"Maafkan aku Putri. Yang mulia baru saja pergi berkuda. Saya akan menyampaikan pesan dan hadiah anda padanya nanti"
Jean, sekretarisnya menemui ku dengan wajah menyesal.
Bukankah ini solusi atas keengganan ku untuk menemui pangeran Edgar lagi. Aku datang tanpa pemberitahuan jadi wajar jika aku di tolak atau ternyata dia sudah melakukan kegiatan lain. Aku salah tapi setidaknya aku telah melakukan janjiku untuk lebih sering mengunjunginya.
Aku berbalik dan menatap kotak kayu berukir yang di pegang Royal knight. Itu hadiah terima kasih atas bantuannya maupun atas ksatria yang dipinjamkannya padaku. Itu bukan hadiah spesial yang ku siapkan untuknya jadi tidak masalah jika bukan aku yang menyerahkannya secara langsung. Tapi entah kenapa itu terasa salah.
"Ummmm... Ku rasa aku akan bicara dengan Yang mulia secara langsung. Bisakah aku menunggunya di sini?"
"Tentu..." Jean mengantarku ke ruang tamu istana Pangeran Kedua yang semakin lama terasa semakin akrab karena seringnya aku ke sini.
"Putri..."
Aku berpaling menghadap Jean yang terlihat ragu-ragu setelah mengantarku.
"Katakan?"
"Saya khawatir ini akan memakan waktu lama. Jika anda bersedia, anda dapat menemui Pangeran di lapangan berkuda"
"Bisakah aku?"
"Tentu Putri"
Secercah senyum segera muncul di bibir Jean. Dengan sopan ia menuntunku ke sisi lain istana. Itu sedikit jauh dan aku kelelahan. Aku baru akan membatalkan niatku ketika aku melihat kerumunan di kejauhan. Seragam putih cerah para Royal Knight sangat mencolok dari jauh. Semuanya mengenakan pakaian dan jubah dengan warna yang seragam dan jaraknya masih cukup jauh tetapi aku bisa langsung mengenali Pangeran Edgar.
Tidak seperti penampilan para ksatria yang memiliki tubuh lebih kekar dengan bahu lebar, perawakan Pangeran Edgar cenderung lebih ramping. Tetapi untuk pemuda yang baru berusia 18 tahun, dia nyaris setinggi para pengawalnya. Hal lain yang membuat ia tampak mencolok adalah rambut pirang emasnya yang memantulkan cahaya langsung ke mataku.
Sepertinya dia menyadari kedatanganku karena ia tiba-tiba berhenti bergerak dan berbalik ke arah aku datang. Dengan lincah ia melompat ke atas punggung seekor kuda dan memacunya mendekatiku. Senyumnya yang lebar segera mengembang begitu kudanya berhenti di depanku.
"Salam pada bintang kekaisaran. Niesha Yurie Calverion datang menghadap. Semoga kemuliaan Balstar akan selalu bersinar"
"Kau di sini"
"Saya datang untuk menyapa Yang mulia. Maafkan saya karena datang tanpa meminta ijin anda terlebih dahulu"
"Sudah ku bilang kau bebas datang kapan saja. Kau tidak membutuhkan ijinku"
"Saya tahu itu tidak benar Yang mulia. Saya terlalu antusias untuk berterima kasih atas bantuan anda tempo hari. Aku tidak menyangka, kedatanganku akan mengganggu jadwal anda Yang mulia"
"Sudah ku katakan juga bukan, aku akan membantumu. Dan jika itu berhasil aku tidak menginginkan ucapan terima kasih mu."
Aku mengutuknya tanpa kata. Kunjungan lebih sering ke Istana sebagai ganti meminjamkan seniman ukirnya untuk kebutuhanku yang mendesak. Diam-diam aku mulai menyesali keputusanku untuk tetap tinggal untuk berterima kasih langsung padanya.
"Saya datang di saat yang tidak tepat. Saya akan kembali lagi besok Yang mulia"
"Besok aku akan sangat sibuk. Karena kau sudah ada di sini. Bagaimana kalau menemaniku berkuda"
"Aku tidak ..."
Aku tidak bisa menunggang kuda. Aku ingin mengatakan itu jika tidak khawatir ada yang curiga. Pelajaran berkuda adalah salah satu pendidikan dasar untuk anak-anak bangsawan. Dan meskipun Lady Niesha yang asli tidak populer, banyak orang pernah melihatnya menunggang kuda dengan lincah di usia yang lebih muda.
