Chereads / Lady's Choice / Chapter 17 - Chapter 17.

Chapter 17 - Chapter 17.

Aku menatap dingin ke arah Barren, tapi dia hanya menatapku sambil tersenyum kecil.

"Aku tahu Lady sangat membenciku saat ini karena Lady mengira aku mempermainkan nyawa orang." kata Barren.

"Dimana Lady Alice Deana?"

Barren terdiam. Aku tidak ingin banyak basa-basi, aku sudah lelah dengan permainnya.

Dia terlihat tidak terkejut dengan pertanyaanku, mungkin dia tahu kalau aku sangat membencinya.

"Lady Alice Deana sudah aku pulangkan ke kediaman keluarga Deana." jawab Barren.

Aku menaikkan sebelah alisku.

"Jadi kau menggunakan Lady Alice hanya sebagai alasan agar aku bisa pergi ke sini?"

"Ya itu benar."

"Aku sebenarnya maumu Barren Cristopher?!"

Kesabaranku sudah habis, aku tidak peduli lagi dengan sopan santun terhadap keluarga kerajaan.

Sepertinya orang di hadapanku ini tidak memiliki hati nurani, tetapi dia berhati iblis.

"Jika aku katakan keinginanku, apa Lady akan mendengarkannya?"

Dia menatap sendu ke arah buku bersampul hitam yang berada genggaman tangannya.

Aku menghela nafas kasar. Berpikirlah dengan kepala dingin Lily, jangan sampai emosi mengendalikan dirimu.

Mungkin dengan mendengarkan keinginannya, aku bisa mendapat solusi untuk masalah ini.

"Akan aku dengarkan."

Barren menyerahkan sebuah buku bersampul warna hitam kepadaku. Buku itu terlihat sudah tua dan juga sedikit berdebu.

"Tolong baca buku ini terlebih dahulu." pintanya.

Aku mengambil buku itu. Aku cukup penasaran dengan isi buku yang sedang kupegang saat ini, kemudian aku membuka perlahan buku itu dan terlihat tulisan tangan yang sangat rapih.

Aku membaca dengan saksama tanpa ingin melewatkan satu kata pun, rasa penasaranku semakin mendalam hingga terus membacanya sampai akhir.

Wajahku tidak berhenti menunjukan ekspresi terkejut.

Buku yang di tulis oleh seorang gadis yang sangat terobsesi dengan sihir hingga tanpa sadar energi sihirnya meledak dan membawa ke dimensi lain.

Ya. Dimensi dimana dulu aku hidup, dimana teknologi canggih digunakan di dunia itu.

Gadis itu sempat tinggal hingga beberapa tahun di dimensi itu. Dia belajar bahasa, tulisan dan budaya didemensi yang berbeda dengan dunia asalnya.

Gadis itu kembali ke dunia asalnya karena tidak sengaja tertabrak oleh sebuah benda ketika dia sedang menyebrang di jalan.

Dia mendeskripsikan benda itu memiliki empat kaki, tapi sangat cepat dan memiliki sinar yang terang.

Dari penjelasannya, aku menebak dia tertabrak oleh mobil.

Ketika dia membuka mata, dia kembali lagi ke dunia ini dan ia di selamatkan oleh Penyihir Agung.

Penyihir Agung membantunya untuk bisa mengendalikan sihirnya yang meledak tidak menentu.

Lalu dia menjadi murid Penyihir Agung, setelah melatih sihirnya dengan Penyihir Agung.

Lalu dia kembali ke kediamannya dan menulis semua pengalamannya di buku ini.

Hal yang membuatku terkejut adalah dia bersumpah akan membuat orang yang telah menabraknya akan mengalami hal yang sama dengan dirinya.

Dia masih mengingat jelas wajah kedua orang yang telah menabraknya, satu pria dan satu wanita tapi sang wanita terlihat sedang mengandung seorang anak.

Lalu dia menaruh sumpahnya kepada anak di dalam kandungan wanita itu.

Dia bersumpah. 'Anak itu akan menjadi orang terpilih yang bisa melewati dimensi ruang dan waktu.'

Aku terdiam. Aku tidak tahu harus berkata apa, Apakah anak yang didalam kandungan itu adalah aku?

Apakah anak yang terpilih itu adalah aku?

Bagaimana mungkin? Semua terasa nyata dan seperti sudah terencana kalau aku akan reinkarnasi ke dunia ini.

Jadi semua ini adalah karena aku dikutuk oleh gadis itu dan aku berakhir berada didalam dunia ini.

