Chereads / Be a Princess / Chapter 37 - Mereka yang menghilang

Chapter 37 - Mereka yang menghilang

Setelah dekrit Kaisar untuk mengirimkan pasukan tambahan yang di pimpin oleh Pangeran kedua diumumkan ke seluruh rakyat, persiapan sudah mulai dilakukan. Para ksatria dari masing-masing keluarga di ibukota sudah dikumpulkan untuk bisa saling beradaptasi. Mereka melepaskan seragam dan armor dari keluarga yang mendukung mereka selama ini dan beralih pada seragam ksatria kekaisaran dengan simbol kekaisaran.

Masih tersisa dua hari saat surat pribadi Pangeran Edgar sampai ke tanganku. Hanya undangan sopan dari seorang teman, tapi siapapun yang cukup pintar akan mengetahui itu bukanlah permintaan sopan tetapi sebuah perintah dari anggota keluarga kerajaan. Jadi mengabaikan perasaan tidak nyaman karena kereta, aku kembali menemuinya di Istana.

"Silahkan lewat sini Putri."

Jean mengantarku ke taman istana Pangeran kedua dan setelah menyuguhkan cemilan, Ia meninggalkanku sendirian. Benar-benar sendiri bahkan tanpa pelayan pendamping yang biasanya selalu ada saat aku datang.

Suasananya cukup sunyi sehingga aku bisa mendengar derak halus logam yang kemudian berhenti di dekat pintu masuk.

"Anda disini!"

"Salam pada bintang kekaisaran. Niesha Yurie Calverion menghadap."

Pangeran Edgar melepaskan Helm baja yang sebelumnya menutupi kepalanya dan menyerahkannya pada ksatria yang berdiri di belakangnya sebelum berjalan menghampiriku. Meraih tanganku dan mencium punggung tanganku dengan senyum lebar.

Biasanya aku hanya melihat penampilannya dengan jas atau jubah resmi kekaisaran atau pakaian biasa lain yang umum dikenakan para bangsawan. Meski aku tahu dia juga berlatih pedang, ini menjadi kali pertamaku melihatnya dalam balutan armor di seluruh tubuhnya. Meskipun masih berusia belasan, penutup bahu dan dadanya mampu menampilkan citra bahunya yang lebar dan dadanya yang bidang.

Tangan dan kakinya yang biasa terlihat seperti kebanyakan bangsawan muda lain yang hidup terlindungi dalam lingkungan ibukota yang cenderung tanpa konflik sudah hilang. Hanya ada tangan dan kaki yang menunjukkan seorang pejuang.

Entah itu adalah ilusi yang timbul karena Armor yang dia kenakan atau caranya berpakaian selama ini adalah ilusi untuk menipu seberapa banyak dia berlatih, aku tidak bisa tahu dengan pasti. Aku hanya tahu dia terlihat berbeda saat ini.

"Apakah anda sedang berlatih Yang mulia?"

"Tidak. Sebenarnya Aku akan segera pergi."

"... Pergi?"

Aku menatapnya tak mengerti.

Kenapa rasanya ada yang mencubit jantungku? Dan ada apa dengan ekspresinya? Aku sudah melihat berbagai macam ekspresinya baik saat tertawa ataupun serius. Akan selalu ada jejak tawa dalam matanya yang berkilau. Tapi saat ini tidak ada kesan konyol yang bisa terlihat.

"Ini memalukan. Tapi Ratu mencoba membuat perayaan untuk melepaskan kami pergi."

Dia tertawa.

"Kami baru akan berangkat ke medan pertempuran tapi dia ingin membuat parade untuk melepaskan kami. Kami masih belum memenangkan apapun. Orang mungkin akan berpikir jika dia sedang merayakan kematian kami."

"Mohon tenanglah Yang mulia"

Saat ini hanya ada kami berdua dalam taman. Tapi itu tidak berarti tidak akan ada telinga yang mendengar kemarahannya pada Ratu. Meskipun aku sudah memutuskan untuk mendukungnya di masa depan, saat ini kekuatan di belakang Pangeran Edgar masih seperti istana pasir. Megah tetapi lemah. Sekalipun Kaisar akan memilih dia sebagai pewaris takhta, dia juga harus membuktikan kemampuan dan kekuatannya sendiri. Saat ini tidak ada gunanya memprovokasi Ratu Alisa dan faksi Duke Illios.

Pangeran Edgar hanya tersenyum dan berdiri setelah meminum tehnya dengan satu tegukan. Aku buru-buru bangun. Kurasa ini akhir pertemuan kami. Apa ini semacam pamitan kekasih yang biasanya dilakukan muda-mudi di duniaku.

