Apa-apaan ini?
Kenapa hanya ada kami berdua disini?
"Tenanglah, mereka berjaga di batas hutan..."
Seolah membaca pikiranku, Pangeran Edgar menjawab kebingunganku.
"... Aku meminta mereka menjauh agar tidak mengganggu kita"
Atas kata-katanya aku menatapnya terkejut dan sedikit ketakutan. Aku bahkan tidak menyadari jika ketakutan atas penyanderaan yang pernah aku alami masih akan terasa menakutkan.
Pangeran Edgar pasti menyadari ekspresi tidak menyenangkan yang aku tampilkan.
"Ahahaha. Aku hanya menggodamu"
Ia tertawa canggung lalu menyodorkan seikat bunga Soba yang tidak kusadari telah di petiknya. Aku tidak memiliki perasaan romantis untuk hal-hal manis seperti yang di tampilkan dalam drama. Tapi tanganku tetap terulur dengan gembira terhadap bunga-bunga itu.
"Terima kasih Yang mulia"
Bunga-bunga kecil dengan rona merah muda sangat indah.
"Sudah lama..."
"..."
"Dulu ini adalah tempat yang kau sukai"
Aku menatapnya dengan pengertian yang baru. Seperti dugaanku sebelumnya, Karena posisi ayahnya, Lady Niesha pasti sering mengunjungi istana dan entah bagaimana memiliki hubungan dengan Pangeran Kedua. Hanya saja aku tidak tahu hubungan seperti apa yang mereka miliki.
"Aku..."
"Tidak perlu memaksa mengingatnya. Seekor burung kecil mengatakan kecelakaan keretamu membuat kau kehilangan sebagian ingatanmu"
Burung kecil? Bukankah itu mengacu pada mata-mata? Apakah dia ingin mengatakan jika para pelayan tidak sepenuhnya loyal pada Calverion?
Pangeran Edgar kembali tertawa.
"Jangan mengkhawatirkan itu. Burung kecil itu tidak menyadari jika suara nyanyiannya yang penuh kekhawatiran terdengar hingga keluar mansion. Dan aku adalah orang cukup gigih untuk mendengarkannya"
Aku mengalihkan pandangan mencoba tidak mendengar kata-katanya. Meskipun aku berhutang budi padanya, Pangeran Edgar sedikit mengerikan. Aku masih tidak tahu warna aslinya tetapi dia sepertinya masuk begitu dalam dalam rumahku dan kehidupanku.
Mungkin dia menyadari keengganankku karena dia akhirnya berbalik dan berjalan menjauhiku. Tidak nyaman di dekatnya bukan berarti aku akan menjauh darinya. Setidaknya tidak di tempat yang asing ini. Aku mengangkat ujung rokku dan berlari menyusulnya.
"Yang mulia, anda mau kemana?"
"Hanya berjalan-jalan sebentar. Apa kau ingin ikut?"
Seolah aku punya pilihan saja.
Aku mengikuti Pangeran Edgar selangkah di belakangnya.
" Aku akan sangat merindukan waktu bersantai seperti ini"
"Bukankah anda selalu melakukannya Yang mulia?"
Sekali lagi dia tertawa.
"Apa terlihat seperti itu?"
Dia berbalik dan menatap langsung ke mataku.
Oke, aku benar-benar kesal setiap bertatapan dengannya. Meski terjebak dalam tubuh gadis kecil, egoku menyadari dengan setiap ujung saraf bahwa aku lebih tua darinya. Aku benci merasa terintimidasi bahkan hanya dengan tatapannya.
"Kau yang sudah bermain sebagai hantu selama ini, kau pasti tahu seberapa beratnya menjadi tidak berdaya agar kau bisa melindungi apa yang paling berharga bagimu"
Aku tersentak saat pangeran Edgar mengulurkan tangannya, menjepit daguku agar dia bisa menatap mataku.
Aku melompat mundur dan tanpa sengaja tersandung gaunku sendiri.
"Awas"
Dengan cepat Pangeran Edgar meraih pinggangku dan menarikku ke arahnya.
Sial.
Aku selalu memutar mataku setiap kali adegan seperti ini di tampilkan dalam drama atau sinetron. Kejadian yang kupikir terlalu di buat-buat untuk keperluan rating dengan memaksakan romantisme yang berlebihan. Lalu bagaimana mungkin itu yang terjadi padaku sekarang.
"Kau baik-baik saja?"
Nada suaranya terdengar khawatir. Setelah menegakkan tubuhku kembali, dia tetap memegang kedua lenganku dan mulai memindai tubuhku.
"Kau tidak apa-apa?"
Dia kembali menanyaiku karena aku diam saja.
"Kemarilah"
Pangeran Edgar membentangkan jubahnya dan menarikku duduk di atasnya.
"Ya... Yang mulia, ini jubah anda"
Aku bersikeras tidak menduduki jubahnya sementara dia terus mendorongku untuk duduk. Kekuatan kami tentu saja tidak sebanding. Aku segera terjerembab jatuh. Itu tidak sakit sama sekali tetapi pose jatuh itu sama sekali tidak memenuhi estetika keindahan.
Aku bisa mendengar suara tawa teredam di belakangku.
"Ya, itu jubahku. Lalu?"
Dia berjongkok di depanku dan menatap mataku sekali lagi.
"Apa kau tidak terluka di mana saja? Wajahmu merah"
Segera telapak tangannya yang hangat dan lebar menutupi keningku. Biasanya tangannya selalu terbungkus sarung tangan tetapi saat menyentuh dahiku untuk mengukur suhu, Pangeran Edgar sudah melepasnya sehingga aku bisa merasakan telapak tangan kasar di baliknya. Derrick juga memiliki telapak tangan yang kasar dan kapalan tetapi itu wajar karena dia menghabiskan masa remajanya dengan terus memegang pedang untuk bertahan hidup. Sedikit tidak masuk akal jika seorang Pangeran yang hidup terlindungi dan berlatih pedang sebagai formalitas juga memiliki tangan yang kasar seperti itu.
