Chereads / Zennavy / Chapter 18 - 17. Kembali terulang

Chapter 18 - 17. Kembali terulang

Suara detak jarum jam yang terdengar konstan menjadi pemecah keheningan di dalam ruangan dokter Vizan. Tapi tidak mampu menghantarkan kenyamanan bagi pasangan suami istri yang sudah berdiam diri selama lima belas menit disana. Nampak dari raut mereka, jika Pasutri itu sedang di landa ketegangan.

Di depan mereka, dokter Vizan terlihat fokus membaca hasil pemeriksaan dan melihat rontgen pasiennya. Raut sendu kentara terlihat di wajah Vizan.

"Gimana Zan. Hasil pemeriksaan Navy baik-baik aja kan?." Tanya salah satu dari mereka. Yang tak lain dan tak bukan adalah Jiwoon.

Vizan menghela nafasnya, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi lalu menyerahkan sejumput Amplop besar kepada Jiwoon yang langsung di tolak mentah-mentah oleh laki-laki itu.

"Lebih baik lo yang jelasin ke kita. Biar jelas." Ujar Jiwoon lagi. Ayah enam anak itu tampak begitu gelisah di tempat.

"Baiklah." putus Vizan.

"Patent Ductus Arteriosus, penyakit itu kembali lagi Ji." Singkat padat dan jelas. Tapi entah kenapa menimbulkan gelenyar tak nyaman yang di rasakan oleh Jiwoon dan Mona. Bahkan Mona langsung meneteskan air matanya, kala ucapan Vizan mengalir begitu lancar.

"Lo jangan ngada-ngada Zan. Yang lo omongin itu anak gue." Sangkal Jiwoon. Matanya bahkan memerah entah menahan tangis atau amarah.

Vizan menatap Sahabatnya Sendu. Ingin sekali ia juga bilang jika dia mengada-ngada. Tapi masalahnya apa yang ia ucapkan itu adalah sebuah kebenaran, hasil dari pemeriksaannya yang di lakukan beberapa hari yang lalu pada Navy.

"Lo bilang setelah mengganti jantung Navy dengan jantung yang baru dan sehat. Anak gue ga bakalan ngerasain sakit lagi. Tapi sekarang apa Zan. Lo bohong." Kata Jiwoon berteriak lantang.

Di tempatnya Vizan masih mempertahankan ketenangannya kendati demikian jika di dalam diri Dokter itu, dia tengah berteriak kencang mengudarakan rasa penyesalan.

"Sorry Ji, gue ga bisa apa-apa jika tuhan sudah berkehendak. Dari hasil pemeriksaan tadi menunjukan jika ada lubang atau shunt yang persisten antara Aorta dan arteri pulmonal melalui ductus arteriosus yang tidak menutup sehingga mengakibatkan darah yang kaya oksigen dari aorta bercampur dengan darah yang miskin oksigen dari arteri pulmonal."

"Jika di lihat dari gejala yang Navy Alami kemungkinan besar jika lubang itu terbuka lebar. Oleh sebab itu, Waktu Navy tumbang dia kesulitan Nafas dan juga Ritme jantungnya yang berdetak begitu cepat. Sorry, Ji. Gue ga tau jika penyakit itu kembali datang ke tubuh anak lo." Jelas Dokter Vizan penuh penyesalan. Jiwoon yang semula di liputi oleh amarah perlahan meluruhkan emosinya. Sementara di sampingnya Mona menangis tersedu mendengar penjelasan Vizan.

"Jiwoon Mona. Coba lo tanya baik-baik sama Navy, tentang Gejala yang di rasakan nya. Gue curiga jika Navy menyembunyikan sesuatu hal dari kalian. Di lihat dari kasus Navy  bukaan ini semakin membesar, itu artinya Navy telah merasakan gejala PDA sudah lama." Lanjut Vizan. Yang mampu membungkam mulut Jiwoon dan Mona. Bahkan tangisan Mona pun terhenti seketika.

Sepasang suami istri itu saling menatap satu sama lain, sebelum akhirnya mengangguk pelan. Yang di balas senyuman miris Vizan.

Dulu sekali Vizan pernah berada di posisi Jiwoon. Dimana Putra bungsunya memiliki riwayat penyakit yang sama seperti Navy. Tapi sayang penyakit yang di derita putra bungsunya--Agam semakin parah. Satu yang mereka sesalkan mereka terlambat dalam mengambil langkah pengobatan. Sehingga mengakibatkan nyawa sang putra meregang di usia muda di akibatkan oleh Gagal Jantung dan akhirnya tidak tertangani.

Ya.. Penderita PDA tergolong besar seperti yang di derita Navy jika tidak di tangani secepatnya akan menimbulkan beberapa komplikasi dan salah satunya adalah Gagal jantung.

beruntunglah dulu Navy langsung mendapat perawatan secepatnya dengan menjalankan Transplantasi jantung karena dulu jantung Navy sudah rusak. Sehingga usia anak itu lebih panjang ketimbang Agam.

Tapi sekarang, sayang seribu sayang. Bocah selugu dan seceria Navy harus kembali berperang dengan penyakit sama yang telah meregang nyawa sahabatnya.

"Pengobatan apa yang harus kita lakukan Zan. Apa harus Transplantasi jantung lagi?." Tanya Jiwoon.

