Chereads / Right Hand's Lover / Chapter 6 - Part 6. Out of the frying pan into the fire

Chapter 6 - Part 6. Out of the frying pan into the fire

Satu jam sebelumnya.

Seluruh ruangan tempat diadakan pernikahan itu bernuansa putih dengan kain-kain putih panjang menjuntai menghias langit-langit ruangan yang tinggi. Chandelier besar yang menggantung tepat di tengah ruangan dengan tanaman rambat dengan sulur nya yang menjuntai ke bawah menambah nuansa sejuk natural. Lampu-lampu bercahaya kuning lembut terang menghiasi setiap sudut ruangan. Pencahayaan itu menambah kesan hangat dan mewah bersamaan.

Terdapat banyak meja-meja bundar dengan delapan kursi saling mengelilingi nya. Di atas meja bundar itu sudah ditata dengan rapi piring-piring mahal, juga sendok-sendok dan garpu-garpu dari kualitas terbaik, begitu juga dengan gelas-gelas cantik berbentuk seperti bunga lili yang anggun dan elegan. Tak lupa di tengah setiap meja bundar tersebut diletakkan vas bunga dengan rangkaian bunga mawar putih dan dedaunan hijau yang indah menyejukkan mata siapa pun yang memandang nya.

Diantara banyak nya tamu undangan yang menduduki setiap kursi yang disediakan di meja-meja bundar itu, akira duduk bersama Alfard dan istri nya tita. Tapi mata para lelaki memandang seseorang yang tidak seharus nya ada di antara mereka dengan wajah cemberut dan pandangan tidak suka. Sementara Tita lebih suka melihat dekorasi ruangan yang sangat indah menurut nya.

"Sulit dipercaya teman kita akhirnya melepas masa lajang juga". Sergio tertawa sambil menepuk punggung Akira. Tangan kanan nya mengangkat gelas wine sebelum dia meneguk nya sedikit. Mata nya melirik wanita cantik super sexy yang duduk tepat di samping nya. Sebelah mata nya mengedip jahil. Wanita itu terlihat senyum malu-malu.

Akira menoleh sedikit pada sergio dengan pandangan menusuk seolah berkata tajam. Sejak kapan kita berteman?.

"Kau tidak diundang, sergio". Ucap Alfard tajam. Meskipun berpura-pura tidak peduli pada Sergio tapi kelakuan sergio yang seenak nya itu benar-benar menjengkelkan di mata Alfard.

"Maka dari itu aku tetap datang. Untuk memeriahkan suasana. Agar teman ku ingat pada ku". Ucap Sergio lagi dengan santai. Senyum tidak lepas dari wajah tampan nya.

Hugo yang duduk tepat di samping perempuan yang Sergio bawa, berkali-kali menelan ludah merasakan aura membunuh dari orang-orang yang duduk di meja bundar ini. Bos nya benar-benar pintar sekali memancing keributan hingga pembunuhan. Dia hanya berharap keluar dari ruangan ini raga nya masih utuh dan menyatu dengan nyawa nya. Sedangkan wanita cantik yang dibawa Sergio juga merasakan hal yang sama dengan Hugo, lebih memilih diam.

Richard yang duduk di antara Alfard dan Akira justru sibuk mengamati hidangan dan tidak mau pusing-pusing merasakan aura ketegangan diantara tiga orang di samping nya ini. Semalam dia harus melakukan operasi selama enam jam non stop dan pagi ini dia baru ingat kalau adik semata wayang nya menikah. Jadi dia hanya ingin makan lalu pulang dan pergi tidur. Persetan dengan aura membunuh itu. Dia tidak peduli. Toh sudah biasa mereka saling menguarkan aura membunuh yang tajam. Dia sudah kebal.

Meja ini adalah meja khusus yang dipersiapkan untuk tamu undangan VVIP. Meja ini awal nya hanya diisi Alfard dan Tita yang datang tanpa membawa anak-anak mereka. Akira sengaja memilih duduk bersama mereka. Banyak tamu undangan yang hadir tapi tidak ada yang sedekat mereka berdua. Tidak berapa lama, Richard datang dengan mata hitam seperti panda. Akira menyuruhnya pulang saja dan tidur. Tapi dia bilang ingin melihat pengantin wanita adik nya yang sampai detik ini masih rahasia itu.