Jangan-jangan gadis itu memiliki suatu hubungan dengan Barren? Jika benar, artinya gadis itu adalah Ibu Barren?

Aku menatap ke arah Barren dengan tatapan yang susah di artikan. Antara sedih, marah dan bingung. Barren sepertinya mengerti dengan tatapanku.

Dan aku juga mengerti kenapa aku selalu di tunggu olehnya untuk datang ke kerajaan Delton karena untuk membaca kebenaran yang ada di buku ini.

Bahasa didalam buku harian ini bukanlah bahasa yang berasal dari dunia novel, melainkan bahasa dari diduniaku dulu.

"Buku itu adalah peninggalan Ibuku." kata Barren.

Aku mengikuti arah pandangannya ke sebuah lukisan yang berada di dinding ruangan ini.

Lukisan wajah seorang wanita yang sangat cantik dan juga anggun. Layaknya seorang Ratu sejati.

"Ibuku bukanlah seorang Ratu, Putri kerajaan atau pun seorang bangsawan. Ibuku hanyalah seorang wanita biasa yang terkenal karena kecantikannya, hingga menarik Perhatian Raja lalu mereka memilikiku di luar pernikahan membuat Ratu marah besar kepada Ibuku."

Aku bisa melihat sorot mata kebencian Barren terhadap Raja dan Ratu Kerajaan Delton.

"Karena Ratu tidak bisa memiliki keturunan memutuskan untuk mengadopsiku sebagai anak kandungnya, dia melanggar hukum di dunia ini dengan tetap memberi nama belakangku 'Cristopher', lalu setelah berhasil mengadopsiku dengan cara membohongi semua orang kalau aku adalah anak kandungnya."

Barren mengepalkan tangannya hingga jari kukunya memutih.

Selama ini dia menjalani hidup yang cukup sulit, tanpa adanya saudara kandung disampingnya atau orang tua yang benar-benar memperhatikannya.

"Lalu bagaimana dengan Ibumu?" tanyaku.

"Ibuku dibunuh oleh Ratu dan mayatnya dibakar hingga tidak tersisa." jawab Barren.

Rasa sedih yang Barren rasakan langsung menghayat hatiku, aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Barren ketika mengetahui Ibu kandungnya dibunuh dengan cara seperti itu oleh Ratu.

Tapi yang membuatku sedikit bingung adalah Bagaimana mungkin murid seorang Penyihir Agung tidak bisa melindungi dirinya sendiri?

Apa yang Ratu lakukan hingga bisa membunuh murid sang Penyihir Agung?

"Ratu membunuh Ibuku dengan menggunakan sihir terlarang."

Seolah bisa membaca pikiranku Barren berkata seperti itu. Sihir terlarang ternyata bisa mengalahkan murid seorang penyihir agung.

Sihir yang begitu menyeramkan dan juga berbahaya, aku tidak mengerti kenapa Ratu bisa setega itu terhadap Ibu Barren.

"Barren, apa keinginanmu yang sebenarnya?" tanyaku.

Barren menatapku serius, bola matanya menunjukkan dia telah membulatkan tekadnya untuk mencapai keinginannya.

"Aku ingin kau terus mendukungku hingga akhir, karena aku tahu 'orang terpilih' yang Ibuku katakan adalah wanita yang sangat cerdas dan pemberani." jawabnya.

Aku tersenyum mendengar jawaban Barren. Aku mengerti dia hanya seorang anak laki-laki yang kehilangan kasih sayang dan juga tidak akui oleh kedua orang tuanya.

Dia kehilangan Ibunya sejak masih kecil dan harus bertanggung jawab untuk membangun kerajaan ini sebagai Putra Mahkota.

Tidak. Mungkin sekarang adalah calon Raja Kerajaan Delton.

"Sebelum kau menjawab keinginanku, aku ingin meminta maaf sebesar-besarnya karena telah membuatmu merasa tidak nyaman dengan sifat gegabahku. Aku memang pantas untuk dibenci olehmu."

Barren meminta maaf sambil menundukkan kepalanya di hadapanku. Mendengar permintaan Barren, rasa benci dan muak terhadap dirinya langsung menghilang begitu saja.

Anggaplah aku ini orang bodoh yang mau memaafkan musuh semudah itu. Tapi aku tidak bisa mengabaikan seseorang yang terlihat kesepian tanpa ada siapapun yang mendorongnya secara mental.

