Jam di dinding menunjukkan sudah pukul 2 dini hari. Akira baru saja pulang ke rumah. Seharian ini dia berada di kantor untuk memeriksa laporan keuangan yang masuk. Dia juga harus rapat secara online dengan orang-orang kepercayaan nya yang mengurusi cabang-cabang restoran nya. Dia juga harus rapat dengan head chef terkait menu baru yang ingin diajukan. Belum lagi bagian promosi harus presentasi di depan nya untuk promosi bulan depan, dia harus memutuskan banyak hal. Sial nya dia juga masih harus mengurus seorang pengkhianat di dalam perusahaan utama yaitu The Wood Corp milik Alfard Wood.
Akira memang sudah tidak bekerja di perusahaan itu secara publik. Tapi dia masih berperan sebagai tangan kanan Alfard untuk urusan dibelakang layar perusahaan nya. Dia akan bergerak dan menghabisi orang-orang yang terbukti melakukan penggelapan atau pengkhianatan lain nya pada perusahaan. Baik perusahaan diri nya maupun perusahaan bos nya. Bagaimana pun pemodal terbesar restorannya adalah orang itu. Alfard Jayden Wood.
Dan dengan tubuh yang sudah babak belur kelelahan itu akhirnya Akira bisa pulang juga ke apartemen nya dengan tenaga yang sudah terkuras habis. Dia mungkin adalah CEO bahkan juga owner beberapa restoran. Tapi yang namanya CEO atau Chief Executive Officer tetap saja adalah karyawan yang harus mengurusi perusahaan yang dirintis nya. Apalagi jaringan restorannya sudah mulai membesar sehingga tanggung jawab nya semakin banyak. Itu berarti pekerjaan nya semakin banyak. Karena rekening karyawan nya bisa terisi atau tidak setiap bulan bergantung pada semua kerja keras Akira setiap hari.
Lampu di lorong apartemen nya menyala otomatis ketika Akira memasuki lorong tersebut. Lampu di ruang tamu dan ruang keluarga bahkan dapur sudah dimatikan. Hanya menyisakan lampu kuning di plafon yang berpijar membentuk suasana hangat yang temaram. Akira melihat sekeliling, sepi. Sejak kejadian tadi siang, dia tidak bertemu lagi dengan gadis itu. Bahkan bertukar pesan saja tidak. Akira terlalu sibuk untuk sekedar menelpon perempuan muda itu untuk menanyakan kabar. Toh itu akan terasa aneh untuk nya.
Tapi akira merasa, ia harus menghampiri kamar perempuan itu. Sekedar untuk mengecek keadaan nya. Tapi itu akan dia lakukan nanti, sekarang dia harus membersihkan diri terlebih dahulu.
*****
Meskipun dini hari seharusnya begitu pekat, malam ini rembulan bersinar terlalu bersemangat seperti nya sehingga bentuk nya bulat sempurna laksana koin perak yang menggantung di tengah langit malam yang gelap.
Gorden berwarna abu – abu muda di kamar anastasia terlihat tidak menutupi jendela besar di kamar tersebut. Floor to ceiling window itu dibiarkan tanpa gorden yang menutupi nya. Karena itu meskipun kamar itu tampak remang tanpa penerangan dari lampu besar di tengah kamar tersebut, cahaya rembulan cukup membantu menerangi kamar temaram tersebut.
Ana berguling gelisah diatas kasur. Meskipun kasur itu terasa empuk dan lembut tapi dia tetap tidak bisa memejamkan mata sejak terbangun beberapa saat yang lalu. Dia merasa sedikit lapar. Tadi nya dia mau mengabaikan rasa lapar ditengah malam itu tapi perut nya sejak tadi seolah berdemo minta diisi.
Dengan menendang selimut yang teronggok di kaki nya, Ana memutuskan keluar kamar saja dari pada dia kesal sendiri karena tidak bisa tidur. Dia mengambil sweater pink kebesaran nya dan memakai nya. Rambut nya ia ikat tinggi dengan kuat. Membentuk cempol asal di atas kepala nya.