Sebelum aku sempat bereaksi lebih lanjut, Pangeran Edgar sudah mendekatiku dan tiba-tiba menarikku mendekat. Karena perbedaan tinggi yang cukup besar, Pangeran Edgar bisa menyandarkan dagunya ke puncak kepalaku sementara pipiku menempel di lempengan logam dingin yang menutupi dadanya.

Ini tempat dan posisi yang sama dengan saat dia memelukku pertama kali. Posisi kami terlalu intim dan tidak ada orang yang berada bersama kami saat ini. Pikiran normalku terus mengatakan untuk mundur tapi tubuhku tidak ingin mendorongnya pergi.

"Apa kita sekarang, Putri?"

Bisikannya sangat samar sehingga aku nyaris tidak mendengar apa yang dia katakan.

Ini memang hubungan yang aneh. Aku menolak bertunangan dengannya tetapi aku menerima pelukannya. Tapi sepertinya dia tidak juga menunggu jawabanku.

Setelah beberapa saat akhirnya Pangeran Edgar melonggarkan pelukannya. Aku nyaris melompat kaget saat menyadari kami tidak sendirian lagi. Di depan gerbang taman Kalia, Jean dan beberapa pelayan berdiri dengan patuh sambil menundukkan kepala.

Tapi seolah tidak menyadarinya, Pangeran Edgar tidak menjauh dariku dan terus berbicara.

"Sampai jumpa lagi Putri."

Dia membungkuk dan kembali mencium punggung tanganku sebelum berbalik dan pergi tanpa menengok lagi ke belakang.

Kalia tetap tinggal untuk menemaniku meninggalkan istana. Tidak ada pertukaran kata karena kami tahu itu tidak akan ada gunanya.

Mungkin ini efek emosi yang sedang meningkat, aku sama sekali tidak merasakan mual. sebaliknya aku merasa sangat kelelahan.

"Putri, Ini Reese. Bisakah aku masuk?"

Reese muncul di kamarku tidak lama setelah aku kembali. Wajahnya menampilkan banyak emosi kemarahan maupun kekecewaan.

"Benarkah itu? Benarkah Yang mulia sudah pergi?"

Ia mengabaikan sopan santun dan menanyaiku langsung.

"Hmm."

Aku memeriksa wajahnya. Ia terus membuka mulutnya dan menutupnya lagi seolah tidak menemukan apa yang harus dikatakannya.

"Yang mulia tidak pernah melarang anda untuk kembali padanya. Jadi anda bisa pergi kapan saja anda ingin. Kenyataan bahwa dia meninggalkan anda mungkin saja untuk menghilangkan kecurigaan. Bagaimanapun orang-orang sudah melihat anda mengawalku secara pribadi."

Kerutan di kening Reese berkurang. Tapi dia masih tetap berdiri kebingungan.

"Anda bukanlah ksatria milik Calverion. Jadi pergilah."

Aku menebak apa yang ingin dia katakan. Dia sudah bersiap untuk bergabung dengan pasukan pangeran Edgar dua hari lagi. Kenyataan bahwa sekarang dia ditinggalkan pasti membuatnya marah.

"Putri..."

Lagi-lagi dia menutup mulutnya sebelum dia menyelesaikan apa yang akan dia katakan.

"... Maafkan aku."

Reese membungkuk hormat dan meninggalkan kamarku kemudian.

Aku menyandarkan tubuhku kembali dengan lelah.

Meskipun tidak rutin, aku menghabiskan banyak waktu di Istana untuk berbincang dengan Pangeran Edgar. Kepribadiannya yang ramah dan penuh kehati-hatian sedikit banyak mengajarkanku bagaimana cara dunia ini bekerja. Meskipun aku akan selalu kelelahan dan menderita mual karena perjalanan kereta, dalam hati aku mengakui menantikan kunjungan seperti itu menyegarkan pikiran.

Jika Pangeran Edgar membantuku di luar, maka Reese akan menghiburku dalam Mansion. Agatha dan Hanson memang tidak kaku dalam menghadapiku, tetapi Reese satu-satunya yang bisa berbicara dan memperlakukanku dengan lebih santai. Bagaimanapun aku hidup lebih lama dalam dunia yang meperlakukan manusia dengan setara. Perlakuan Reese membuatku sedikit merasa bebas dari perasaan bersalah karena sebagai Lady Niesha terkadang aku perlu menginjak seseorang.

Hanya dalam satu hari dan keduanya menghilang.