Aku sangat mengerti perasaan Barren karena aku pernah merasakannya dulu. Aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja.

"Aku memaafkanmu Barren, aku harap kedepannya kau tidak melakukan hal gegabah seperti yang sudah terjadi. Lalu aku akan mengabulkan keinginanmu, aku akan berusaha terus mendukungmu hingga akhir."

Barren terkejut dan juga merasa senang secara bersamaan mendengar jawabanku. Untuk pertama kalinya aku bisa melihat senyum yang begitu tulus di wajah Barren.

Tapi bagaimana nasip Raja dan Ratu saat ini?Jika mengikuti jalan novel aslinya, tubuh Raja dan Ratu masih di awetkan oleh Barren.

Tapi untuk apa dia mengawetkan tubuh Raja dan Ratu? Bukankah dengan membunuh mereka saja sudah cukup?

"Apa aku boleh bertanya sesuatu?" tanyaku.

"Silakan, Lady." jawab Barren.

"Apa yang terjadi dengan Raja dan Ratu saat ini?"

"Aku sudah menduga Lady akan bertanya hal itu." jawab Barren.

Dia bangun dari duduknya dan membenarkan dasi yang melingkar di lehernya.

"Ikuti aku. Aku akan membawa Lady ke suatu tempat." ajak Barren.

Aku mengikuti Barren dari belakang, Calil dan Hillario juga mengikuti kita dari belakang. Kita melewati lorong yang gelap dan tidak ada lampu.

Penerangan menggunakan obor api yang di pasang sepanjang dinding lorong ini.

Udara dingin menyentuh kulitku, semakin kita berjalan masuk kedalam semakin dingin udaranya.

Barren berhenti dan membalikkan badannya. Dia membuka jasnya lalu memberikan kepadaku.

"Pakailah, akan sangat dingin disini."

"Terima kasih."

Ternyata dia memiliki sisi manis juga. Akhirnya kita sampai di sebuah pintu besar yang terbuat dari kayu, tetapi di pintu tersebut terdapat lingkaran sihir.

Kalung yang diberikan Jhon bereaksi ketika lingkaran sihir itu terlihat. "Kalung itu bisa mendeteksi sihir secara tidak langsung." kata Barren.

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Kalung itu hanya ada satu dunia dan kalung itu di berikan secara turun menurun dari keluarga Ratu Isabella." jawab Barren.

"Kau mengenal keluarga Ratu Isabella?"

"Tidak. Tapi aku mencari informasi keluarga Kerajaan Grissham secara lengkap."

Batu sihir di kalung ini masih bersinar, ketika aku mendekat ke arah pintu, tanganku di tahan oleh Calil.

"sebaiknya Lady tidak mendekati pintu itu, walaupun kalung Lady bereaksi terhadap lingkaran sihir yang berada di kalung itu, tetapi tidak memungkinkan Lady bisa membuka pintu itu." kata Calil.

"Maaf aku karena sudah bertindak lancang."

"Ini bukan salah Lady, sangat wajar bagi Lady penasaran terhadap pintu itu." kata Hillario.

Barren berjalan ke arah pintu kayu itu dan tubuhnya langsung menembus pintu.

Seketika pintu itu terbuka dan udara yang sangat dingin menerpa wajahku.

Aku terkejut dengan apa yang aku lihat, hingga tanpa sadar aku memundurkan langkahku.

"Apakah itu Raja dan Ratu?" tanyaku dengan suara pelan.

***

Seorang laki-laki yang menggunakan jubah hitam langsung menghentikan kudanya di hadapan sebuah rumah.

Dia memperhatikan rumah itu dengan teliti.

Rumah tua yang berada didekat gunung, rumah yang terlihat tak berpenghuni.

"Apakah disini tempatnya?" gumamnya.

Dia turun dari kudanya dan mulai mendekati rumah itu tanpa rasa takut.

Tanpa mengetuk pintu rumah itu, dia langsung membuka paksa pintu rumah itu.

"Sudahku duga tempat ini adalah awal mula dari semuanya."

Rumah yang kosong tapi rapih dan bersih. Dibalik semua itu, rumah ini memiliki rahasia yang tidak semua orang tahu.

Jimmiy mengeluarkan pedangnya dan menusukannya ke lantai rumah itu.

Tidak lama batu sihir di pedangnya mengeluarkan cahaya hingga menembus atap rumah itu.

Seolah-olah cahaya itu mengirim kode kepada yang lain, tetapi tujuan sebenarnya Jimmiy bukanlah untuk mengirim sinyal.

