Disebuah ruangan yang luas tiga orang sedang duduk sambil membaca kertas-kertas yang ada di tangan mereka, air muka ketiga orang itu terlihat tenang ketika membaca kertas-kertas itu, tetapi tidak dengan perasaan mereka yang seperti tidak suka dengan isi didalam kertas itu.
Mereka membaca kertas itu kembali dengan teliti seperti tidak ingin kehilangan satu katapun.
"Tidak. Aku tidak menerima keputusan ini." kata salah satu dari mereka.
Beberapa orang dihadapannya menatap ia kesal. "ini sudah kelima hari Yang Mulia menentang perjanjian yang kami buat! Dan Yang Mulia meminta kami untuk membuat ulang perjanjian ini?!"
Orang itu yang menentang keputusannya sambil meninggikan suaranya, tidak lupa orang itu menatap tajam kearahnya, tetapi ia hanya menyeringai dan merobek kertas yang ada di tangannya.
"kau tahu apa kesalahanmu?" tanyanya.
Orang yang ditanya hanya bisa menatap geram kearahnya.
"Kau selalu mengulang kesalahan yang sama saat membuat perjanjian ini, selalu ingin mengambil keuntungan yang besar dari kerajaanku."
Petinggi istana yang sedang menatap geram Pangeran di hadapannya ini. Ia merasa tidak terima dengan kata-kata yang barusan dikeluarkan oleh Pangeran dihadapannya itu.
"Perjanjian yang aku buat adalah untuk saling menguntungkan kedua kerajaan! Aku tidak terima Yang Mulia menuduhku seperti itu!"
"Pelankan suaramu. Mulutmu sangat berisik."
Seseorang disebelah petinggi istana itu membuka suara sambil menantap tajam kearah petinggi istana. "maafkan saya Tuan Calil."
Orang yang bernama Calil itu membungkuk hormat ke arah Pangeran dihadapannya yaitu Jeron, petinggi istana itu terdiam tapi dia masih menatap geram Pangeran yang berada dihadapannya.
"jika Yang Mulia Pangeran Jeron tidak menerima perjanjian ini maka kami akan membuat ulang perjanjian ini hingga kedua kerajaan sepakat." kata Calil.
"Ajarkan kembali petinggi istana Kerajaan Delton dengan sebuah tata krama seorang bangsawan, dia sepertinya melupakan hal dasar itu." kritik Jeron yang menyindir orang didepannya.
"Maaf bila Yang Mulia merasa terganggu dengan ketidaksopanan orang disebelah saya. kami akan mengurusnya." kata Calil sambil menunjuk petinggi istana dengan lirikkan tajamnya.
Lalu orang di sebelah Calil yang bernama Hillario ikut membungkuk hormat kepada Jeron.
"Saya akan melaporkan hasil ini kepada Pangeran Barren."
"Ck! Seharusnya dia ikut dalam rapat ini, padahal dia yang mengundang kerajaan kami untuk kesini." decak Tedh.
Suasana di ruang rapat itu mendadak menjadi dingin dan mencengkam hingga tidak ada yang berani berbicara.
"Maaf jika saya lancang tapi undangan tersebuh tertuju untuk Lady Lilybeth Calesta dan bukan untuk Pangeran." kata Hillario.
Dia menatap ke arah Tedh tanpa rasa takut sedikitpun membuat Tedh geram dengan sikap tangan kanan Barren Cristopher.
Semenjak kedatangan mereka ke kerajan Delton, Barren Cristopher hanya menunjukkan wajahnya sekali dan untuk masalah perjanjian dia serahkan kepada kedua tangan kanannya.
Calil dan Hillario, mereka berdua memang terlihat menghargai kedatangan para Pangeran Kerajaan Grissham tapi Tedh selalu tidak suka dengan sikap mereka.
Sebenarnya menurut Maxen kedatangan mereka ke Kerajaan Delton hanya membuang-buang waktu saja, yang diinginkan oleh Barren Cristopher adalah kedatangan Lily bukan ketiga Pangeran Grissham.