Dan tidak. Selain rasa malu karena jatuh telungkup, aku tidak punya keluhan apapun.
Andai saja aku bisa mengatakan itu padanya.
"Tidak Yang mulia, Saya tidak apa-apa. Mungkin karena ini sedikit panas"
Bohong. Itu jelas kebohongan. Meskipun ini masih musim panas, tapi memasuki musim gugur udara menjadi lebih sejuk. Pangeran Edgar hanya mengerutkan keningnya sebentar tetapi tidak mengatakan apapun.
"Kalau begitu berbaringlah"
"Itu tidak perlu Yang mulia. Aku baik-baik saja"
"Otoritasku sebagai seorang Pangeran memerintahkanmu untuk beristirahat dan berbaring"
Sialan.
Kami berbaring diam-diam sambil menatap langit yang sedikit kelabu.
"Bukankah ini menyenangkan?"
"..."
"Sangat tenang. Sangat menyenangkan bahkan jika kita hanya berbaring diam dan menatap langit seperti ini"
Aku tidak menjawabnya tetapi anehnya perasaanku terasa lega. Bahkan seorang Pangeran kerajaan juga menginginkan kedamaian seperti ini. Perlahan mataku tertutup dan aku semakin rileks.
Saat aku tersentak bangun, langit masih cukup biru, tapi aku tahu aku sudah tertidur jauh lebih lama dari yang aku rencanakan. Pangeran Edgar duduk membelakangiku.
"Kenapa anda tidak membangunkan saya Yang mulia?"
"Kenapa? Apa kau memiliki jadwal lain?"
"Itu... tidak. Anda harus memiliki jadwal yang padat Yang mulia"
"Tidak masalah jika itu untukmu? Aku senang"
Aku buru-buru berdiri dan mulai merapikan gaunku yang kusut.
"Tetaplah selamat Putri"
"Hah?"
"Kau adalah seorang Duchess. Jangan biarkan seorangpun mengintimidasimu. Aku mungkin tidak akan bisa meihatmu untuk sementara waktu"
Aku menatapnya tidak mengerti.
"Aku akan segera berangkat ke perbatasan. Pastikan kau tetap selamat"
Apa ini semacam ucapan selamat tinggal?
Saat Pangeran Edgar mengucapkan hal itu, dia melakukannya sambil mengenakan jubahnya kembali sehingga aku tidak bisa melihat matanya.
Aku tahu sebagai dampak usul mengirimkan sebagian ksatria keluarga untuk memperkuat pasukan tentara di perbatasan, Pangeran Edgar harus memimpin sendiri para ksatria itu. Saat usul itu disampaikan sebelumnya ia tidak terlihat terkejut seolah sudah menduganya. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan sebenarnya. Mungkin sedikit kehilangan karena aku akan kehilangan rekan yang tidak ragu berdebat denganku atau perasaan canggung karena mereka akan mengirimkan remaja berusia belasan tahun ke arena yang penuh dengan pertumpahan darah.
"Kalau begitu anda juga harus selamat Yang mulia"
"Tentu"
Kami berdiri berhadapan begitu dekat, jadi aku bisa melihat mata keemasannya yang berkilau menatapku.
"Ayo kembali sebelum aku memiliki keinginan lain padamu"
Aku bisa merasakan pipiku menjadi panas kembali.
kami kembali ke tempat para ksatria menunggu dan kembali menunggang kuda dengan cara yang sama dalam keheningan.
"Buka matamu"
Mengikuti perintahnya, aku membuka mataku pelan-pelan. Kudanya berlari dengan lebih pelan sehingga aku bisa melihat pemandangan hutan yang kami lewati.
Ah, ini tidak menakutkan seperti yang ku pikirkan. Aku tidak merasa mual melainkan sangat menyenangkan. Aku memikirkan untuk mulai belajar berkuda begitu tiba di Mansion.
"Dulu kita akan berpacu saat melewati hutan ini"
Dia melakukannya lagi. Mencoba mengingatkanku akan masa lalu yang sama sekali tidak ku ingat. Aku mendongak menatap wajah Pangeran yang berada tepat di atasku. Dia juga membungkuk untuk membalas tatapanku dan tersenyum.
Deg... Deg... Deg...
Sial. Aku lupa lagi dengan efek tatapannya.
Buru-buru aku menunduk kembali ,menyandarkan kepalaku ke dadanya dan mendengar debaran jantungnya yang teratur.
Baik, kami mungkin memiliki hubungan yang baik di masa lalu. Mari gunakan itu untuk membangun hubungan baik juga di masa depan. Mari jangan menyinggung pemuda ini untuk sementara sampai aku benar-benar memiliki kemampuan untuk melarikan diri darinya.
***
"Nona, surat yang anda tunggu sudah tiba"
Agatha menghampiriku dengan senyum penuh kemenangan sesaat setelah aku selesai mandi dan makan malam yang terlambat.
"Benarkah? Ini sedikit lebih cepat"
Aku mengambil surat yang diberikannya dan merobek sampulnya.
Itu tulisan tangan yang akrab bagiku selama hari-hari terakhir. Tapi berbeda dari biasanya yang biasanya penuh dengan keceriaan, suratnya kali ini sangat pendek dan penuh kekhawatiran.
"Ini sedikit lebih cepat bukan? Tolong panggilkan Hanson"
Aku tersenyum lebar pada Agatha yang juga membalas senyumku.