Selamat membaca
Pikiran Aksa melayang kemana mana, ia tak fokus pada film yang di tayangkan. Berbeda dengan Aletta yang terlihat begitu menikmati film, sesekali gadis itu tersentak kaget mengenggam tangan Aksa kuat. Sejak adegan seram pertama kali, jari mereka bertautan, Aletta akan meremas kuat telapak tangan Aksa saat ia mulai merasa was was dengan adegan filim.
Aletta yang asik menyaksikan filim dengan kacamata 3D, tidak sadar bahwa ia di perhatikan oleh Aksa yang sama sama sekali tak bisa fokus ke film, fikiran nya melayang layang entah kemana, dengan mata tetap menatap Aletta. Bahkan 1 jam telah berlalu Aksa masih senantiasa menatap wajah Aletta tanpa bosan.
Pandangan Aksa lebih sering tertuju ke bibir Aletta yang di lapisi liptint, bibir kecil namun berisi, jika di lihat lihat, bibir Aletta sangat kissable sebenarnya. Mungkin itulah membuat naluri alami Aksa ingin melumat bibir Aletta tadi.
Ia kembali teringat saat ia mengecup bibir Aletta tadi, lama dan hampir saja melumat. Jika Aletta tidak cepat protes, tidak menutup kemungkinan ia berakhir dengan berciuman dengan putri nya sendiri, ralat, putri angkat maksud nya.
Jika Aksa fikir kan lagi, bioskop tentunya mengundang kenangan saat ia bersama mendiang istri nya, tempat dimana ia melamar istri nya, adalah di bioskop. di tengah gelap nya bioskop yang baru saja selesai menyangkan filim lawas pada masa itu. Tentunya bioskop 18 tahun yang lalu tidak semegah bioskop sekarang, namun menjadi pilihan Aksa untuk melamar mendiang istri nya Melia. Berteman kan musik piano, Aksa berbisik pada melia, "will you marry me?" Itu lah bisikan Aksa sambil memamerkan cincin di telapak tangan nya. Cincin yang ia beli dengan hasil kerja kerasnya. Hanya cincin emas putih biasa, karena saat itu Aksa masih berusia 18 tahun. Tanpa sadar air mata Aksa mengalir di pipi, cepat cepat ia mengusap nya.
Aska menoleh pada Aletta yang tersentak kaget karena mahluk berwarna merah muncul menggaget kan. Mulut Aletta terbuka sedikit, mengambil nafas, saat ini Aletta justru terlihat begitu errr... Aksa sulit mengartikan.
perasaan Aksa terasa tercampur, antara memori masa lampau, dengan kehadiran Aletta di masa sekarang.
Aksa mengelengkan kepala nya, ia memukul kecil kepala nya yang semakin gila. Aksa mengalihkan perhatiannya ke ponsel, melihat pesan terbaru yang masuk ke email nya. Ada setumpuk pekerjaan di hari selasa ini, dan ia tinggalkan demi Aletta.
"Pi... Ayo...! " Terdengar suara Aletta menyadarkan Aksa dari perhatian nya yang bermain ponsel.
" Ah... Iya... " Aksa memasukkan kembali ponsel ke saku celana nya, kemudian mengandeng Aletta keluar dari bioskop.
Film belum selesai sepenuh nya, namun sudah mencapai akhir dari puncak film dan Aletta memilih keluar bersama beberapa orang yang yakin tidak akan ada adegan horor lagi.
Mereka kini duduk di salah satu bangku dekat jendela, menampilkan kolam ikan dan tanaman hias yang basah.
"Hujan ya tadi pi? " Tanya Aletta saat melihat genangan air pada salah satu tumbuhan agronela.
"Seperti nya.. " Jawab Aksa lalu melambai pada pelayan untuk mencatat pesanan mereka.
" Nasi uduk 2, minum nya? " Tanya pelayan setelah mencatat makanan yang di sebutkan Aletta.
"Koffe latte 2 yang satu full cream ya, sama air putih hangat 2!" ucap Aletta membacakan pesanan nya.
Si pelayan pergi, meninggalkan Aletta dan Aksa yang duduk saling berhadapan yang di batasi meja.
