Bosan.. satu kata itu yang tengah Navy rasakan sekarang.
Bagaimana tidak, hari ini dirinya tidak boleh melakukan apapun. Eittss.. jangan salah paham dulu. Yang di maksud tidak boleh melakukan apapun itu; dia tidak boleh nonton drakor, dia tidak boleh nonton MV BTS dan EXO, dia tidak boleh megang handphone ataupun hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas weekend-nya termasuk Komputer, I-pad dan laptopnya yang sudah di sita Mona.
Sungguh malang nasib Navy hari ini. Dan Navy sungguh mengutuk gucci kesayangan Bundanya yang harus pecah karena tidak sengaja tersenggol olehnya.
"Gucci sialan!! Gara-gara dia Hp, kompouter, I-pad dan laptop gue jadi di sita." Gerutu Navy sembari menyandarkan punggungnya ke sandaran Sofa. Di ruang keluarga hanya ada dia sendirian, entah yang lain nya kemana. Navy tidak peduli. Yang ia pedulikan sekarang adalah bagaimana cara mengambil kembali ponsel kesayangan nya dari genggaman sang Bunda yang kini tengah merajuk padanya. peduli setan dengan komputer, I-pad dan Laptop nya yang juga ikut di sita yang Navy butuhkan itu Handphone.
Iya, Mona sedang ngambek pada Navy karena Navy dengan cerobohnya menyenggol Gucci kesayangan Mona yang baru saja di beli beberapa bulan yang lalu saat Mona menemani Jiwoon dalam perjalanan Bisnis ke Paris. Tapi menurut Navy pecahnya Guci kesayangan Bundanya itu bukan sepenuhnya kesalahan nya juga. Salah siapa menaruh Gucci dengan harga fantastis itu di dekat tangga. Begitulah pikirnya.
Setelah membiarkan hening meraja lela di ruang keluarga, Navy mengedarkan pandangan nya ke segala arah agar obsidian kelam Navy menemukan seseorang yang bisa ia mintai tolong guna membujuk Mona agar mengembalikan ponselnya. Oh ayolah.. Navy tidak bisa hidup tanpa Ponsel ehh.. sepertinya kata-kata itu Navy ralat maksudnya tiada hari tanpa ponsel untuk Navy.
"Bang Dami." Panggil Navy. Senyumnya merekah saat melihat kakak ketiganya yang baru saja turun dari tangga.
Tangan nya ia angkat, berharap Dami menyadari presensinya. Tapi memang hari ini Nasib Navy sedang sial. Dami hanya melirik sekilas kehadiran sang adik bungsu, setelah itu ia pun melewati ruang keluarga guna menuju dapur.
Di tempatnya mulut Navy menganga lebar, dengan kedua manik kembarnya yang membulat. Apakah ia baru saja di kacangi oleh sang kakak kutub?
"Shit." Umpat Navy kesal. Rona wajah yang semula cerah kembali di tekuk dengan bibir yang mengerucut.
"Dasar kulkas berjalan. Percuma juga gue ngomong sama dia. Ga bakal nyahut. Dia kan benda mati." Gerutu Navy misuh-misuh sendiri.
"Siapa yang Benda mati?."
Deg..
Tubuh Navy menegang kala pertanyaan itu terdengar dengan ciri khasnya yang dingin dan datar.
"Ya Allah jika engkau ingin mencabut nyawa hamba sekarang. Hamba ikhlas ya Allah.. asalkan hamba jangan di pertemukan dengan spesies manusia kutub ini." Batin Navy berucap dengan harap-harap cemas.
Dan setelah membuang nafas kasar. Navy pun menoleh patah-patah ke belakang dengan gerakan slow motion.
Lalu setelah menatap orang itu Navy cengengesan tak jelas. Seketika ia mati kutu saat melihat raut datar orang itu.
"Ha-ha-hallo Bang Gev, pagi ehh Siang.. maksud Navy." Sapa Navy kepada Orang itu yang tak lain dan tak bukan adalah kakak kedua Navy--Gevan.
