan bertepuk tangan lebih keras ketika Akira tiba-tiba memegang kedua lengan atas anastasia.

"Tenang lah. Ini kan cepat". Bisik Akira tepat di depan wajah Ana.

Pikiran anastasia blank. Yang ia ingat hanya samar-samar aroma wangi mint menguar dari mulut Akira berpadu dengan aroma segar dari pasta gigi. Sorak – sorai, teriakan dan tepuk tangan seolah berpadu di sekeliling nya membuat kepala nya pusing dan kesadaran seolah mengabur sedikit. Tiba-tiba saja Akira menarik tubuh nya hingga dada ana menubruk dada keras Akira. Jarak diantara mereka terpangkas sudah. Kain yang menghalangi tubuh kedua nya menempel erat. Lalu dalam hitungan detik, ana merasa bibir nya bertemu dengan sesuatu yang empuk dan kenyal. Mata anastasia terbelalak, manik mata hijau nya terbuka lebar dan dia dapati Akira menatap nya tepat di manik mata hijau nya. Sebuah senyum kecil tiba-tiba muncul di wajah datar dan dingin Akira. Anastasia berani bersumpah dia baru saja melihat pria itu tersenyum. Dan sial nya senyum itu membuat nya sangat ....... tampan.

Tanpa sadar Ana dan Akira memejamkan mata. Mereka terlarut, menikmati ciuman mereka. Suara gaduh dari sorak-sorai, tepuk tangan dan siulan itu tiba-tiba terasa lenyap. Detik ini seolah hanya ada mereka berdua.

"Aku mungkin tidak bisa menikah dengan orang yang ku cintai. Tapi bisakan aku mencintai orang yang ku nikahi?". Pikir kedua nya bersamaan.