Melainkan dia ingin membuat energi sihir yang berada di rumah itu menjadi netral.

Setelah menurut Jimmiy sudah netral, dia langsung mencabut pedangnya.

"Tidak kusangka, salah satu murid Penyihir Agung yang menciptakan sihir terlarang di tempat ini." kata Jimin.

Dia memperhatikan beberapa barang-barang yang memiliki energi sihir, walaupun energinya kecil tapi Jimin tidak menyentuh barang-barang itu sembarangan.

"Apa yang sebenarnya telah dia lakukan disini?" gumam Jimin.

Jimmiy tidak tahu wajah murid-murid penyihir agung karena identitas mereka tidak di ketahui oleh banyak orang.

Jimmiy memilih untuk menetap di rumah itu untuk mempelajari beberapa buku dan barang peninggalan salah satu murid Penyihir Agung.

"Aku harus menyelesaikan masalah ini demi Lily."

***

Hari dimana mereka berkunjung ke istana Kerajaan Aland telah tiba, saat ini mereka sudah berada didalam istana.

Mereka menerima kedatangan ketiga Pangeran Grissham dengan ramah.

Walaupun Radolf tahu keramahan mereka hanyalah sebuah topeng yang menutupi ketidaksukaan mereka terhadap tamu yang datang.

Istana yang besar dan juga luas tapi memiliki sedikit pelayan, istana ini terasa sangat sepi seperti kuburan.

Atau mungkin Raja sengaja meminimalisir orang yang berada di istana, apalagi sang Raja memiliki rahasia yang tidak boleh semua orang tahu.

Pohon apel emas yang disembunyikan entah dimana oleh sang Raja.

Hanya Penyihir Agung yang dapat mendeteksi keberadaan pohon itu, saat ini sang Penyihir Agung sedang mencari keberadaan pohon emas apel didalam istana yang luas ini.

Kepala pelayan disini langsung mengantarkan ketiga pangeran itu ke hadapan sang Raja.

Jhon sangat tidak suka dengan sikap kepala pelayan yang terlihat pura-pura baik.

Sedangkan Hobert merasakan sesuatu yang aneh ketika mengijakan kaki di lantai marmer berwarna hitam itu.

Menurut Hobert, semua yang berada didalam istana ini terbuat dari sihir yang sulit terdeteksi.

Hobert bisa mendeteksi karena dia memiliki batu sihir bersamanya.

Semua yang ada di istana ini berwarna hitam, hingga membuat suasana menyeramkan semakin terasa, tetapi semua itu sama sekali tidak membuat ketiga pangeran takut.

Mereka sudah terbiasa menghadapi suasana seperti ini ketika di medan perang maupun di luar medan perang.

Langkah mereka terhenti dihadapan pintu besar yang menjulang tinggi.

Sang kepala pelayan langsung membuka pintu besar itu dengan perlahan.

Mereka bertiga melihat sang Raja duduk di kursi kebesarannya.

"Selamat datang di Kerajaan Aland, para Pangeran muda yang terhormat." kata Raja.

"Salam kepada yang mulia Raja Junot Ainsley, semoga kebahagiaan selalu bersama Anda." salam ketiga Pangeran.

Wajah yang terbilang sangat muda untuk sebagai seorang Raja, walaupun mereka tahu Raja di depan mereka ini telah hidup selama berabad-abad.

"Sudah lama sekali sejak istana ini kedatangan tamu, saya merasa sangat senang dengan kehadiran kalian." kata Raja Junot.

Jhon hanya menatap dingin ke arah Raja Junot, dia sangat tahu kata-kata manis yang dikeluarkan oleh Raja adalah sebuah kebohongan.

Sangat terlihat jika Raja di hadapannya itu tidak suka kedatangan orang asing.

Raja merasa gelisah walaupun tidak terlihat, dia mungkin merasa takut jika ada orang asing yang mengetahui rahasianya.

Tapi Raja di hadapannya ini bukanlah Raja yang lemah, dia terbilang cukup kuat karena memiliki energi sihir yang kuat.

Terlebih lagi dia adalah murid dari penyhir agung.

"Terima kasih atas sambutan ramah yang berikan Raja kepada kami." kata Hobert.

"Tujuan kami kesini untuk membuka jalur perdagangan di kerajaan ini dan memperkuat aliansi antara kedua kerajaan." kata Radolf.