Anastasia memasuki dapur itu dalam keheningan. Ana masih sibuk memutar bola mata memandang sekeliling, berdoa dalam hati mudah-mudahan lelaki itu belum pulang. Atau setidak nya dia mungkin sudah pulang dan juga sudah di dalam kamar, tertidur pulas. Kalau tidak, ana harus memutar otak bagaimana cara nya menghindari Akira. Dia masih kesal dengan kejadian tadi siang. Biar saja, dia akan mengabaikan Akira.
Tanpa suara Anastasia bergerak ke sudut ruangan dan menyalakan lampu penerangan sehingga seluruh penjuru ruang dapur bercahaya terang dan semuanya tampak begitu jelas. Anastasia membuka kulkas, dia mengambil satu bungkus besar keripik singkong, satu kotak coklat batangan, satu bungkus keripik ubi dan satu termos kecil berisi air hangat. Dia melihat ada eskrim di kulkas, ana mencari sendok tapi dia tidak menemukannya. Dia malah menemukan garpu alih-alih sendok. Ya sudah lah tidak ada sendok, garpu pun jadi. Tapi tangannya sudah penuh mengamit dua bungkus besar keripik dan coklat serta termos itu akhirnya ia terpaksa menjepit garpu itu di bibir nya. Dia harus membawa semua makanan itu ke kamar nya supaya tidak bertemu Akira. Setelah itu ia akan menyelinap lagi untuk mengambil eskrim di kulkas. Perfect! Rencana nya sempurna. Ana tersenyum dalam hati.
"Apa yang kau lakukan di dapur?"
"Shit! O ow"
Anastasia melongo, kenapa orang ini pake acara keluar kamar segala sih?! Tampang nya sekarang pasti terlihat seperti orang bodoh yang ketahuan menyelinap di tengah malam hanya untuk mencuri makanan. Manik mata hijau ana terbelalak karena terkejut ketika ia melihat Akira dengan kaos dan celana training panjang tiba-tiba keluar dari kamar nya. Lelaki itu sekarang bersidekap melipat kedua tangan nya di dada dan menatap Ana dengan wajah datar tanpa ekspresi nya.
Ana tidak ingin berkata apapun, dia sudah bertekad mengabaikan Akira. Jadi yang ada di pikirannya sekarang hanya lari ke kamar nya secepat yang ia bisa lalu menutup pintu sampai pagi. Karena itu spontan dia berlari tapi sayang nya akira lebih cepat membaca gerakannya sehingga lelaki itu sudah lebih dulu berlari menghalangi jalannya.
"Kau mau pergi kemana, pencuri kecil?" Ucap akira dengan sorot mata geli melihat tingkah nya yang serba salah itu.
Ana bergeser ke kanan, Akira pun bergeser ke kanan, menghalangi nya. Ana bergeser ke kiri, Akira juga bergeser ke kiri, masih menghalangi nya.
"Iiiiiiih aku mau ke kamar ku, pak!" Ucap Ana dengan kesal.
"Dengan membawa makanan sebanyak itu? Kau sudah mengambil makanan dari kulkas ku. Sekarang mau mengotori rumah ku". Ucap Akira datar dengan bersidekap
"Aku tidak mencuri nya. Enak saja. Makanan ini aku beli dengan uang ku sendiri". Ana masih menantang Akira dengan menaikkan dagu nya.
"Tidak boleh makan di kamar". Ucap Akira dengan menaikkan alis nya. Menyambut tantangan Ana.
"Lalu aku harus makan dimana?" Ana mulai kesal. Kenapa orang ini menyebalkan.
"Disana". Tunjuk Akira pada meja makan.
Mau tidak mau ana berjalan kembali ke dapur, tapi dia masih menunjukkan sikap melawan nya dengan sengaja duduk di barstool bukan di meja maka.
"Buatkan juga aku makanan". Akira menarik sebuah kursi tak jauh dari meja dapur dan duduk diatas nya dengan santai. Matanya mengamati Anastasia dan dalam hati berusaha menahan senyum. Ana saat ini terlihat seperti gozila betina yang siap menyemburkan panas dari hidung nya. Perempuan itu menyipit dan muka cemberutnya di tekuk menahan marah.
