"Jadi kenapa Lady Alice bisa menghilang?" tanyaku.
Sejak tadi Roseline masih saja menundukkan kepalanya, Tetapi yang menjadi masalah, dia adalah seorang wanita yang pergi sendirian ke istana saat malam hari. Malam hari sangat berbahaya bagi wanita sedangkan dia kesini tanpa pengawal.
Marie meletakkan secangkir teh untuk Roseline dan beberapa makanan ringan.
"Lily, maafkan aku karena datang menemuimu secara tiba-tiba tanpa memberitahu. Aku begitu panik hingga tidak sadar pergi kesini tanpa membawa seorang pengawal." kata Roseline.
Dia akhirnya membuka suaranya setelah sepuluh menit terdiam dengan ekspresi wajah sedih.
"Roseline, lain waktu tolong berhati-hati karena hari sudah malam. Paling tidak kamu membawa seorang pengawal atau pembantu pribadi bersamamu untuk datang kesini. Aku selalu ada untukmu tenang saja."
Roseline menganggukkan kepalanya pelan. Tapi dia masih menundukkan kepalanya, seolah-olah dia lebih tertarik melihat lantai di banding wajahku yang berada didepannya.
"Biarku ulang. Kenapa Lady Alice bisa menghilang?" tanyaku lagi.
Alice Deana. Dia adalah kakak perempuan Roseline yang tinggal bersama suaminya di Kerajaan Delton, suami Lady Alice adalah seorang Tuan tanah atau Grand Duke yang sangat terpandang di Kerajaan Delton.
Sudah sangat lama Alice tinggal di Kerajaan Delton. Biasanya dia akan berkunjung setahun sekali ke kediaman keluarga Deana, rutinitas Roseline setiap minggunya adalah bertukar surat dengan Alice.
Aku juga pernah mendapatkan surat dari Lady Alice, dia berterima kasih kepadaku karena telah menjadi sahabat Roseline dan dia ingin aku menjaga Roseline, jika aku perhatikan dari kata-kata yang dia tulis, Lady Alice sangat perhatian dengan keluarganya dan juga sangat menyayangi adik satu-satunya yaitu Roseline.
"Minggu ini aku tidak mendapat balasan surat dari Alice. Aku mencoba mengirim surat ke kediamannya di Kerajaan Delton lalu beberapa hari kemudian surat balasan pun datang yang ternyata di tulis oleh kepala pelayan. Dia berkata kalau Alice tidak ada disana dan ia berpikir kalau Alice pulang ke kediaman keluarga Deana tanpa memberitahu suaminya." kata Roseline.
Dia mencengkeram bajunya dengan erat, hingga aku bisa merasakan kesedihan yang di rasakannya.
"Jadi Lady Alice pergi tanpa ada yang tahu dia dimana?" tanyaku.
"Suami Alice juga tidak tahu dia dimana dan sedang mencarinya, tapi aku merasa kalau suami Alice tidak peduli dengan istrinya yang hilang. Dia bahkan mengadakan pesta di kediamannya padahal dia tahu kalau istrinya hilang. Aku sangat marah kepadanya tapi aku tidak tahu harus berbuat apa."
Suara Roseline terdengar bergetar, emosinya bercampur antara marah kepada suami Lady Alice dan sedih karena Lady Alice hilang.
"Roseline, tenangkan dirimu. Biar aku membantumu untuk mencari keberadaan Lady Alice jadi kamu jangan khawatir." kataku yang berusaha menenangkan Roseline.
Roseline menatapku terkejut dan terlihat dia sedikit lega mendengar kata-kataku. "Terima kasih Lily. Aku sangat bersyukur karena kamu adalah sahabatku."
Aku tersenyum. Sudah menjadi tugasku untuk membantu Roseline. "Apa kamu sudah mencoba mencari keberadaan Lady Alice?" tanyaku.
"Belum. Ketika surat dari kepala pelayan sampai hanya aku yang membacanya, aku tidak memberitahu ayah dan ibu. Aku tidak ingin membuat mereka khawatir" jawab Roseline.