Gevan itu dingin, jarang bicara, dan rautnya selalu datar. Itulah mengapa Navy kadang suka gugup jika berhadapan dengan Gevan. Gevan itu panutan nya, dan Navy berharap jika ia sudah dewasa nanti ia ingin sekali bisa menjadi seperti Gevan. Ganteng, iya. Pinter, iya. Dan yang pasti Gevan itu Swag uuuhh.. pokoknya Bang Gevan itu kayak Babang Suga BTS kalo menurut Navy. Satu lagi, Meskipun Gevan jarang bicara tapi Diantara ke lima saudaranya. Hanya Gevan lah yang mengetahui betul perasaan Navy meskipun Navy tidak pernah bercerita sama sekali. Jadi tak ada alasan bagi Navy untuk tidak mengagumi Gevan 'kan?
"Lo lagi ngapain disini?" Mengabaikan pertanyaan nya tadi yang tak kunjung di jawab oleh sang adik bungsu. Gevan pun kembali melempar pertanyaan yang lain. Tentu saja dengan wajah datarnya.
Mendapat pertanyaan seperti itu Navy langsung mendengus kesal. "Bunda ambil HP gue Bang." Adu Navy dengan mengerucutkan bibirnya.
"Terus gue bosen."
"terus gue kesepian."
"terus gue jenuh."
"Terus tadi Gue di kacangin sama Bang Dami, padahal di kacangin itu ga enak, masih mending kacang rebus atau kacang asin setidaknya mereka berharga. lah ini, boro-boro berharga di kasih recehan aja nggak." cerocos Navy yang sejatinya terdengar tidak nyambung sama sekali. kacang? harga? receh? semuanya di sebutin.
"Terus lagi gue ga boleh nonton drakor, ga bol--."
"Kenapa?" Potong Gevan cepat supaya Navy menghentikan ucapannya yang membuat telinga pengang. tentu saja pertanyaan Gevan Menghadirkan kerutan di dahi Navy.
"Kenapa apanya?." Tanya Navy balik. Menurut nya pertanyaan Gevan itu terdengar Ambigu dan tidak jelas.
Gevan menghela nafas pelan. Ia paling tidak suka jika harus mengulang pertanyaan yang sama. Maka dari itu, Gevan hanya mengedikkan bahunya acuh.
"Lupain." Ucapnya seraya berjalan menuju dapur.
Tentu saja Navy langsung mengekori Gevan. Sebenarnya ia penasaran dengan apa yang akan Gevan lakukan di dapur. Mengingat jika Gevan itu dilarang keras oleh Mona agar jangan sampai menapaki kakinya di dapur. Bukan apa-apa, hanya saja Mona takut jika Gevan ke Dapur, Bisa-bisa dapurnya kebakaran. Inilah kekurangan Gevan yang tidak di ketahui banyak orang, dia itu ceroboh kalo urusan memasak, memotong bawang dan hal lain nya yang berkaitan dengan aktivitas di dapur. Dulu saja Gevan pernah membuat dapur ini hampir dilanda kebakaran, gara-gara Gevan memasak air untuk membuat kopi hitam.
Tetapi Gevan tidak tau cara mematikan kompor hingga akhirnya ia membiarkan kompor itu tetap menyala selama berjam-jam, untung saja saat itu ada Gavin yang hendak mengambil air minum sehingga kebakaran pun tidak terjadi. Dan semenjak kejadian itu Mona tidak mengizinkan Gevan menyentuh peralatan dapur, ibu enam anak itu masih trauma omong-omong gara-gara kecerobohan putra keduanya.
"Bang Gevan mau apa ke dapur?." Tanya Navy dengan was-was.
Gevan melirik Navy lewat ekor matanya, ia tidak menjawab pertanyaan sang adik. Karena ia lebih memilih mendudukan tubuhnya di kursi pantry di samping Dami lalu merebut paksa mangkuk berisi sereal yang tengah di santap oleh sang adik kemudian melahapnya dengan santai. Mengabaikan delikan tajam Dami yang di layangkan padanya.
"Kalau mau makan. Bikin sendiri!! jangan rebut punya orang. Lo punya tangan 'kan?." Desis Dami dingin.
Sendok berisi sereal yang hendak masuk ke dalam mulut Gevan akhirnya tertahan di udara.
Gevan menoleh ke samping dengan manik tajamnya yang memicing seolah akan mengguliti adik pertamanya hidup-hidup. Sendok yang menggantung di udara pun kembali ia simpan ke dalam mangkuk.
****