Chereads / Be a Princess / Chapter 34 - Kehidupan sebagai bangsawan

Chapter 34 - Kehidupan sebagai bangsawan

"Ma-maksud anda?"

"Tidak ada yang boleh tahu siapa yang terlibat dalam serikat dagang itu"

"..."

"Serikat dagang belum dikenali oleh bangsawan lain. Fokus utamanya adalah produk-produk baru yang belum di kenali sehingga tidak akan menarik terlalu banyak perhatian pada awalnya. Itu akan mengurangi persaingan bagi pengusaha kecil yang mengembangkannya. Saat serikat dagang membanjiri pasar dengan produk dari situ, sudah terlambat untuk memblokir atau menirunya"

"Ijinkan saya bergabung"

"Ha?"

"Ijinkan saya bergabung dengan anda Putri Calverion"

"Uhh... Itu. Anda bisa memikirkannya dulu Lady Lise"

"Saya sudah memikirkannya. Anda menceritakan sesuatu yang rahasia seperti ini bukankah ini berarti anda mempercayai saya? Anda mengenalkan sabun wangi dan mengenalkan saya di pesta teh anda saat anda harusnya bersinar sendiri. Anda bahkan memperingatkan saya tentang penawaran sehingga aku bisa bersiap. Bukankah ini artinya anda ingin saya bergabung?"

Aku menatapnya tajam. Lise Arlo jauh lebih peka dari yang aku harapkan.

"Apa anda menyadari jika Duchy Calverion terlibat dalam serikat yang terselubung dan menguasai pasar, aku bisa mempengaruhi banyak hal dalam kerajaan?"

"Maka lakukan itu Lady"

Sekali lagi kami bertukar tatapan tajam dan saling menilai.

"Anda tidak senaif bangsawan desa yang selalu anda tampilkan Lady Lise"

"Anda juga tidak terlihat seperti gadis muda yang hidup terkurung dalam Mansion"

Detik berikutnya kami sama-sama tersenyum.

"Aku menantikan kerjasama kita Lady"

Kami melanjutkan pembahasan yang perlu kami lakukan bersama Viscount Medell yang bersemangat. Serikat akan mengontrak para petani bahan baku di wilayah Arlo untuk memastikan para petani memiliki jaminan terhadap pembeliannya. Pengembangan dan pembuatan sabun wangi tetap dilakukan Lady Lise. Serikat akan menampung semua hasil produksinya terlepas dari akan ada permintaan atau tidak. Itu cukup berisiko bagi serikat, tetapi aku tahu, promosi awal yang kulakukan sudah cukup berhasil. Selain itu para bangsawan akan cenderung bersaing untuk bisa memiliki apa yang juga di miliki oleh orang lain.

"Agatha, apakah aku punya jadwal lain hari ini?"

"Anda bebas Putri"

Sebelum Viscount Medell sempat memprotes. Aku bangun dari kursiku dengan cepat.

"Maafkan aku tidak mengantarkan anda Viscount. Tolong rapikan berkas-berkas itu sebelum anda kembali"

Sebelum pintu ruang kerja tertutup dibelakangku, aku masih bisa melihat ekspresi tidak percaya di wajah Viscount Medell.

Setelah tahu rasanya menunggang kuda, aku bertekad bisa melakukannya juga. Bukankah semua wanita bangsawan di dunia ini juga tahu caranya. Aku menyukai sensasi melaju di jalanan sementara angin menerpa wajahku. Ini akan seperti mengendarai kendaraan bermotor di jalanan. Bedanya kali ini pemandangan yang ku lihat berbeda dan aku bisa menghirup udara yang segar. Aku bahkan sudah membayangkan betapa kerennya aku saat menunggang kuda.

"A... apa ini?"

Aku sudah mengenakan setelan berkuda baru dan berdiri dengan gagah di tepi lapangan berkuda yang baru aku tahu keberadaannya. Tapi bukan itu yang mengejutkan. Alih-alih kuda yang berdiri gagah seperti milik Pangeran Edgar atau setidaknya kuda untuk kereta Ducal, yang ada di hadapanku adalah kuda gemuk dan pendek dengan Surai cantik yang bahkan di hiasi pita. Apa ini poni? Aku bahkan lebih tinggi darinya.

"A... Agatha, apa kau yakin kakiku tidak mencapai tanah jika menungganginya?"

"Maaf Putri. Ini akan menjadi kali pertama anda kembali menunggang kuda. Akan beresiko jika anda menunggangi kuda yang biasa anda naiki. Tapi tidak cukup waktu untuk mencari kuda kecil yang sudah terbiasa di tunggangi jadi tolong tahanlah dengan ini"

Aku tidak sadar jika bibirku sudah mengerucut selama mendengar penjelasannya.

Ini sama sekali tidak keren.

"Tolong bersabarlah, Putri"

Agatha berjalan mengikutiku dari balik pagar lapangan berkuda. Ia sudah mengulangi kata-kata itu berkali-kali sejak aku akhirnya menunggangi poni kecil ini.

Di luar perkiraan, menunggang poni juga menyenangkan. Meski tidak sekencang kuda Pangeran Edgar setidaknya poni kecil ini berlari cukup stabil sehingga mudah bagi pemula sepertiku untuk mengendalikannya. Selain itu duduk sendiri di atas punggung kuda sangat berbeda dengan saat aku hanya menjadi penumpang tambahan. Gerakan pinggul hewan ini saat bergerak membuat bokongku naik turun seirama dan terkadang membuatnya tergelincir dari sadel.