"Sebaiknya untuk saat ini kita rahasiakan dulu, karena akan sangat bahaya bagi kesehatan Ayahmu jika mengetahui Lady Alice menghilang."
"Kamu benar, aku akan merahasiakannya dari mereka dan aku juga akan membantumu dalam mencari Alice." kata Roseline.
Untuk penyelidikan menghilangnya Lady Alice, aku akan meminta bantuan kepada Ben dan mungkin aku harus pergi ke Kerajaan Delton bersamanya.
Hatiku mengatakan aku harus pergi kesana. Aku merasa takdir selalu mempertemukanku dengan Kerajaan Delton dan aku harus menemukan Lady Alice secepatnya.
Setelah itu aku meminta Jovan untuk mengantarkan Roseline pulang ke kediaman keluarga Deana, aku sempat meminta Roseline untuk menginap di istana, tapi dia menolak karena Ayah dan Ibunya pasti mengkhawatirkan ia yang tiba-tiba menghilang dari rumah.
Sepertinya sekarang aku harus berbicara kepada Ben untuk mencari tahu keberadaan Lady Alice.
"Nona ingin pergi kemana? " tanya Marie.
"Aku ingin menemui Ben." jawabku.
Aku berjalan melewati koridor istana yang terasa sangat dingin dan juga gelap, pikiranku masih saja berputar untuk menemukan jalan keluar dari beberapa masalah yang ada saat ini.
Menemukan Lady Alice cukup sulit karena dia pergi sendirian dan tidak ada yang tahu kemana dia akan pergi, aku cukup penasaran, kenapa Lady Alice meninggalkan rumahnya? Apa dia sedang bertengkar dengan suaminya?.
Jika itu benar, mungkin saja ini ulah suaminya sendiri yang menculiknya dan menyembunyikan Lady Alice di suatu tempat.
Tapi untuk apa hingga suaminya menculik Lady Alice? Apa ada suatu rahasia yang diketahui oleh Lady Alice lalu suaminya tidak ingin Lady Alice menyebarkan rahasia itu? Beberapa kemungkinan memang bisa terjadi.
Tapi aku tidak punya bukti untuk menyalahkan suami Lady Alice, masalah ini tidak bisa dibiarkan, aku harus mencari tahu lebih dalam tentang suami Lady Alice.
Langkah kakiku terhenti ketika melihat siluet seseorang yang sudah aku kenal.
"Lady, Ini sudah malam. Kenapa Anda belum tidur?" tanya Ben yang menyadari keberadaanku.
"Aku sedang mencarimu karena ada hal penting yang ingin aku bahas." jawabku.
Ben menatapku dengan ekspresi penasaran.
"Bisakah kamu mencari tahu informasi tentang suami Lady Alice Deana?" tanyaku.
"Maksud Lady, Grand Duke Flex Grasiano?"
Aku menganggukan kepala, dia terlihat menimang permintaan dariku. "Lady Alice menghilang secara misterius dan yang membuatku merasa aneh, Grand Duke Grasiano seperti tidak peduli dengan istrinya yang menghilang." kataku.
"Beri saya waktu tiga hari untuk menyelidiki kasus ini dan Lady jangan khawatirkan masalah ini. Saya akan mengurusnya." kata Ben.
Aku tersenyum mendengar jawaban Ben. "Terima kasih Ben. Jika ada informasi baru beritahu aku."
"Baik Lady."
"Apa yang kau bicarakan dengan Ben?"
Aku menoleh dan melihat Radolf berdiri tidak jauh tempatku berdiri.
"Aku meminta bantuan Ben untuk mencari seseorang." jawabku.
Radolf menaikkan sebelah alisnya, dia seperti ingin tahu siapa orang yang sedang aku cari. Dia memberi kode kepada Ben untuk pergi. Lalu Ben membungkuk hormat dan meninggalkan tempat ini.
"Aku akan pergi besok pagi dengan Jhon ke Kerajaan Aland." ucap Radolf.
"Tolong berhati-hatilah disana." kataku.
