Chereads / Be a Princess / Chapter 27 - Pertarungan para Putri

Chapter 27 - Pertarungan para Putri

Tepat seperti peringatan pangeran Edgar. Aku tidak menemukan catatan tentang para bangsawan yang di buat oleh Agatha. Sebenarnya itu cukup membantuku. Aku hanya perlu menaruh perhatian pada beberapa bangsawan yang tercatat dalam Novel. Nama lain yang tertulis hanyalah bumbu pelengkap yang tidak penting. Aku hanya tanpa sadar menghapalnya karena berada dalam lembar yang sama dengan nama-nama lainnya.

"Sir Reese, apakah anda melihat catatan penting ku?"

"... Apakah ini tentang catatan para bangsawan lain yang anda mata-matai?"

"Sir Reese, anda harus lebih sopan"

Segera Agatha mengkritik nya.

"Baiklah, itu catatan untuk tugas sang putri"

"Cih"

Aku memperhatikan mereka mulai mencari di antara dokumen-dokumen yang di kirimkan Viscount Medell.

"Putri, aku akan menuliskannya lagi"

Agatha menyerah.

Begitu aku mengangguk, Agatha segera meninggalkan ruang kerjaku. Sementara Reese tetap mematung di tempatnya.

"Apakah anda memang tidak sengaja menghilangkannya putri?"

Dia menyilangkan tangan dan menatapku tajam.

Ramah dan bersahabat tanpa peduli status? Reese melakukannya dengan sangat baik. Sopan dengan tetap beretika saat bicara dengan bangsawan? Aku sudah berhenti mengharapkannya dari Reese.

"Hei... Aku mempelajarinya berhari-hari. Apa untungnya menghilangkannya"

"... maafkan aku Putri. Aku akan mencarinya lagi"

Reese kembali fokus. Pada kertas-kertas yang berserakan di mejaku.

"Sambil mencarinya, tolong atur dokumennya menurut prioritasnya"

"Apa anda yakin tidak sedang memanfaatkan seseorang yang tidak bersalah, putri?"

Ia menyilangkan lengannya lagi. Menatapku tajam lagi. Kali ini dia melengkapinya dengan raut wajah kesal.

"Apa kau pikir aku selicik dirimu? Kalian sudah mengacak-acak dokumennya, jadi kembalikan seperti semula"

Aku mengabaikan protesnya dan meninggalkan Reese sendirian. Intuisiku pasti benar. Reese bukan hanya sekedar ksatria. Dia protes bukan karena tidak bisa menyelesaikan apa yang aku perintahkan tetapi karena dia tidak ingin repot.

Aku seharusnya tidak mempercayai pangeran Edgar begitu saja. Reese di kirimkan bukan untuk melindungi aku. Reese dikirimkan untuk mengetahui setiap gerak-gerikku dan untuk memastikan dia tidak kehilangan aku sebagai jaminan untuknya.

"Putri, aku sudah menyelesaikannya. Silahkan di lihat"

"Terimakasih Agatha"

Aku mengambil dan melihat catatan baru yang di tulisnya. Itu masih serinci catatan pertama dan ditulis dengan rapi seperti sebelumnya. Aku tidak tega memberi tahu dia jika sebenarnya aku tidak memerlukan catatan itu lagi.

"Apa yang dilakukan pria bodoh itu di bawah sana?"

Agatha yang sebelumnya hendak menutup pintu yang menuju balkon kamarku melongok ke bawah.

Aku penasaran dan ikut melihat apa yang menarik perhatian Agatha.

Seseorang dengan seragam yang berbeda dari ksatria Calverion sedang merunduk pada rumpun bunga di bawah kamarku seolah sedang mencari sesuatu. Orang yang seharusnya tidak ada di sana.

Apa dia sudah menyelesaikan tugas yang kuberikan? Kalau begitu apa dia jauh lebih mampu daripada apa yang aku pikirkan?

"Dia mau merusak bunga-bunga itu ya?"

Sejak awal Agatha tidak menyukai Reese yang memperlakukan aku dengan santai. Jadi segala sesuatu yang dia lakukan selalu terlihat salah dimatanya.

Dan aku tahu apa yang sedang dicarinya dari rumpun bunga hingga pohon besar di seberang kamar ku. Jejak Aidan.

Hanya saja... Untuk apa dia mencari jejak orang lain jika mereka berasal dari tuan yang sama.

Tiba-tiba ia mendongak ke atas. Itu cukup jauh, tapi aku yakin dia menatapku tajam.

