Anastasia menggeliat pelan, sinar matahari nampak nya sudah mulai menyorot dari balik jendela kaca yang tinggi. Sinar nya yang menyilaukan mata, mau tidak mau memaksa Ana untuk mengerjap pelan. Mata nya masih malas untuk terbuka lebar, dia masih ingin menggeliat seperti ulat. Rasa nya nyaman sekali. Kasur ini terasa begitu empuk, lembut dan tebal. Begitu juga dengan selimut nya yang wangi. Ana menarik selimut lagi hingga dada. Ia tersenyum sejenak. Dia lupa sejak kapan kamar nya jadi senyaman dan sebesar ini. Bahkan ada televisi, AC dan kamar mandi.
Hah? Kamar mandi? Sejak kapan kamar nya ada kamar mandi?
Dalam satu detik alarm siaga menyala di kepala nya. Astaga ini bukan kamar nya! Dia kan orang yang tidak sengaja, terpaksa lebih tepat nya ada di rumah ini. Ana baru ingat ia hanya menumpang di rumah ini, mungkin hanya sementara. Astaga dia kesiangan di hari pertama nya tinggal di rumah ini pula. Apa kata lelaki itu nanti kalau dia kesiangan seperti ini. Ah tapi, peduli amat! Ana masa bodoh dengan nya.
Anastasia langsung ke kamar mandi. Kamar mandi itu bahkan dilengkapi shower mewah yang tidak pernah Ana miliki di panti asuhan nya. Beruntung toko kue tempat nya bekerja memiliki kamar mandi dengan shower seperti ini, setidak nya Ana sudah tahu bagaimana cara menggunakan nya.
Anastasia langsung melepaskan pakaian nya dan mandi air hangat. Sejenak ia menatap diri nya di kaca wastafel. Rambut nya yang panjang dan indah kini sudah dipotong pendek sekali. Potongan nya bahkan berantakan karena Rolland memotong nya dengan gunting dapur. Seperti nya ia harus mencari salon rambut terdekat untuk merapikan potongan rambut nya.
Selesai mandi ana kembali berguling – guling di kasur empuk itu. Rasa nya nyaman sekali. Barang mewah memang berbeda. Ini semua berkat suami dadakan nya itu. Akira. Tiba – tiba Ana ingat, ia merasakan kemewahan seperti ini tapi Rolland mungkin saja sedang babak belur dihajar si pak tua Zayn itu. Rasa bersalah kembali datang menghampirinya. Dia juga teringat ibu maia, apakah perempuan baik hati itu baik – baik saja? Bagaimana dengan anak – anak panti yang lain? Siapa yang menyiapkan sarapan untuk mereka? Hah! Rasa nya sesak karena merasa bahagia diatas penderitaan orang lain.
Akhirnya Ana memutuskan bangkit dan mulai berpikir, ia tidak bisa terus – terusan berada disini. Akira bisa saja mengusirnya sewaktu – waktu. Jadi dia harus mulai mencari pekerjaan di kota ini. Tapi sebelum itu ia harus berganti pakaian terlebih dahulu lalu sarapan. Siapa tahu besok ia harus sarapan di pinggir jalan. Nasib orang siapa yang tahu?
*****
Anastasia keluar dari kamar, dia berjalan melewati lorong pendek menuju ruang keluarga yang menyatu langsung dengan ruang makan dan dapur. Ruangan itu terasa dingin dan sepi. Ana yang biasa dikelilingi anak panti yang begitu ramai di pagi hari jadi merindukan kehidupannya di panti asuhan. Sedang apa mereka sekarang? Lagi – lagi ia menghembuskan napas pelan.
"Apartemen sebesar ini hanya dihuni oleh lelaki itu sendirian. Apa dia tidak kesepian?". Ana bergumam sambil mengamati ruangan yang tampak lenggang karena tidak orang sama sekali di rumah ini. Dia berjalan pelan ke arah dapur.
"Seperti nya lelaki itu sudah berangkat pagi – pagi sekali". Ana mengangkat bahu acuh. Toh itu bukan urusan nya juga. Dia hendak mengambil gelas untuk mengisi nya dengan air mineral dari dispenser ketika matanya tiba – tiba menangkap sesuatu tergeletak di atas meja dapur.
"Itu... sebuah kartu?". Ana meraih kartu itu dan ada sebuah note di bawah kartu tersebut. Note itu terlihat ditulis dengan tulisan tangan yang cukup indah.