Tapi suasana mulai berubah horor seperti ada malaikat maut ketika Sergio dan Hugo si tamu tak diundang tiba-tiba duduk di meja mereka. Sergio bahkan membawa wanita cantik berbeda lagi dari terakhir kali mereka bertemu dan langsung menyapa dengan menyesap champagne. Tinggal lah hugo yang terjebak seolah dia berada di tengah peperangan tak kasat mata yang siap menyerangnya dengan senjata apapun yang bisa diraih di atas meja bundar ini.

"Ah ... akhirnya kita bisa berkumpul bersama lagi". Sergio memeluk pundak terbuka wanita di sebelahnya. Tapi mata nya menatap Tita.

"Kalau dipikir-pikir kita memang sudah lama juga tidak berkumpul seperti ini. Terakhir kita berkumpul ketika si kembar lahir bukan?". Hanya Tita yang tertawa dan menanggapi Sergio dengan keriangan yang sama.

Mata Alfard yang mengawasi Sergio menatap tajam. Tangan nya mengepal di atas meja. Akira yang memperhatikan bahkan bersiaga kalau-kalau Alfard melempar garpu di tangan nya tepat ke mata Sergio.

"Kau benar, Tita. Alfard bahkan tidak membukakan pintu rumah mu untuk ku". Kata nya dengan anda sedih yang dibuat-buat. Seolah dia adalah orang terzholimi di dunia ini.

"Kau lupa kalau kau tidak diundang di acara si kembar, Sergio". Ucap Akira setengah mengejek.

"Aku datang untuk tita. Kita bahkan dilarang berteman, tita". Sergio menampakkan wajah memelas yang dibuat-buat lagi.

"Iya Alfard memang kadang keterlaluan! Jangankan berteman dengan mu. Dia bahkan sengaja work from home selama tiga bulan hanya untuk melarang ku macam-macam". Kata tita dengan wajah cemberut dengan bibir sedikit mengkerucut.

Alfard yang mendengar istri nya merajuk langsung menolehkan pandangan pada tita. Bahkan tubuh nya ikut bergerak menyamping agar seluruh fokus nya tertuju pada satu wanita di mata nya.

"Itu karena aku mencintai mu, Tita. Aku tidak ingin kau terluka". Alfard menatap Tita tepat di mata coklat perempuan itu.

Tiba-tiba mereka seolah tenggelam dalam dunia mereka berdua. Bahkan tatapan bosan dan wajah ingin muntah richard tidak mereka hiraukan sama sekali ketika Tita membalas tatapan dengan tatapan penuh cinta yang sama.

"Ahh malang nya hugo dan richard yang jomblo". Celetuk Sergio. Spontan Akira tertawa. Hugo dan Richard bahkan bersiap melempar sendok pada Sergio.

"Sialan!"

"Dasar brengsek!" Kata Richard dan Hugo bersamaan kepada Sergio. Tapi Sergio dan Akira justru tertawa menertawakan mereka berdua.

"Ehem". Tita yang sadar terlebih dahulu berdehem dengan wajah semerah kepiting rebus. Dia buru-buru menenggak air putih yang tersedia di atas meja. Sedangkan Alfard tersenyum simpul melihat istri mungil nya tersipu malu.

Tiba-tiba salah satu anak buah Akira berjalan tergesa menuju meja mereka.

"Maaf tuan. Ada yang perlu saya sampaikan". Wajah orang itu terlihat gelisah.

Akira yang melihat ada gelagat aneh mulai memasang wajah waspada. Begitu pun dengan semua orang di meja bundar tersebut.

"Apa itu?" Kata Akira datar dengan pandangan menyipit tajam. Siapapun yang ditatap seperti itu mungkin akan lari terbirit-birit karena aura mengintimidasi yang kental menguar seketika dari tubuh pria tampan berpakaian taxido hitam ini. Lelaki itu membungkuk untuk membisikkan sesuatu ke telinga Akira.

"Nona menyuruh semua orang meninggalkan ruangan nya".

Akira mengerrnyitkan dahi nya. Tiba-tiba sebuah firasat buruk muncul di benak nya. "Tidak itu tidak mungkin". Bantah nya dalam hati.

Tepat ketika lelaki itu selesai membisiki kalimat tersebut pada Akira. Akira bangkit berdiri dari kursi nya. Dia bahkan berbalik tanpa berkata apapun pada orang-orang yang menatap nya dengan wajah penasaran.

"Akira!" tiba-tiba Alfard memanggil nama nya tepat ketika ia membalikkan badan dari mereka semua. Terpaksa ia berbalik kembali. Ia lupa sedang bersama siapa ia sekarang. Orang yang tidak pernah bisa ia bohongi. Alfard.