" Papi tumben tadi main HP?" Tanya Aletta menatap sang ayah yang balas menatap nya.
"Papi lagi ngak fokus sayang, papi lagi meriksa email yang masuk!" Jelas Aksa mengenggam tangan Aletta yang ada di atas meja seolah membujuk sang kekasih yang merajuk karena di abaikan.
"Iya ngga apa apa Aletta ngak maksa papi buat nonton kok, selama papi ada untuk Letta, Letta sudah merasa bahagia!" Balas Aletta dengan senyum lembut nya. Tak tertinggal tangan nya membalas genggaman tangan Aksa.
"By the way, kita seperti sepasang kekasih yang sedang kencan!" Aletta terkekeh melirik tangan mereka yang saling menggenggam.
"Permisi!" Ujar pelayan meletakkan hidangan yang di pesan Aletta.
Ya, meski di cafe apa, Aletta tidak suka yang muluk muluk seprti steak atau spaghetti, ia lebih suka makan nasi uduk atau nasi dan fried chicken atau ia memesan big burgers. Aletta bukan tipe jaim, jika lapar ia akan memesan sesuatu yang bisa mengenyangkan perut nya tanpa malu malu.
" Cantik kok rakus!" Ledek Aksa menoel hidung Aletta, aroma terasi menguar jelas dari mereka.
"It's very deliciao!" Puji Aletta mencuci tangan nya dengan air yang di sediakan, tempat mencuci tangan menyerupai cerek dan ada mangkuk untuk menampung air kotor.
"Kamu di rumah, makan pake sendok, di sini pake tangan!" Sela Aksa sambil bergantian mencuci tangan.
"Pi, makan nasi uduk itu nggak enak pake sendok, kalo di rumah kan cuma makan biasa aja, lagian sesekali makan pake tangan biar merakyat!" Kekeh Aletta tertawa mengakhiri jawaban asal asalan nya.
" Apa pun itu, selama tuan putri nya papi bahagia, papi pasti bahagia!" Akhir nya Aksa menyerah untuk mendebat gadis kecil nya.
"Love you dad! " Bisik Aletta, tubuh nya sedikit maju di atas meja agar bisa di dengar aksa.
"Love you more! " Balas Aksa mengikuti aksi Aletta hingga wajah mereka hanya berjarak bebepa milimeter saja.
Seketika, wajah Aletta memerah saat ia tak sengaja melihat kearah bibir bawah Aksa. Itu
bibir yang tadi nyaris mencuri ciuman pertama ku_ batin Aletta segera mengangkat pandangan nya hingga bertemu mata Aksa yang berwarna hitam pekat.
Begitu pekat hingga ia yakin bisa tersesat di sana jika terlalu lama menatap nya.
Aletta mengerjap sesaat, kemudian menarik diri nya cepat, hingga duduk dengan benar. Entah kenapa ia muali berfikir yang tidak tidak terhadap ayah nya. Hanya karena bibir bawah Aksa tak sengaja bergerak saat mengecup tadi.
Apa apan sih yang aku pikirin._ Aletta memaki diri nya sendri sambil menyeruput kopi latte milik nya.
"Sudah berusia 17 tahun dan hampir 18 tahun sebentar lagi, masih saja berantakan! " Ujar Aksa terkekeh kemudian mengusap hidung dan area sekitar mulut Aletta yang di hinggapi creamy foam menggunakan tisu yang tersedia di atas meja.
Aletta memanyunkan bibir nya sebal, ia kesal saat ayah nya menganggap nya anak kecil. Meskipun itu kesalahan nya yang tidak hati hati. Hello, 2 tahun lagi diri nya sudah memasuki usia produktif untuk menikah.
Menikah dua tahun lebih cepat dari usia produktif juga tidak masalah. Selama saling mencintai, dan ia berharap bisa mendapatkan lelaki seperti ayah nya yang selalu ada dan selalu mengerti tanpa harus menjelaskan.
"Ayo!" Ajak Aksa menyadarkan Aletta dari pikiran nya yang semakin melalang buana entah kemana. Dan semakin tidak bisa di ajak kompromi.
"Hem! "
Tbc