Radolf tersenyum hingga menampilkan lesung pipinya. "Aku senang kau mengkhawatirkan kami, tapi perhatikan keselamatanmu juga ketika kami tidak ada."
"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, aku berharap kalian tidak gegabah dalam mengambil keputusan."
"Tenang saja, aku pastikan Jhon tidak bertindak ceroboh."
Memang benar tindakan ceroboh Jhon adalah salah satu yang aku khawatirkan, tapi selain itu adalah sihir terlarang yang berada disana, mungkin mereka bisa mendeteksi keberadaan sihir itu, tapi tidak menjamin mereka berdua bisa mengatasinya dengan baik.
Aku sendiri tidak tahu bagaimana sihir terlarang bisa merasuki tubuh seseorang, lalu apa akibat jika tubuh mereka dirasuki?
Setahuku setiap sihir terlarang mempunyai pangaruh yang berbeda di setiap tubuh seseorang, membayangkan sesuatu hal buruk yang terjadi kepada mereka saja membuatku takut.
Bukan hanya mereka berdua, tapi Jimmy yang tidak ada kabar sedikitpun, lalu Jeron, Tedh dan Maxen yang berada di Kerajaan Delton.
"Aku mengerti apa yang sedang kau pikirkan. Aku berjanji kami tidak akan terluka." kata Radolf.
"Aku hanya takut hal buruk terjadi pada kalian."
"Percayalah pasti aku dan Jhon bisa mengatasinya. Jangan khawatirkan hal itu." kata Radolf.
Dia selalu saja bisa menebak apa yang aku pikirkan, jika sedang berbicara dengan Radolf, aku selalu merasa tenang dan nyaman, aku menyukai cara berbicaranya yang hangat dan selalu membuatku tenang.
Keesokan harinya. Aku, Jovan, dan kelima pengawal para Pangeran mengantarkan Jhon dan Radolf yang akan pergi ke Kerajaan Aland, aku sudah mengirim surat kepada Duke Ferddy Caldwell untuk membantu mereka disana.
Kebetulan Duke Caldwell sedang perjalanan bisnis ke Kerajaan Aland, katakanlah jika aku terlalu mengkhawatirkan mereka, tapi perasaanku tidak tenang melihat kepergian mereka.
Sebagai Penasihat Kerajaan, aku jarang bekerja sama dengan Kerajaan Aland yang terkenal sangat tertutup, sehingga aku tidak begitu tahu tentang informasi Kerajaan Aland, terlebih di perpustakaan jarang ada buku yang mengenai sejarah Kerajaan Aland.
Menurutku kerajaan mereka tertutup karena menyembunyikan sesuatu dan semua jawabannya ada didalam menara itu.
"Apa yang kau lamunkan?" tanya Jhon.
"T-tidak ada. Jaga diri kalian jangan sampai terluka." jawabku cepat.
Radolf dan Jhon tersenyum melihat ekspresi khawatirku. "Kau tahu kami bukan anak kecil jadi jangan terlalu khawatir tentang dengan kami."
Jhon berjalan ke arahku dan memberikan sebuah kalung dengan liontin batu berlian yang sangat indah. "Ini adalah berlian yang terdapat sedikit sihir yang bisa mendeteksi pengguna sihir. Aku ingin kau memakainya kemanapun kau pergi."
"Dan jika kau dalam bahaya sihir itu akan mengirim tanda kepada batu sihir di pedang kita. Sehingga kita tahu kalau kau dalam bahaya." kata Radolf.
Terkadang aku merasa bingung dengan mereka yang masih mengkhawatirkan diriku padahal aku sendiri mengkhawatirkan mereka.
Tanpa sadar aku tersenyum ketika melihat kalung itu. "Terima kasih atas kalung yang indah ini. Aku pasti akan menjaganya."
"Jaga dia hingga kita kembali." perintah Jhon kepada kelima pengawal mereka.
"Baik Pangeran" jawab mereka bersamaan.
"Jovan, kau harus selalu berada disamping dia." kata Radolf kepada Jovan
"Baik Pangeran." jawab Jovan.
"Radolf kita harus segara berangkat hari sudah mulai semakin terang." kata Jhon.