"Apa ada masalah?" Tanya Alfard tajam. Wajah nya datar tapi ada nada khawatir di ucapan nya.

"Tidak". Jawab Akira. Dia melihat semua orang di maja ini sebentar sebelum kemudia ia berkata. "Aku akan kembali".

*****

Anastasia benar-benar terpana melihat bagaimana beatrice bergerak lincah meluncur dengan tali yang membelit pinggang nya. Dia bergerak seperti turun tanpa kendala berarti padahal dia baru saja terjun dari gedung lantai 20an. Ana yang melihat hal itu tiba-tiba merasa sebuah sensasi aneh merayapi tubuh nya. Seolah apa yang ia lihat seperti adegan di film action yang selalu ia tonton bersama anak-anak panti yang remaja dikala larut malam.

"Damn! It so ...... AWESOME!!" Jerit ana dalam hati. Kedua tangan nya masih terborgol di tralis besi. Mulut nya pun bahkan masih terplester oleh lakban hitam.

Tok! Tok!

"Nona beatrice, apa anda sudah selesai?" Tanya seorang pelayan dari luar pintu.

Tubuh anastasia membeku seketika. Mata ana membelalak. Dia lupa dia sedang ada di pesta. Dan ini..... dan ini adalah ruangan calon mempelai wanita. Lalu wanita tadi bukan kah si mempelai wanita?

"Mati aku!". Jerit ana dalam hati lagi. Wajah ana berubah pucat pasi. Seolah darah berhenti mengalir di tubuh nya. Jantung ana bahkan berdetak berkali-kali lebih cepat seperti berpacu dengan setiap detik dari jarum jam.

"Nona! Karena anda tidak menjawab. Saya ijin masuk dengan paksa, nona". Kata pelayan itu lagi.

"Mati aku! Bagaimana ini??!!". Ana berteriak dalam hati. Mulut nya masih terkunci. Berteriak pun hanya menguras tenaga nya.

Tiba-tiba sebuah suara samar terdengar dari balik pintu. "Ada apa ini?". Suara itu terdengar berat dan dalam. Entah kenapa suara tersebut seperti memiliki kharisma tersendiri. Ada nada berwibawa dan aura penuh kuasa dari suara berat dan dalam tersebut. Anastasia sedikit merinding mendengar suara tersebut. Rasa takut tiba-tiba merambati hati dan pikiran nya. Membuat tubuh ana mulai berkeringat dingin.

"Ma-maaf tuan. Tapi nona beatrice tidak menjawab, jadi saya berniat membuka paksa kamar ini". Ucap si pelayan itu.

"Biar aku saja". Ucap lelaki itu. Dan sedetik kemudian terdengar suara knop pintu yang bergerak. Ana dapat melihat ketika knop pintu itu bergerak berputar. Waktu seolah bergerak sangat lambat. Seakan ingin menyiksanya lebih lama. Tepat ketika pintu itu terbuka, "Ibu!" pekik ana dalam hati. Dia memilih menundukkan pandangan. Ia tak kuasa menahan ketakutan hingga lebih memilih melarikan tatapan nya ke lantai kamar tersebut.

Detik itu ana tidak menyadari apa yang terjadi. Dia hanya mendengar suara langkah sepatu berjalan mendekati nya. Hingga ujung sepatu itu berdiri dekat di samping nya. seperti nya orang itu melihat ke balik jendela yang terbuka dan mendapati sebuah tali panjang yang biasa dipakai seseorang untuk olahraga panjat tebing masih menggantung di tembok gedung.

"Shit!" Ana dapat mendengar dengan jelas ketika laki-laki itu mengumpat di samping nya.

"Siapa kau? Kenapa bisa ada disini?". Suara pria itu bertanya.

Ana masih belum berani mengangkat wajah menghadap pria itu. Dia masih takut. Dengan takut-takut ia mulai memberanikan diri melihat ujung sepatu pria itu. Mata nya mulai bergerak naik melirik celana pria itu yang berwarna navy blue lalu tubuh pria itu mulai terlihat.