Ini cukup menyenangkan? Ya.

Tapi saat aku membuka mulut untuk menenangkan Agatha yang terlihat sedih, mataku juga menangkap sosok Reese yang berdiri tidak jauh di belakangnya. Meski jaraknya cukup jauh untuk melihat dengan baik tapi aku bisa menebak apa yang dia pikirkan berdasarkan ekspresi dan seberapa lebar matanya terbuka untuk menatapku.

Begitu aku melihat bagaimana bibirnya sekarang terlihat gelisah saat dia mencoba menahan ekspresi dinginnya, aku tidak bisa menahan bibirku merenggut kesal. Aku menegakkan punggungku dan memacu poni lucu ini agar semakin menjauh dari mereka.

***

Tok... Tok... Tok...

"Putri bolehkah saya masuk?"

Begitu mendengar suaranya, perasaan senang yang sebelumnya kurasakan merosot langsung ke telapak kaki. Aku tahu aku kekanakan karena kesal dengan hal sepele, tapi aku tetap tidak bisa menghilangkan perasaan kesalku.

"Pergi"

"Ada yang harus saya katakan"

"Aku tidak ingin dengar. Pergi!"

"Putri, ini Hanson. Bolehkah kami masuk"

"..."

Mungkin mereka menganggap diamku sebagai ijin sehingga perlahan kepala pelayan membuka pintu dan masuk bersama Reese.

"Ini tentang perintah anda Milady"

"Perintahku?"

"Perintah anda untuk menemukan penyebar rumor buruk tentang anda"

Kata-kata yang kuucapkan untuk menakuti para gadis itu. Apakah mereka serius melakukannya.

"Jadi... apa yang terjadi?"

"Beberapa gadis yang anda undang terlibat dalam hal itu"

"Aku tahu"

"Mereka berhasil menghindari tuduhan"

"Aku tahu"

"Mereka menuduh para pelayan mereka sebagai sumber rumor. Sekarang para pelayan telah dibawa ke penjara dan akan segera di eksekusi atas penghinaan terhadap bangsawan"

Sejak awal aku tahu rumor itu hanya mungkin diciptakan oleh para bangsawan. Aku juga sudah menebak mereka akan melakukan banyak trik untuk menghindari tuduhan penghinaan terhadap seorang Duchess. Tapi aku sama sekali tidak menduga orang-orang yang akan menanggung kesalahan mereka akan menerima hukuman seperti itu.

"... Eksekusi?"

Keduanya mengangguk.

"Hukuman mati?"

Begitu keduanya mengangguk, aku bisa merasakan tanganku gemetar. Aku sama sekali tidak ingin ini terjadi.

"Mereka akan mati tanpa diadili?"

"Itu akan selalu terjadi untuk rakyat biasa Putri"

"Meskipun itu bukan kesalahan mereka?"

Dikatakan seseorang yang membaca banyak buku sebenarnya hanya butuh satu pengalaman untuk membuatnya paham. Meskipun aku sudah sangat menyadari tingkat feodalisme di dunia ini, sekarang aku baru benar-benar memahami perbedaan perlakuan yang akan di terima setiap orang hanya karena perbedaan status.

"Aku sudah melakukan kesalahan"

"Tidak Putri. Anda sudah melakukan apa yang harus anda lakukan..."

"Aku tidak peduli dengan rumor itu. Aku hanya ingin memberi peringatan pada gadis-gadis lain. Aku tidak ingin ada yang kehilangan nyawa dengan cara tidak adil"

Aku tidak bisa mengendalikan suaraku yang gemetar. Aku yang dibesarkan untuk menghargai nyawa setiap mahluk hidup, bagaimana aku bisa berakhir dengan mengambil nyawa orang lain semudah ini. Untuk pertama kalinya aku kehilangan ketenangan.

Aku rasa mereka juga menyadari konsekuensi hukuman itu cukup mengejutkanku jadi mereka meninggalkanku dengan tenang setelah melaporkan hal itu. Bahkan Agatha memberikanku segelas coklat hangat tanpa diminta.

"Tolong jangan berdiri di luar terlalu lama Putri"

Ia menyampirkan sehelai selimut di bahuku saat melihat aku berdiri diam di depan jendela kamar yang terbuka tanpa menyuruhku tidur seperti biasa.

Untuk pertama kalinya, aku merasa tertekan bukan untuk hidupku tapi untuk hidup orang lain.

"Ada apa?"

Aku mendongak begitu suara itu terdengar.

Tidak ada siapapun di kamarku. Padahal suara itu terdengar sangat dekat. Kecuali...

Dengan cepat aku kembali menoleh untuk melihat pohon di depan kamarku. Sesosok tubuh melangkah keluar dari rimbunan pohon hingga aku bisa melihatnya.

"Aidan..."

Dengan panik aku melihat ke bawah. Semenjak Reese mondar mandir di bawah kamarku beberapa hari ini, Aidan tidak pernah muncul di kamarku .

"Mundurlah!"

"Tidak, jangan datang"

Dengan panik aku melambai padanya. Jika kunjungannya tidak diketahui Reese , akan ada kesalahpahaman jika Reese melihat Aidan melompat masuk.

Seperti adegan silat, dia menyentak ringan pada dahan yang diinjaknya dan menerjangku yang berdiri terpaku di depan jendela.