Vizan menggeleng "itu terlalu beresiko. Apalagi mencari jantung yang cocok itu sangat sulit. Mungkin untuk sementara waktu gue akan memberikan obat yang di gunakan untuk mengatasi gejala-gejala bengkak atau nyeri Sendi. Tapi gue saranin Navy melakukan katerisasi kardiak untuk mencegah terjadinya endocarditis infektif. Namun jika lubang itu tidak tertutup juga melalui proses katerisasi maka kita terpaksa mengambil tindakan pembedahan." Jelas Vizan panjang lebar.

Mona mengangguk, dan menarik kedua ujung kurvanya membentuk senyuman yang terkesan di paksakan.

"Aku dan Jiwoon akan membicarakan ini kepada Navy nanti."

Vizan mengangguk, ia membalas senyuman Mona. Lalu menuliskan sesuatu diatas note kecil. "Jangan lupa tebus obat ini."

Moza mengambil resep obat yang di berikan Vizan. Lalu mengangguk pelan. "Kalau begitu kami pergi dulu. Zan. Terimakasih sudah mengupayakan yang terbaik untuk Navy."

"Navy udah gue anggap anak gue sendiri Na. Lo lupa, dulu Navy sama Agam sering main bareng disini."

Kemudian setelah pembicaraan mereka selesai. Jiwoon dan Mona pun undur diri dari ruangan dokter Vizan.

****

Navy menyimpan sajadah yang baru selesai ia lipat ke atas ranjang bersprai captain america lalu membuka peci hitam yang menutup kepala bagian atasnya.

Di rumah hanya ada dia dan kakak sulungnya Gavin. Sementara kakaknya yang lain. Entahlah.. mungkin mereka masih di sibukkan dengan urusan masing-masing. Navy mana peduli.

Navy membuka laci bagian bawah nakas kemudian mengambil sebuah figura dirinya dan sahabatnya--Agam.

Senyum sendu Navy ukir ketika melihat raut bahagia Sahabatnya di dalam foto.

Aahh.. rasanya Navy ingin sekali kembali mengulang masa itu. Masa dimana ia masih bisa merengkuh sahabatnya dan masa dimana ia dan Agam saling melontarkan sebait semangat untuk berjuang mempertahankan hidup.

"Lo bahagia disana ya Gam?." Tanya Navy mulai mengajak bicara figura foto itu.

Hening tak ada jawaban. Dan Navy pun memaklumi itu. "Bego lo ahh.. lo ninggalin gue gitu aja. Gue jadi kesepian bambang. Enak disana lo bakalan ketemu sama si Kevin. Lah gue disini Alone, Gam disini gue alone huhuhu..." cerocos Navy tak lupa mendramatisirkan suasana.

Omong-omong tentang Kevin. Dia juga sahabat Navy dan Agam. Sama-sama berjuang melawan penyakit. bedanya Kevin melawan penyakit kanker getah bening yang ia derita. Tapi sekarang anak seusia Navy itu sudah berpulang ke pangkuan tuhan lebih dulu sebelum akhirnya Agam menyusul pergi.

"Lo tau.. ga ada lo sama Kevin hidup gue rasanya hambar, kecut, asem, pait. Kayak hidup lo Gam. Ehh.. lo kan udah meninggal ya hehehe.. gue lupa." Navy terkekeh di akhir ucapan nya. Tentu saja ia merasa geli dengan joke garing yang ia keluarkan tadi.

"Pengen banget ketemu lo sama Kevin lagi masa. Kangen nih gue."

"Oh ya Gam.. sahabatan sama abang lo ga enak sumpah. Dingin, jutek, Galak. Isshh.. betah banget lo jadi adek dia. Gue mah ogah. Cukup bang Gev, bang Dam sama si Vano tuh yang sok-sokan pengen nyaingin kaku nya patung. Abang lo ga cocok asli. Dan lo--."

"Nav." Sesi curhat Navy pada foto Agam terhenti ketika Gavin menyembulkan kepalanya di pintu lalu memanggil Navy.

Sempat kesal karena Gavin main buka pintu kamarnya tanpa di ketuk, tapi akhirnya Navy tidak mempermasalahkan itu. Toh dia juga sering melakukan nya kepada Gavin dan kakak-kakak lainnya--Main nyelonong masuk kamar orang tanpa ketuk pintu.

"Kenapa?." Setelah menyimpan foto Agam ke tempat semula Navy pun bertanya ketus.

Gavin tersenyum lima jari, ia membuka pintu kamar Navy lebar-lebar. "Appa sama Bunda udah pulang tuh dia nyariin lo." Beritau Gavin.

Navy hany mengangguk malas. Ia lalu mengibaskan tangan nya pertanda jika ia menyuruh Gavin cepat pergi.

"Apa?." Rupanya Gavin tidak paham isyarat Navy ternyata.

Navy mendengkus kesal. "Pergi dari kamar gue bang. Gue mau ganti baju dulu, atau jangan-jangan lo mau ngintip ya. Jangan Bang gue masih perawan."

Gavin berdecih ketika Navy sudah mulai lebay. Ia tanpa sepatah kata pun pergi dari kamar Navy tak lupa menutup pintu kamar adiknya.

****