Lalu untuk masalah perjanjian, Jeron sudah menebak kalau Barren Cristopher tidak sama sekali ikut campur dalam pembuatannya, sehingga membuat hasil yang selalu sama hingga terkadang membuat Jeron jengah.
"Dia tidak akan kesini. Jadi sebaiknya jangan sebut nama gadisku dengan mulut kotormu itu." geram Tedh.
Ia memperingati Hillario yang menurutnya selalu kelewatan batas jika berbicara, suasana di ruangan itu semakin berat hingga membuat para petinggi istana merasa sesak dengan perdebatan antara ketiga Pangeran Grissham dan kedua tangan kanan Barren Cristopher.
"Hentikan saja rapat ini, aku lelah melihat perdebatan kalian dan kau buatlah perjanjian yang adil, jika besok hasil perjanjian yang kau buat masih sama. Saat itu juga aku akan memenggal kepalamu." ancam Maxen.
Maxen yang terdiam sejak tadi akhirnya membuka suara sambil mengancam petinggi istana yang bertanggung jawab atas pembuatan perjanjian perdamaian kedua kerajaan.
Mendengar ancaman Maxen, petinggi istana itu ketakutan hingga badannya bergetar hebat dan mulutnya kaku untuk bisa berbicara.
"Satu lagi, katakan kepada Yang Mulia Putra Mahkota, Untuk datang di rapat besok. Aku sudah muak melihat dia hanya berdiam diri saja."
Setelah memberitahu pesan untuk Barren Cristopher kepada kedua tangan kanannya, Maxen langsung keluar dari ruangan itu, disusul oleh Jeron dan Tedh.
"Grand Duke Marciano, sebaiknya perbaiki sopan santunmu untuk rapat besok. Aku tidak akan mengulangi kata-kataku." kata Calil.
Calil menatap Grand Duke Flex Marciano dengan tatapan tajam hingga dia menunduk ketakutan. "B-baik T-tuan."
Sialan Pangeran Grissham. Batin Grand Duke Flex Marciano mengumpat karena kesal dengan ketiga Pangeran Grissham.
"Hingga kapan kita akan terus mengikuti permainan mereka?" tanya Tedh.
"Jika besok mereka tetap memberikan hasil yang sama, perjanjian ini akan aku batalkan dan kita langsung pulang." jawab Jeron.
Tedh berdecak kesal, dia rasanya ingin cepat-cepat pulang dan bertemu Lily. Dia begitu merindukan gadisnya itu, jika emosi Tedh sudah meluap-luap hanya Lily yang bisa menenangkannya dan saat ini dia membutuhkan Lily berada di sampingnya.
"Kau ingin kemana?" tanya Maxen. ia melihat Tedh berjalan ke arah yang berbeda dengannya dan Jeron.
"Bukan urusanmu." Maxen menaikkan sebelah alisnya, dia bingung karena Tedh tiba-tiba menjadi marah.
"Biarkan Tedh sendirian, dia butuh waktu untuk mendinginkam isi kepalanya." kata Jeron.
Jeron sangat mengerti sifat adik-adiknya, walaupun terlihat tegas tapi Jeron sangat perhatian terhadap adik-adiknya.
Semenjak kematian Ratu atau Ibunda mereka, Jeron lah yang berusaha mengurus adik-adiknya dengan baik hingga mereka tumbuh besar seperti sekarang, ia sama sekali tidak merasa menyesal atau terbebani karena menurutnya itu sebuah kewajiban baginya untuk mengurus adik-adiknya.
Di sisi lain Calil dan Hillario sedang menghadap Barren, mereka melaporkan kejadian di ruangan rapat tadi.
"Panggil Grand Duke Marciano, aku akan ikut dalam pembuatan perjanjian untuk besok." perintah Barren.
"Baik Pangeran."