"Aku tidak mengenakan pakaian berkudaku"
"Putri, anda bisa..."
"Bagus, kau akan menjadi wanita pertama yang mendapat kesempatan menjadi penumpangku"
Pangeran Edgar melompat turun dari kudanya dan mendekatiku.
Saat itulah aku memperhatikan kudanya. Rambut tubuh kudanya berwarna cokelat muda dan mengkilap. Tapi yang membuatku lebih takjub adalah tinggi kudanya. Itu benar-benar tinggi.
"...Yang mulia"
"Aku harap kau tidak menolak permintaan pangeran kerajaan di depan para pengikutnya" bisiknya sambil tersenyum.
Aku menyerah. Baik, ayo naik kuda bersama. Setidaknya aku tidak duduk sendirian di punggung kuda.
"Saya tidak menolak anda Yang mulia"
Aku menatap frustasi pada punggung kuda yang tinggi. Bagaimana cara naik ke atas?
"Aku akan membantumu"
Pangeran Edgar mendekatiku, meraih tanganku sambil tetap tersenyum.
Ku pikir dia akan mengangkat ku langsung di pinggang seperti dalam film. Jadi saat pangeran Edgar menyuruhku menginjak pedal kuda untuk membantuku memanjat naik, diam-diam aku mengutuk ibu panti dan drama-drama yang sering menampilkan adegan seperti itu.
Karena gaunku, aku harus duduk menyamping. Aku memegang erat pelana kuda karena khawatir akan tergelincir. Untunglah aku tidak mengunakan lapisan dalam rok sebanyak yang diinginkan Agatha. Jadi rokku seharusnya tidak akan mengganggu terlalu banyak.
Dengan sekali sentak, pangeran Edgar menyusul naik dan duduk di belakangku. Aku beringsut maju dan berharap aku tidak terlalu menempel di tubuhnya.
Deg...
Hembusan napas yang panas bisa kurasakan di belakang leherku yang tidak tertutup kerah tinggi yang aku kenakan.
Deg... Deg...
Saat kedua tangannya terulur melewati ku untuk meraih tali kekang. Ini seperti dia sedang memelukku.
Deg... Deg... Deg...
Pangeran Edgar mencondongkan tubuhnya dan bersiap mengendalikan kuda yang kami naiki, tubuhku praktis menempel padanya. Tidak ada ruang untuk melarikan diri darinya.
Aku bisa merasakan wajahku menjadi panas. Ini pose yang bahkan terasa terlalu intim bagiku.
"Jangan khawatir, aku akan menjagamu. Kita akan mulai bergerak sekarang"
Perlahan kuda itu mulai melangkah dengan pelan dan secara bertahap mulai meningkatkan kecepatannya. Pangeran Edgar memacu kudanya memasuki hutan di sisi lain istana kerajaan di ikuti oleh para pengawalnya. Begitu kecepatannya meningkat, pemandangan pepohonan yang bergerak cepat di sisi kami terasa menyeramkan jadi tanpa sadar aku memejamkan mata dengan ketakutan. Aku beringsut semakin rapat pada Pangeran Edgar seperti bayi yang mencari pelukan yang aman dari ibunya. Akibatnya aku bisa mendengarkan jantungnya yang berdebar dengan teratur yang anehnya membuatku merasa tenang.
"Kita sampai"
Aku membuka mata begitu suara Pangeran Edgar yang tenang terdengar di atas kepalaku. Pemandangan hutan bahkan lingkungan istana sudah berubah. Di depan kami ada padang yang dipenuhi bunga liar. Itu bunga soba yang sering muncul di beberapa drama terkenal. Hanya saja, itu tidak berwarna putih bersih seperti yang pernah kulihat melainkan merah muda lembut.
" Woww"
Aku tidak dapat menahan decakan kegembiraan yang muncul. Aku melupakan ketakutan yang kurasakan sebelumnya.
Mengabaikan Pangeran Edgar yang menjulurkan tangan untuk membantuku turun, aku segera melompat turun dan mengamati bunga liar yang tumbuh subur itu. Sejauh mata memandang aku hanya melihat warna merah muda. Andai saja aku memiliki kamera untuk mengabadikan tempat ini, aku yakin akan banyak ada tatapan iri melihatku berdiri di tengan hamparan bunga soba yang unik.
Tunggu...
Aku baru menyadari ada yang salah lalu mulai memperhatikan sekitarku dengan lebih teliti. Hanya ada kami berdua di tengah padang. Dimana orang lain? Dimana para Ksatria yang awalnya bersama dengan kami?