Radolf dan Jhon langsung menaikki kuda mereka.
"Selamat jalan dan hati-hati." kataku.
Mereka menanggapi kata-kataku dengan sebuah senyuman, seolah-olah mereka berkata 'kami pasti kembali dengan selamat'.
Setelah itu mereka mulai menggerakan kuda mereka. Aku terus memperhatikan mereka hingga hilang dari pandanganku.
"Lady, kita harus segera kembali." kata Jovan.
Aku menganggukan kepalaku dan mulai berjalan masuk kedalam istana.
Para pengawal Pangeran juga terlihat sibuk, sepertinya mereka di tinggalkan tugas yang banyak oleh para Pangeran, terutama Sabastian yang mengurus semua pekerjaan Jeron yang sekarang masih berada di Kerajaan Delton.
Hugo dan Terry mengerjakan tugas yang diberikan oleh Maxen dan Radolf, Ben dan Daniel mengerjakan tugas yang diberikan oleh Jhon, Tedh, dan Jimmy.
Aku merasa bersalah dengan Ben, padahal dia memiliki tugas yang banyak, tapi dia masih mau menerima tugas dariku.
Ketika sampai di ruanga kerja, seperti biasa tugasku selalu saja menumpuk setiap harinya.
"Jovan, hari ini kita harus memberikan ketiga buku itu kepada Raja."
"Baik Lady, akan saya siapkan ketiga buku itu." kata Jovan.
Aku tidak ingin mengulur-ulur waktu untuk memberitahu kebenaran kepada Raja.
Jariku mulai bergerak untuk menandatangan beberapa dokumen, hingga mataku terpaku oleh sebuah tulisan nama yaitu Hobert.
Hobert? Hobert...Siapa? Apa aku pernah mengenal orang yang bernama seperti itu?
Kepalaku langsung terasa sakit dan kepingan ingatan mulai bermunculan dikepalaku.
Astaga! Bagaimana mungkin aku melupakan Hobert Marcilius?!
Ketika mengingat wajah Hobert kepalaku terasa sangat sakit.
"Lady, Anda baik-baik saja?" tanya Jovan.
"Jovan, dimana Pangeran Hobert?".
Jovan terdiam, dia seperti bingung dengan pertanyaanku. "Lady, di kerajaan ini tidak ada pangeran yang bernama Hobert" jawab Jovan.
Tidak mungkin! Bagaimana bisa Jovan melupakan keberadaan Hobert?! Sepertinya ada yang salah, aku harus mencari Hobert.
"Lady! Anda ingin pergi kemana?".
Aku tidak memperdulikan panggilam Jovan, aku terus berlari menuju kamar Hobert.
Bagaimana mungkin aku bisa melupakan dia, bukan hanya aku tapi semua orang yang ada disini. Seperti keberadaan Hobert memang tidak pernah ada di dunia ini.
Tidak...Ini tidak mungkin. Kenapa pintu kamar Hobert menghilang?.
Seharusnya didepanku ini adalah pintu kamar Hobert, tapi yang sekarang aku lihat hanya sebuah tembok, jika memang hanya aku yang mengingat, apakah ini menyangkut dengan sihir?.
Aku melihat kalung yang tadi di berikan oleh Jhon. Apa karena kalung ini aku menjadi ingat dengan Hobert?.
Hobert sebenarnya apa yang terjadi denganmu? Dan kau sekarang ada dimana?
***
Di sebuah hutan terlarang yang di selimuti oleh kabut tebal, terlihat seseorang berjalan yang menutupi tubuhnya dengan jubah yang panjang.
Ketika dia berjalan, pedang yang dia bawa tiba-tiba bersinar, pedang itu seperti memberitahu tuannya bahwa telah terjadi sesuatu dengan sihir yang dia gunakan.
"Jadi dia telah menyadarinya." gumam orang itu.
Dia terus berjalan masuk lebih dalam hutan itu yang terlihat lebih gelap dan dingin, ia bahkan bisa menembus sihir yang ada dihutan itu dengan mudah.