Seorang pria dengan balutan jas berwarna navy blue berdiri tepat di hadapan nya. Anastasi belum berani melihat wajah nya tapi pria ini jelas jauh lebih tinggi dari diri nya. Jas itu terlihat indah di tubuh atletis nya. Vest navy blue itu seakan memeluknya erat hingga tubuh itu terlihat gagah luar biasa. Sekali pandang saja, semua orang dapat menebak dengan tepat bahwa jas itu amat mahal dan mewah. Pria itu terlihat sangat luar biasa tampan dan gagah dalam balutan jas tersebut. Dasi kupu-kupu warna senada dengan jas dan vest nya menggantung gagah diatas balutan kemeja putih yang membalut tubuh kekar nya.

Bola mata ana bergulir kembali ke atas hingga pandangan nya mampu melihat dengan jelas lelaki ini. Untuk sesaat dia terpana. Lelaki di hadapan nya ini memiliki manik mata hitam legam bak malam dengan aura misterius yang membuat orang yang menatap nya penasaran dengan kedalaman jiwa nya.

Ana dapat melihat kening lelaki ini berkerut seolah sedang berpikir dalam tapi justru itu daya pikat nya. Dengan alis hitam tebal memanjang menaungi kelopak mata dengan bulu mata panjang, hidung lelaki ini melengkung gagah dengan tulang hidung yang tinggi. Kedua pipi nya tirus dengan rahang yang tegas. Tiba-tiba sorot mata anastasia berhenti tepat di bibir pria ini.

Sreeeetttt!!!

"Auuwww!" Ana tersentak kaget ketika lakban di mulut nya di buka paksa oleh tangan lelaki itu.

"Siapa kau? Dan kenapa kau bisa berada disini?" Tanya lelaki itu tajam.

"A-aku tidak sengaja mengikuti arus ke ruangan ini. Aku sedang di kejar-kejar penjahat. Lalu aku bersembunyi dengan mengikuti tamu undangan ke gedung ini. Aku hanya mencari tempat sembunyi sementara waktu tapi kemudia aku melihat kamar ini tidak di kunci dan ketika aku melihat ke dalam. Perempuan itu. Perempuan itu mau meloncat dari jendela. Aku kira. Aku kira ia akan bunuh diri jadi aku mencegah nya dengan menarik nya. Tapi kemudian. Kemudian dia malah memborgol ku dan tetap melompat. Aku takut sekali. Aku kira ia akan mati ternyata WOW DIA SEPERTI SPIDERMAN!". Ucap anastasia dalam satu tarikan napas. Diakhir kalimat nya mata nya berbinar-binar seperti melihat adegan atraksi sirkus.

"Jadi kau membantu nya melarikan diri?" Tanya Akira tajam.

"Tidak. Tidak. Tidak. Sudah ku bilang, pak. Aku mencegahnya agar tidak bunuh diri. Aku tidak tahu kalau dia akan kabur. Dia bilang aku harus disini menggantikan nya. Tapi aku tidak tahu apa maksud nya". Jawab Ana

"Pak. Bisakah anda tolong lepaskan borgol ini. Tangan ku sakit". Ucap anastasia lagi dengan wajah memelas.

Akira menatap kedua penrgelangan ana yang terborgol dan borgol itu membelit tralis besi jendela. Dapat akira lihat garis merah yang pasti akan membiru jika tidak segera diobati. Akira melirik salah satu anak buah nya.

"Ambilkan aku alat untuk membuka borgol". Perintah nya dengan nada tegas pada salah satu anak buah nya itu.

"Baik tuan Akira". Dan salah satu dari mereka dengan sigap mengeluarkan sesuatu dari saku celana nya. Itu adalah sebuah kunci. Kunci khusus yang berbentuk aneh untuk membuka semua jenis borgol dengan tingkat akurasi yang nyaris sempurna.

"Akira?" Anastasia bergumam dalam hati. Akira. Akira kenapa nama itu terasa familiar bagi nya. Tapi dimana ia pernah mengenal orang dengan nama yang sama. Ana menggelengkan kepala mengusir rasa pening yang tiba-tiba muncul di pikiran nya.

Hanya dalam waktu singkat anak buah Akira berhasil membuka borgol si kedua tangan anastasia.

"Ah... akhirnya". Desah ana lega setelah berhasil melepaskan diri dari borgol yang menyakiti tangan nya.

Anastasia sibuk memperhatikan pergelangan tangan nya yang memerah hingga ia tidak menyadari satu tangan besar dan kokoh sudah memagari sisi kiri nya.

"Jadi bagaimana cara mu bertanggung jawab atas kekacauan yang kau lakukan?".