"hahaha, kalian sangat frontal sekali. Baiklah aku tidak akan membuang-buang waktuku, jadi bagaimana jika kita langsung mengadakan rapat saat ini juga?" tanya Raja.

Hobert menyipitkan matanya, Raja seperti ingin cepat-cepat mengusir mereka dari istana dengan secara halus.

"Dengan senang hati, Yang Mulia." kata Hobert yang mengeluarkan senyum palsunya.

"Siapkan ruang rapat dan kumpulkan para Dewan Petinggi sekarang." perintah Raja Junot.

Tangan kanan Raja yang sejak tadi berdiri disampingnya, langsung beranjak dari tempatnya untuk melaksanankan perintah Raja.

Selang beberapa menit Rapat pun di mulai dengan suasana yang sunyi.

Mereka mulai membaca berkas-berkas tentang perjanjian Kerajaan Grissham dan Kerajaan Aland.

Di dokumen itu juga terdapat kerja sama yang telah dilakukan oleh kedua kerajaan dalam kurun waktu yang lama.

Hingga kerja sama itu terputus dengan sendirinya karena kurangnya komunikasi.

Lalu mereka membahas tentang pembukaan jalur perdagangan di kerajaan ini.

Beberapa petinggi istana tidak setuju, sepertinya mereka yang tidak setuju adalah orang-orang yang mengetahui rahasia Raja.

Mereka tidak ingin orang asing masuk dan mengetahui rahasia Raja, tetapi para petinggi itu langsung bungkam karena ucapan Jhon.

"Apa kalian takut rahasia yang kalian jaga selama ini akan terbongkar? Ck. Pengecut sekali."

Dengan kata-kata tajamnya itu Jhon berhasil mendapat tatapan dingin dari Raja Junot yang diabaikan olehnya.

Sedangkan kedua kakaknya hanya bisa menghela nafas mendengar perkataan adik bungsu mereka itu.

Mereka sudah yakin setelah rapat ini akan ada masalah yang terjadi karena ulah Jhon.

Hasil dari rapat tersebut adalah jalur perdagangan dibuka kembali, tetapi hanya para pedagang saja yang boleh masuk kedalam kerajaan Aland.

Selain pedagang, keluarga kerajaan dan petinggi istana tidak diperbolehkan untuk masuk ke kerajaan ini kecuali ada hal yang sangat penting.

Perwakilan Kerajaan Grissham dan Kerajaan Aland berjabat tangan lalu menandatangani beberapa dokumen.

Setelah itu mereka keluar dari ruangan rapat. "Apa maksud dari perkataanmu tadi, Pangeran Jhon?"

Langkah Jhon terhenti ketika mendengar pertanyaan dari Raja Junot.

Jhon menarik sudut bibirnya, "Maaf jika perkataan saya membuat Yang Mulia tersinggung, apa mungkin perkataan saya benar hingga membuat Raja tersinggung?"

Raja Junot semakin menatap dingin kearah Jhon yang tersenyum seperti orang yang tidak memiliki dosa.

"Kau sangat pandai dalam berbicara Pangeran." jawab Raja Junot.

Dia terlihat seperti menahan emosinya dihadapan Jhon.

"Terima kasih atas pujian Anda, Yang Mulia." kata Jhon.

"Silakan bermalam di istana ini, saya akan memberitahu kepala pelayan untuk menyiapkan kamar terbaik untuk para Pangeran." kata Raja Junot.

"Tidak perlu, Yang Mulia. Jika kami menginap disini sama dengan halnya kami masuk kedalam kandang singa." kata Radolf.

Raja Junot mengepalkan tangannya karena sangat kesal oleh perkataan ketiga Pangeran dihadapannya ini, tapi dia tetap berusaha tersenyum seperti tidak terjadi apa-apa.

Mungkin kesabarannya bisa habis jika harus menghadapi ketiga pangeran itu.

Di sisi lain. Penyihir Agung berhasil memasuki tempat rahasia Raja Junot.

Dengan menggunakan sihirnya, Raja Junot tidak akan bisa mendeteksi keberadaan penyihir agung.

"Junot sialan, apa yang telah kau buat selama ini?" gumam Penyihir Agung.

Dihadapannya terdapat pohon apel emas yang besar dan akar-akar pohonnya yang mengeluarkan energi sihir keberbagai tempat di istana ini.

"Ck. Ini akan menjadi hal yang merepotkan."

Penyihir Agung yang belum mendapatkan kekuatan kembali, memikir cara untuk membakar pohon-pohon itu hingga tidak tersisa.

To be continue...