"Akan ku anggap itu sebagai uang sewa kamar mu". Ucap Akira jumawa. Dia sengaja menantang batas kesabaran perempuan itu. Wajah perempuan itu sudah memerah. Akira tidak sabar melihat dia meledak marah.
Anastasia merasa jengkel sekali. Orang ini bukan hanya menyebalkan tapi juga tidak tahu diri, rasanya Ana ingin mengumpat di depan muka nya kalau perlu akan ia absen semua nama satwa di kebun binatang. Tapi ........... ini kan memang rumah nya. Hati ana jadi menciut lagi. Dia menghembuskan napas pelan sebelum berkata.
"Tapi aku yang menentukan apa yang aku masak. Anda tidak boleh protes, pak". Ana menyipitkan mata setengah mengancam pada Akira.
Akira menyeringai, "Tergantung. Apakah masakan mu itu diterima oleh lidah ku atau tidak". Ucap nya menantang.
Ana memutar bola mata nya dan berbalik membelakangi akira. Dia mulai mengabsen isi kulkas mencari apa yang bisa dia buat di dini hari seperti ini. Sebetulnya dia sendiri juga sedang lapar, jadi sekalian saja dia masak untuk diri nya juga. Pokok nya dia akan masak yang dia suka. Persetan dengan akira apakah orang itu suka atau tidak dengan yang dia masak. Mata ana berbinar ketika dia menemukan apa yang dia cari. MIE INSTAN.
Akira mengernyit ketika melihat ana menjejerkan mie instan, susu cair, kornet sapi, pokcoy, keju dan telur di atas meja dapur.
"Kau mau memberiku makan dengan mie instan seperti itu?" Akira menaikkan alis nya. Menatap tidak percaya pada anastasia.
"Kau harus mencoba makanan rakyat jelata sekali-kali, pak. Aku berani jamin, di tangan ku mie instan ini pasti jadi special. Serahkan pada chef Ana". Ucap nya bangga sambil menepuk dada.
"Ck! Kau percaya diri sekali". Ucap Akira. Terdengar seperti ejekan dibanding pujian.
"Kalau enak, kau harus membayar 1000 dollars untuk satu mangkuk nya". Ucap Ana sambil mulai memanaskan panci berisi air.
"Enak saja. Bahan nya saja kau ambil dari dapur ku". Ucap Akira tenang.
"Oh iya hehe" Ucap ana sambil memasak membelakangi Akira.
Akira bersidekap, melipat kedua tangan di depan dada. Dia tersenyum melihat punggung perempuan kurus, kecil dengan sweater pink kebesaran yang kedodoran di tubuh nya sedang memasak mie instan di depan nya.
Akira memperhatikan dalam diam. Dia selama ini hidup sendirian di apartemen mewah dan besar nya itu. Akira tidak pernah membawa satu pun teman kencan nya ke rumah. Biasa nya perempuan – perempuan yang ia kencani hanya akan berakhir di hotel. Kebetulan berkat kebaikan hati bos nya, Alfard, dia diberikan kartu akses khusus untuk boleh membuka kamar tipe apapun di seluruh jaringan hotel milik Alfard.
Tidak ia duga kali ini ia justru memasukkan perempuan ke rumah nya bukan untuk ditiduri tapi hanya untuk tinggal bersama? Mungkin.
Akira melihat ana menuangkan mie ke dalam mangkuk yang berisi bumbu instan nya. Kuah mie itu ternyata ia ganti dengan susu cair yang dimasak bersama mie tadi. Lalu di memasak telur mata sapi setengah matang. Di wajan lain dia juga memasak kornet sapi. Ketika semua bahan itu selesai di masak ternyata itu semua adalah toping untuk mie kuah susu tersebut. Ana meletakkan telur mata sapi, kornet sapi yang dimasak dengan saus tomat, pokcoy rebus, parutan keju dan taburan cabe bubuk di atas nya.
Ana menatap dua mangkuk mie tersebut dengan puas. "Nah mie instan carbonara nya sudah siap". Dia menyodorkan satu mangkuk ke hadapan Akira.