Ini kunci rumah.
Kau bebas menggunakan dapur.
Tapi tidak dengan kamar ku.
Ana mendengus. Ge-er sekali lelaki itu. Siapa juga yang mau masuk ke kamar nya. Pasti dia malu karena berantakan seperti kapal pecah. Kamar laki – laki kan biasa nya begitu. Tapi tak urung ia tersenyum juga.
Hari ini jadwal Rose datang.
Dia orang yang biasa bersih-bersih di rumah.
Dan satu lagi.
Aku tidak akan ada di rumah sampai tiga hari ke depan.
Anastasia membaca baris terakhir sampai dua kali dengan lambat - lambat.
"Aku – tidak – akan – ada – di – rumah – ini – sampai – tiga – hari – ke – depan. Tiga hari ke depan???!!". Tiba – tiba ana menundukkan kepala. Dia meremas kertas itu di tangan nya. Rambut nya bahkan jadi menjuntai menutupi wajah nya karena ia menunduk terlalu kebawah. Lalu sedetik kemudian pundak Anastasia bergetas.
"Hi...hi..hihi...hihihihi... hahahaha.... Akhirnya AKU BEBAS!!!".
Hari ana mendadak terasa cerah sekali. Rose, wanita paruh baya yang menjadi asisten rumah tangga disini datang beberapa menit kemudian. Ana pamit pada Rose karena ia harus keluar mencari pekerjaan. Dia sudah bertekad ia akan bekerja hingga ia mampu, lalu ia akan keluar dari rumah ini.
"Yes!! Setidak nya aku tidak akan bertemu lelaki itu sampai tiga hari ke depan".
"Yos! Semangat!" Ucap ana ketika perempuan muda itu sudah di luar pelataran gedung Apartemen megah milik Akira.
Hari ini Ana mampir ke toko buku yang menjual surat kabar harian. Dia sengaja duduk di kursi taman agar bisa membaca kolom lowongan pekerjaan. Sebenarnya akan lebih praktis kalau ia mencari nya di kolom pencarian di search engine saja. Tapi sayang nya Ana hanya memiliki smart phone murah tapi kehabisan quota.
Ah dunia ini sangat kejam. Bagaimana bisa sudah susah payah menabung untuk membeli smart phone, masih saja tidak berguna juga tanpa quota. Smart phone tanpa quota itu tetap saja rasa nya seperti jasad tanpa ruh. Hampa.
Ana masih berusaha menyisir kolom lowongan pekerjaan di surat kabar harian itu. Hingga mata nya menemukan satu lowongan pekerjaan yang menarik perhatian nya. lowongan pekerjaan sebagai Junior Pastry Chef.
Ana sangat suka membuat kue. Seperti nya magang sebagai junior pastry chef akan membuatnya sekalian belajar membuat karya dalam kue – kue yang ia ciptakan nanti. Ana tersenyum lebar. Tapi sebelum itu ia harus mencari internet cafe terdekat untuk memastikan lowongan ini masih ada dan mempersiapkan surat lamaran yang harus ia kirim melalui surel.
*****
"Nice!".
Seseorang yang berdiri di belakang punggung Akira, berkata datar tepat ketika Akira berhasil mengayunkan klab wood yang menghantam bola golf dengan keras. Bola itu lalu melambung melewati lapangan golf yang luas. Akira menatap bola itu dari kaca mata hitam nya. Dia tersenyum mendengar nada suara datar itu tapi Akira tahu orang itu sedang menyanjung nya.
Mereka berjalan bersama mendekati dimana bola golf itu mendarat. Orang itu mulai bersiap – siap untuk memukul bola golf juga. Dia mengambil ancang – ancang sebelum berkata,
"Kau sudah jarang datang ke rumah. Tita bertanya kenapa kau tidak datang mengajak istri mu untuk berkunjung ke rumah". Lelaki itu melakukan pukulan hingga bola golf nya bergerak lebih dekat dengan hole. Dan bola itu terlihat bergerak berputar sebelum akhirnya masuk.
Orang itu mengalihkan pandangan nya dan menatap Akira. "Levant bahkan selalu menanyakan kenapa Akira tidak datang mengunjungi nya". orang itu menggelengkan kepala nya. "Anak itu bahkan lebih mengidolan orang lain dari pada ayah nya sendiri". Ucap nya seperti terluka dan terkhianati.