***

"Mereka sudah tiba putri"

Aku mengangguk pada tatapan penuh tekad Agatha lalu kembali beralih pada bayangan ku yang terpantul.

Rambut hitam panjang ku hanya ditahan dengan hairpin berhias mutiara sehingga sebagian besar jatuh menutupi punggungku tetapi tidak mengganggu wajahku.

Kali ini Agatha memilih gaunku dengan hati-hati. Dia tetap mempertahankan bentuk gaunku yang menutupi lengan dan leherku dengan baik. Tetapi alih-alih warna gelap yang biasa aku kenakan, dia menyiapkan warna biru lembut. Alih-alih pita dan renda yang banyak digunakan gadis-gadis muda bangsawan, gaun ku di sulam dengan benang emas dan mutiara-mutiara yang bertaburan di rok gaun. Terlihat elegan tetapi...

"Tidakkah ini terlalu glamor?"

"Jika anda memberikan saya ijin, saya akan menyiapkan anda dengan lebih sesuai"

Aku melambai pada ucapan penuh tekad Agatha. Aku bergidik ngeri pada tampilan yang lebih sesuai menurut dia.

"Meskipun ini masih tidak sebanding, tetapi gaun ini cukup untuk mewakili status Duke"

Agatha melanjutkan ucapannya menyadari penilakanku.

"Ah, seharusnya anda membiarkan saya memilih gaun yang memancarkan pesona anda lebih maksimal"

Aku tersenyum menanggapinya. Sekalipun aku sudah melihat wajah ini berkali-kali, aku tetap terpesona dengan lady Niesha.

Wajahnya benar-benar mencerminkan kecantikan Asia yang eksotis. Di dunia sebelumnya aku tidak begitu menyukai warna kulit yang terlalu putih tetapi entah bagaimana kulit putih pucat Niesha yang sangat kontras dengan warna mata dan rambutnya justru membuat dia semakin mempesona dan misterius. Wajah dan penampilan yang membuat orang lain akan meliriknya lebih dari sekali.

Tapi dalam mimpiku tentang kehidupan Lady Niesha, warna kulit dan penampilan eksotisnya jugalah yang membuat suaminya saat itu merasa cemburu. Perasaan yang berkembang menjadi kebencian atas keberadaannya. Kebencian untuk memonopolinya. Kebencian yang membuat suaminya tidak mempercayai pengabdiannya. Kebencian yang membuat suaminya mengubah kehidupannya menjadi neraka.

Di depan pintu kamarku Reese sudah berdiri dengan gagah. Diatas seragam hitamnya yang biasa, dia mengenakan pelindung besi di beberapa bagian tubuhnya dan jubah biru tanpa pola. Sebenarnya itu perpaduan warna yang cukup kontras tetapi entah bagaimana terlihat serasi padanya.

Dan entah bagaimana aku merasa ada sesuatu yang aku lupakan.

"Putri, anda terlihat luar biasa. Tolong biarkan saya mengawal anda"

"Bukankah aku tidak punya pilihan lain"

Aku membalas kata-kata sopannya dengan sedikit kasar. Ah, perasaanku benar-benar kurang nyaman. Tapi bahkan ekspresi tegasnya tidak berubah.

Aku meraih uluran tangannya yang menuntunku hingga ke halaman tempat jamuan tehnya diadakan.

Taman yang biasanya di penuhi oleh bunga dan aromanya yang semerbak, kali ini dipenuhi oleh bunga-bunga ibukota. Segera dengung halus yang sebelumnya terdengar dalam udara tipis berhenti begitu aku muncul.

Jika survey mengenai pembunuh tanpa jejak di buat. Aku yakin tatapan para wanita yang penuh dengan antisipasi seperti yang kulihat saat ini akan masuk dalam daftar tersebut.

Aku bisa merasakan keringat yang terasa di balik sarung tangan tipis yang aku kenakan. Aku bahkan bisa merasakan Reese melirikku saat aku meremas tangannya dengan gugup sebelum melepaskannya.

Aku hanya ingin hidup tenang. Ini akan menjadi pesta pertama dan terakhirku. Aku terus bergumam pelan sambil menatap kerumunan yang menatapku seakan bersiap menerkamku.

Huffffft...

Ayo beranilah. Aku menggumamkan mantra terakhir sebelum membuka mulut.

"Halo semuanya. Saya senang anda semua bersedia datang di jamuan teh pertama saya. Saya berharap kita akan bersenang-senang hari ini"