Tubuh ana tiba-tiba berdiri kaku. Dia baru menyadari suara berat dan dalam itu menghantarkan getaran listrik ringat yang menyengat tubuh nya. Hembusan napas Akira terasa panas di ujung kepala ana. Karena perbedaan tinggi mereka. Ana hanya setinggi dagu Akira. Ana dapat mencium aroma wine yang memabukkan dari hembusan napas lelaki di hadapan nya ini.

Anastasia tidak berani mendongak. Dia diam-diam melirik sisi kiri nya dimana terdapat sebuah lengan panjang dalam balutan jas biru tua memagari sisi kiri nya. Lengan itu begitu dekat dengan telinga nya.

Ana menelan ludah gugup ketika tubuh tinggi di hadapan nya ini sedikit membungkuk, menurunkan ketinggian nya agar wajah mereka sejajar. Tangan kiri Akira bergerak untuk memagari sisi kanan anastasia. Suasana tiba-tiba terasa hening. Mereka berdua tidak menyadari betapa begitu dekat nya tubuh mereka satu sama lain.

Wajah Akira yang terlihat garang tampak menatap tajam wajah anastasia yang sudah pucat pasi. Tiba-tiba sebuah seringaian tipis muncul di wajah tampan Akira.

"Katakan pada ku. Bagaimana cara mu bertanggung jawab? Kau mengacaukan hari pernikahan ku". Ucap Akira lambat-lambat dengan aura mengintimidasi.

"A-aku sudah katakan. A-aku tidak bermaksud mengacaukan nya pak. Aku bahkan tidak sengaja berada disini". Ucap anastasia.

"Aku tidak peduli. Aku tidak mau tahu. Kau harus bertanggung jawab atas kekacauan yang telah kau buat". Ucap Akira dengan nada tajam.

"Tapi... tapi bagaimana cara nya pak??". Kata Ana hampir menangis. Dia takut. Sungguh dia takut.

Tanpa mengalihkan pandangan nya dari wajah ketakutan anastasia. Akira berteriak memanggil salah satu anak buah nya yang bernama Dante. Lelaki yang berdiri tak jauh dari Akira itu menyahut dan mendekat. Dia kini berdiri di samping Akira. Sejenak ia mencuri pandang pada Anastasia sebelum mengalihkan pandangan nya lagi pada Akira.

"Panggil semua penata rias kemari. Aku ingin wanita ini siap dalam waktu 30 menit". Ucap Akira. Dia menegakkan kembali tubuh nya. Tetapi tetap memagari anastasia.

Dante mencuri pandang pada anastasia sekali lagi sebelum menyahut. "Baik tuan". Dan melangkah pergi dari kamar tersebut. Hanya dalam hitungan menit semua penata rias sudah berdiri berjejer di hadapan Akira.

Lelaki itu akhirnya berhenti memagari ana dan berbalik.

"Aku ingin wanita ini didandani dalam waktu 30 menit. Pastikan gaun pengantin itu pas ditubuh nya". Akira menunjuk gaun pengantin yang tergantung di gantungan besi. Semua orang terbengong. Bukan kah mereka baru saja selesai merias pengantin wanita kenapa sekarang harus merias lagi dan beda orang pula.

Ana yang mendengar kalimat itu langsung terlihat horor seketika. Apa maksud lelaki itu. Apa dia sudah gila. Bagaimana bisa dia bersikap seperti itu.

"Pastikan hanya 30 menit atau nyawa kalian taruhan nya". Ucap Akira tajam penuh dengan ancaman.

"Tunggu! Tunggu sebentar. Apa aku harus menjadi pengantin menggantikan wanita itu?" Ana menunjuk jendela yang sudah tertutup tempat beatrice tadi meloncat.

Melihat penolakkan yang dilakukan anastasia. Anak buah Akira yang bernama Dante tiba-tiba menodongkan pistol ke arah Ana. Sontak saja semua orang terkesiap kaget. Tubuh ana mendadak kaku karena moncong senjata mengarah tepat ke arah nya. Akira yang melihat itu melirik dante dari sudut mata nya.

"Aku tunggu di altar. Tiga puluh menit dari sekarang". Tepat ketika ia menyelesaikan perkataan nya Akira berlalu pergi. Dante menurunkan senjata nya dan berjalan mengikuti Akira dari belakang.

"APA?!". Ana merasa laki-laki itu sudah gila.

"Ya Tuhan kenapa nasib ku sial sekali. aku baru saja keluar dari mulut buaya malah masuk mulut harimau hiks". Ucap Ana pasrah meruntuki nasib nya dalam hati.