Akira tersenyum. "Kau hanya cemburu, bos". Ucap Akira datar setengah mengejek.
"Cih! Bisa – bisanya pamor ku kalah oleh mu di depan anak ku sendiri". Dia mendengus tapi tak urung senyum kecil menghiasi wajah nya. Lalu kedua nya tertawa pelan bersama.
Hanya berjarak beberapa meter dari mereka, Akira menyadari para caddy girls terlihat menatap mereka berdua terang – terangan. Pemandangan yang sudah biasa terjadi dimana pun ia berada terutama ketika bersama laki – laki di samping nya ini.
"Ayo!". Ucap lelaki itu sambil menepuk punggung Akira.
Lelaki itu adalah Alfard Jayden Wood. Mantan ketua mafia yang terkenal di Cuba sekaligus mantan bos Akira.
*****
Akira bertemu dengan Alfard ketika ia masih sangat muda bahkan masih usia remaja. Dia dan kakak nya, Richard lalu dilatih dan direkrut oleh Alfard untuk menjadi bagian dari Havana Gangster di Cuba. Bila richard menemukan ketertarikan lain di bidang medis dan memutuskan untuk menjadi dokter sekaligus tetap menjadi bagian dari Havana gangster. Akira lebih memilih menjadi asisten pribadi Alfard dan bersumpah setia untuk mendampingi pria itu. Tapi Alfard melihat ada bakat bisnis dan ketertarikan Akira pada bidang kuliner sehingga lelaki itu mendorongnya untuk terjun di bisnis kuliner hingga akhirnya Akira resign sebagai asisten pribadi nya.
Tapi sesungguhnya Akira terkadang masih melakukan pekerjaan yang diminta oleh Alfard untuk ia lakukan di dunia underground. Akira tidak pernah benar – benar mengundurkan diri menjadi tangan kanan kepercayaan Alfard. Dia sudah bersumpah setia hingga kematian menjemput nya.
Kedua pria itu kemudian duduk di sebuah cafe yang berada di dalam satu kawasan padang golf itu. Cafe bernuansa interior art deco itu menyuguhkan pemandangan yang menyejukkan mata. Hamparan rumput padang golf yang hijau seakan menghipnotis siapapun untuk berlama – lama menghabiskan waktu bersantai di dalam nya.
Alfard memilih duduk berhadapan dengan Akira. Dia membuka sarung tangan nya dan menaruh nya di atas meja persegi yang memisahkan mereka berdua. Seorang pelayan cafe datang menghampiri mereka untuk menawarkan daftar menu pada dua pria ini. Setelah nya pelayan itu pergi membawa pesanan mereka.
"Minumlah".
Alfard mempersilahkan Akira mengangkat cangkir duluan ketika dua buah cangkir berisi cairan hitam pekat yang pahit itu terhidang di hadapan mereka. Dua cangkir berisi espresso panas. Akira langsung mengangkat cangkir nya dan meminumnya sedikit.
"Bukan kah hari itu kau seharusnya menikah dengan Beatrice. Mengapa aku melihat perempuan berbeda yang menikah dengan mu?"
Alfard langsung memulai percakapan tanpa perlu merasa basa – basi terlebih dahulu. Akira melebarkan mata. Dia memang tidak memberitahu Alfard tentang mempelai wanita nya. Dia pikir, Alfard tidak akan peduli dengan siapa dia menikah.
"Apakah menurut anda, urusan pribadi saya pun harus melapor pada Anda?" Tanya Akira kemudian.
Alfard menatap akira tajam. Siapapun yang menerima tatapan tajam seperti itu pasti lah langsung merasa gemetar ketakutan. Beruntung, Akira sudah berpengalaman bertahun – tahun mendampingi bos nya itu sehingga ia mampu bertahan.
"Kau lah yang paling tahu jawaban nya, Akira. Sekarang jawab aku. Apa kau sudah tahu latar belakang perempuan itu?"
Suara Alfard terdengar begitu tegas dan dingin. Sesungguhnya Alfard tidak ingin ikut campur dalam urusan pribadi tangan kanan nya itu. Apa yang menjadi urusan Akira biarlah menjadi urusan nya. Alfard tidak memiliki hak untuk mengintervensi. Karena itu lah ketika Alfard tahu bahwa mempelai wanita yang Akira nikahi adalah perempuan asing yang tidak ia ketahui identitas nya, dia tidak mencegah pernikahan tersebut. Bagaimana pun Akira adalah pria dewasa yang mampu bertanggungjawab atas segala keputusan yang diambil nya.