Tapi orang itu sama sekali tidak merasakan kedinginan atau takut. Dia malah merasa tertantang dan terus memasuki hutan itu, hingga sebuah suara menghentikan langkahnya.
"Aku tidak percaya ada seseorang yang bisa menembus sihirku dan masuk sejauh ini."
"Pengecut sekali. Suaramu sangat tidak penting! Tunjukan wajahmu!"
Tiba-tiba angin kencang datang dan kabut langsung menghilang.
"Aku mengakui keberanianmu Hobert Marcilius."
Ya. Orang yang memasuki hutan terlarang itu adalah Hobert Marcilius.
"Akhirnya aku menemukanmu, Penyihir Agung."
Orang yang berada didepan Hobert adalah Penyihir Agung yang sudah menghilang selama berpuluh-puluh tahun.
"Padahal aku ingin bersembunyi lebih lama lagi, tapi persembunyianku ditemukan olehmu." kata Penyihir Agung.
"Kau tahu keadaan Kerajaan Grissham sedang kacau, tapi kau malah mengabaikannya!" kata Hobert yang meninggikan suaranya.
"Bukankah kalian memiliki wanita itu?"
Hobert menatap tajam Penyihir Agung.
"Seharusnya dengan kekuatan wanita itu saja sudah cukup membereskan masalah-masalah yang ada."
"Sebenarnya apa yang ingin kau katakan?" tanya Hobert.
"Lilybeth Calesta. Dengan keberadaan dirinya didunia ini seharusnya sudah cukup untuk memperbaiki permasalahan kerajaanmu, tapi prediksiku sedikit salah karena munculnya sihir terlarang." jawab Penyihir Agung.
"Jadi itu bukan ulahmu."
"Kau pikir aku sebodoh itu untuk menggunakan sihir terlarang. Sihir itu seharusnya tidak pernah di gunakan atau lebih tepatnya tidak boleh digunakan. Sepertinya ada seseorang yang sengaja menggunakan sihir itu." kata Penyihir Agung.
Hobert sebenarnya sudah tahu kalau bukan Penyihir Agung yang menggunakan sihir terlarang, tetapi Hobert mencurigai salah satu muridnya yang telah menggunakan sihir terlarang itu.
"Aku tahu apa yang kau pikirkan. Aku juga berpikir seperti itu dan aku berencana untuk keluar dari persembunyianku dan membantu wanita itu."
Hobert menghela nafas. Tujuan dia ke sini adalah untuk membawa Penyihir Agung kembali ke Kerajaam Grissham dan membantu mereka dalam menyelesaikan masalah ini.
"Jadi apa kau akan kembali ke Kerajaan Grissham dan mengabdi kembali kepada kerajaan kami." kata Hobert.
"Memang itu tujuanku keluar dari hutan ini, tapi sebelum itu lebih baik kau melepas sihir yang kau berikan kepada orang-orang di istana."
Hobert menarik sudut bibirnya. "Jangan berpura-pura tidak ikut campur. Kau yang sengaja melepas sedikit sihirku kepada Lily agar membuat dia mengingatku."
"Aku hanya bermain dengan dirinya, tidak lebih, tapi sebelum kita kembali ke kerajaan ada hal penting yang harus aku lakukan." kata Penyihir Agung.
***
"Bagaimana mungkin Lady bisa menemukan ketiga buku ini?" tanya Raja.
Saat ini aku berada di ruangan kerja Raja Damarion, aku telah memberikan ketiga buku yang berisi tentang sejarah Kerajaan Grissham dan Kerajaan Delton.
Ketika aku memberitahu tentang buku ini, wajah Raja Damarion terlihat sangat terkejut, aku juga menjelaskan kalau buku itu di temukan dengan tidak sengaja oleh Tuan Jude.
"Maaf atas kelancangan saya karena telah membacanya tanpa seizin dari Yang Mulia. Sedangkan buku-buku ini dipertunjukkan untuk Raja dan saya bahkan membacanya tanpa izin. Saya akan menerima segala hukuman yang di berikan oleh Raja."