Ana lalu mengambik kursi nya tadi dan dia duduk di hadapan Akira. Ana membaca doa sebelum memakan mie nya. Tanpa mempedulikan Akira yang masih menatap nya. Bahkan terdengar bunyi mie yang diseruput. Keras sekali. Akira mendengus jijik.
"Kau tidak menunggu ku makan?" Tanya Akira, dia mulai mengambil garpu dan mengambil sedikit mie.
"Untuk apa? Aku kan lapar". Jawab Ana asal
"Tidak sopan". Gerutu Akira. Ana hanya mengangkat pundak tidak peduli.
Akira mencoba memakan mie buatan Ana, tanpa ia duga ternyata mie ini enak juga. Baru kali ini dia makan mie instan dengan cara seperti ini. Rasa nya bukan saja lumaya enak tapi ini sungguh enak. Dia sudah lupa kapan terakhir kali ia makan mie instan.
"Anda lapar atau masakan ku memang seenak itu pak?" Tanya Ana, ada senyum mengejek di bibir nya.
"Aku memang lapar". Ucap Akira dengan pipi penuh mie. "Aku belum makan dari siang". Ucap nya jujur. Ana menghentikan kunyahannya dan menelan mie nya.
"Bukan kah anda punya banyak koki yang bisa membuatkan anda makanan kapan saja, pak?" Tanya ana penasaran. Bukan kah Akira itu pemilik restoran masa dia tidak makan secara kantor nya saja di atas restoran.
"Aku bekerja bukan di restoran terus setiap hari. Aku harus berkeliling, dari satu meeting ke meeting yang lain. Aku juga masih harus mengerjakan tugas lain selain mengurusi restoran. Tadi kerjaan ku sedang banyak jadi aku lupa kalau jam makan malam sudah lewat. Sekretaris ku mana berani mereka mengajakku makan. Menawari saja mereka tidak berani". Ucap Akira. Tepat setelah ia menghabiskan kuah mie nya.
Mendengar ucapan Akira tadi naluri keibuan Anastasia sebagai anak tertua di panti asuhan yang terbiasa mengasuh adik – adik nya yang masih kecil membuat dirinya tak mampu menolak rasa simpati terhadap lelaki ini. Entah kenapa Ana merasa lelaki ini seperti kesepian.
"Kalau anda mau, aku bisa memasak di rumah untuk anda". Ucap Ana pelan. Akira sedikit terkejut dengan perkataan itu tapi dia selalu bisa mengendalikan raut wajah nya tanpa riak.
"Nanti kau tarif lagi, makanan yang kau masak". Ucap nya dengan senyum setengah mengejek.
Refleks, ana melempar satu bungkus keripik singkong ke wajah akira. Sial nya gerakan tangan Akira sangat sigap hingga bungkus keripik itu berhasil ia tangkap dengan sempurna.
"Aku tidak sematre itu, pak!". Wajah nya sudah merah padam menahan kesal.
"Hahahaha........" Akira malah tertawa menanggapi nya.
Brengsek! Maki Ana dalam hati. Padahal kan tadi dia sedikit bersimpati pada lelaki ini. Sedikit iba. Hanya sedikit iba. Sedikiiiiittttt sekali iba. Aaaaah sudah lah ana tidak jadi menawari nya. Tidak akan pernah menawari nya lagi. Kapok!
Ana sudah bersungut – sungut dengan wajah cemberut. Tawaran nya malah dianggap becandaan. Padahalkan dia serius. Ana masih cemberut sambil menunduk menghabiskan kuah susu dari mie, dia tidak melihat ketika tangan besar akira bergerak mendekati nya.
Tiba-tiba ana merasakan sebuah tangan besar mengelus kepala nya lembut.
"Terima kasih". Ucap Akira pelan. Ana terpukau, suara Akira terdengar lembut sekali di telinga. Sorot mata Akira melembut dan seulas senyum tulus terbit di bibir nya.
Untuk sesaat Ana mematung. Akira. Tidak bagus. Untuk. Jantung nya.