Sayang nya kali ini Alfard harus menaruh perhatian lebih karena Akira bahkan tidak melakukan pengecekan terhadap latar belakang perempuan itu. Alfard sadar hidupnya maupun Akira tidak akan pernah lepas dari dunia underground seberusaha apapun mereka mencoba keluar dari dunia tersebut. Selalu ada musuh yang mengincar kehidupan mereka juga orang – orang yang berada di lingkaran terdekat mereka. Selalu ada musuh dalam selimut yang harus mereka hindari. Dan harus mereka waspadai. Alfard dulu harus mencari tahu latar belakang istri nya, tita, sampai ia yakin perempuan itu bersih dan tidak ada hubungannya dengan dunia mafia yang ia geluti.
Alfard selalu memiliki rasa bersalah terhadap istri nya. Sudah begitu banyak yang ia ambil dari istri nya di masa lampau, masa muda nya, kebebasannya, orang – orang yang disayangi nya, keluarganya dan semua hal yang seharusnya menjadi kebahagiaan tita jika saja dia tidak merangsek masuk kedalam kehidupan istri nya itu dengan paksa melalui segala cara.
Bagi Alfard tindakan Akira yang bersikap impulsif dengan menikahi perempuan tanpa mencari tahu latar belakang nya terlebih dahulu itu seperti bukan akira saja.
"Saya ..... tidak tahu". Akira menghembuskan napas tipis. Setelah membiarkan keheningan sempat membentang diantara mereka, Akira akhirnya mengeluarkan suaranya dengan pelan untuk menjawab.
"Apa maksudmu, kau tidak tahu, Akira?". Alfard mengerutkan keningnya. Akira yang ia kenal adalah orang yang sangat waspada. Bagaimana bisa dia lengah seperti ini.
Akira menatap lurus ke arah Alfard dan menunjukkan kejujuran lewat sorot mata nya.
"Sesungguhnya, saya lupa untuk mencari tahu latar belakang Anastasia. Saya hanya merasa bahwa perempuan itu tidak berbahaya. Dia perempuan yang polos seperti buku terbuka yang langsung bisa anda baca dari sekali melihat ekspresi wajah nya".
Tiba – tiba Akira terbayang ekspresi wajah Anastasia ketika perempuan itu kesal pada nya, atau sedang merona karena digoda nya. Tanpa sadar, Akira tersenyum tipis. Hal itu tidak luput dari pengamatan Alfard.
"Susah untuk melihat realita bila mata sudah buta karena jatuh cinta". Ucap nya tiba – tiba. Sambil meneguk sedikit kopi nya.
Akira mengerjap, sedikit kaget dengan perkataan Alfard. Siapa? Dia? Jatuh cinta? Pada Anastasia? Itu terdengar konyol sekali.
"Siapa yang jatuh cinta? Ada – ada saja". Akira meneguk kembali kopi nya sambil mengalihkan pandangan nya dari tatapan tajam Alfard.
"Ya. Ya. Sanggahlah sesuka mu. Tapi bila suatu saat nanti kau malah berbalik menjadi budak cinta perempuan itu. Aku adalah orang pertama yang akan menertawakan mu". Ucap Alfard dengan seringaian mengejek di wajah nya.
Akira tersenyum dan menggelengkan kepala. "Akan ku pastikan itu tidak akan terjadi, bos". Sahutnya.
"Aku tidak ingin kejadian yang menimpa Sergio juga terjadi pada mu. Mantan tunangannya ternyata adalah seorang pengkhianat". Alfard mengepalkan kedua tangannya. Dia masih saja menaruh emosi setiap kali mengingat kejadian lampau di masa lalu yang melibatkan mantan tunangan sergio, Laura.
"Ku ingatkan kau, untuk mencari tahu latar belakang perempuan itu. Kita tidak ingin bertemu situasi bahaya suatu saat nanti. Maka dari itu kita harus meminimalisir kemungkinan itu dari sekarang". Ucap alfard dengan nada peringatan.
"Baik bos". Ucap Akira dengan sungguh – sungguh.