"Lady tidak perlu merasa bersalah, saya sangat berterima kasih kepada Lady karena telah menemukan buku ini dan berusaha mencari solusi untuk mendamaikan kedua kerajaan ini." kata Raja Damarion.
"Terima kasih atas kebaikkan hati Anda, Yang Mulia."
Aku merasa sedikit lega karena telah jujur kepada Raja dan menyerahkan buku itu kepada pemilik aslinya.
Buku-buku itu tidak boleh diketahui oleh orang lain, karena akan disalah gunakan sebagai pengadu domba antara kedua kerajaan ini, jika sampai hal itu terjadi, aku tidak akan bisa mengampuni diriku sendiri.
Walaupun Tuan Jude yang menemukan buku-buku itu, tetapi akulah yang membacanya dan mengerti isi dari buku-buku itu, aku merasa bertanggung jawab akan buku-buku itu.
"Lady, aku akan membaca buku-buku ini dan setelah aku selesai membacanya, aku ingin Lady yang menyimpan buku-buku ini." kata Raja Damarion.
"T-tapi Yang Mulia buku-buku itu setara dengan harta kerajaan, saya tidak pantas menyimpan barang berharga seperti itu."
Raja Damarion tersenyum. "Aku mempercayai buku-buku ini kepadamu Lady, hanya kamu yang bisa menyimpan buku ini dan bisa mempergunakan buku ini dengan baik."
"Baik Yang Mulia, saya akan menjaga buku-buku itu dengan baik."
Raja Damarion terlihat puas dengan jawabanku.
Selama aku tinggal di istana Ruby, aku selalu diperlakukan dengan baik dan hangat layaknya keluarga, Raja Damarion sangat murah hati dan selalu mengajarkan aku hal baru ketika kita berdiskusi.
Aku merasa sangat nyaman tinggal di istana ini karena di kelilingi oleh orang-orang yang baik, walaupun kesan pertamaku terhadap para Pangeran sangat buruk, tapi setelah kita saling mengenal semuanya berubah.
Mereka mulai menunjukkan sifat-sifat yang tidak pernah di tunjukkan kepada orang lain, kita menjadi sangat dekat dan saling membantu.
Kegiatan yang aku sukai adalah ketika kami sedang berdiskusi, kita hampir menghabiskan banyak waktu dengan berdiskusi karena menyenangkan.
Walau kadang terjadi perbedaan pendapat antara para Pangeran dan aku, tapi memang itulah gunanya kita berdiskusi.
Semenjak mereka semua pergi dari istana, aku merasa sepi. Biasanya Tedh atau Jhon akan mengganggku, ketika aku sedang bekerja atau Radolf dan Hobert yang selalu mengajakku keluar istana untuk menenangkan pikiran.
Maxen atau Jeron akan mengajakku berbicara dengan santai di ruangan mereka atau di taman istana, Jimmy akan memberikanku kue yang lezat dan beberapa makanan manis lainnya.
Oh tidak...Kenapa aku jadi menangis ketika mengingat itu? Mungkin aku merindukan mereka.
Jangan menangis Lily, masih banyak hal yang harus kau lakukan ketika mereka tidak ada, sekarang aku harus fokus untuk menyelesaikan masalah yang ada untuk mengurangi beban mereka.
Aku harus menunggu informasi dari Ben tentang suami Alice atau Grand Duke Flex Marciano dan jika hasilnya positif maka aku akan mengirim Hugo untuk mencari Alice.
Tapi jika hasilnya negatif maka aku akan turun tangan langsung untuk menemui Grand Duke Flex Marciano dan aku akan berkunjung ke istana Delton, walaupun aku tahu Jeron, Tedh, dan Maxen tidak akan menyukai keputusanku untuk datang kesana.
Tapi aku harus segera datang kesana untuk melihat langsung apa yang sebenarnya yang mereka inginkan, aku tidak boleh berdiam diri saja sedangkan, mereka mempertaruhkan nyawa mereka untuk melindungi kerajaan ini.
Aku juga akan mempertaruhkan segalanya untuk melindungi keluargaku, orang-orang yang kusayangi, dan juga kerajaan ini.
To be continue...