Barren menatap kearah jendela ruang kerjanya yang besar, dia seperti menantikan hal menarik yang terjadi. "lalu aku akan datang dalam rapat besok".
Calil dan Hillario terlihat terkejut dengan keputusan Barren. "Apa Yang Mulia yakin?" tanya Hillario.
"Apa aku harus mengulang kata-kataku?" Barren menatap tajam Hillario, seakan-akan dia bisa membunuh Hillario saat ini juga.
Hillario menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak Yang Mulia, saya akan menyiapkan semuanya untuk rapat besok."
"Calil, bagaimana dengan Lilybeth Calesta?"
"Lady Calesta sedang menyelidiki Alice Deana yang menghilang secara misterius dan dia mencurigai Grand Duke Marciano yang merupakan suami dari Alice Deana."
Barren tersenyum kecil, dia seperti bisa memanfaatkan keadaan saat ini untuk membuat Lily datang ke kerajaannya. "Kerahkan semua mata-mata kita dan cari keberadaan Alice Deana."
"Baik Yang Mulia."
Calil dan Hillario segera keluar dari ruangan mewah itu. Barren berjalan kearah rak buku yang berada di dalam ruangan itu, terlihat berbagai macam buku berbaris dengan rapih.
Dia mengambil buku yang bersampul warna hitam dan membuka buku itu dengan hati-hati.
"Penyihir Agung, reinkarnasi, waktu dan dimensi, seseorang yang terpilih, takdir, batu sihir, masa lalu, masa depan." Barren mengucapkan kata-kata yang berada didalam buku itu, dia terlihat frustasi ketika membaca itu.
"Apakah dia memang orang terpilih?"
Buku itu dia letakkan lagi di tempat asalnya, lalu dia menatap sendu kearah lukisan yang berada di dinding.
***
Ben datang menemuiku pagi ini, dia sudah berhasil mengumpulkan informasi tentang Grand Duke Flex Marciano, ternyata Grand duke Marciano adalah seorang bangsawan yang menjabat menjadi petinggi istana dan dia salah satu bangsawan yang penting dikerajaan itu.
Pengaruh keluarga Marciano sangat banyak di Kerjaan Delton, dari generasi ke generasi keluarga Marciano mengabdi kepada Kerajaan Delton sebagai seorang konsultan.
Tapi akhir-akhir ini kinerja keluarga Marciano berkurang, karena kelakuan Flex Marciano yang melalaikan beberapa pekerjaannya dan malah membayar orang lain untuk mengerjakan tugasnya.
Dia lebih suka berpesta dan menghambur-hamburkan uang, tetapi untuk saat ini dia melakukan tugasnya karena dalam pengawasam Putra Mahkota Kerajaan Delton, ternyata dia hanya mencari muka agar terlihat baik didepan Barren.
Pantas saja Jeron dan yang lainnya belum juga selesai menandatangi perjanjian itu. Lalu untuk masalah Lady Alice. Ben berkata dia menghilang di sekitar Ibukota Kerajaan Delton, menurut dugaannya Lady Alice diculik dan disembunyikan.
Ben berhasil menemukan tempat penculikkan Lady Alice, tapi anehnya tubuh Lady Alice menghilang tanpa jejak, di tempat itu terlihat beberapa mayat yang berserakan di lantai dan tali yang di gunakan untuk mengikat Lady Alice.
Kemungkinannya ada dua. Pertama dia telah diselamatkan dan yang kedua dia dibunuh lalu mayatnya disembunyikan. Ben sudah berusaha mencari mayat Lady Alice tapi tidak menemukannya.
Kenapa semuanya menjadi serumit ini? Sepertinya ada seseorang yang mengetahui kedatangan Ben dan langsung membawa Lady Alice agar tidak ditemukan, sebenarnya apa salah Lady Alice? Dia tidak mungkin melakukan kesalahan yang fatal, aku tahu Lady Alice sangat baik dan juga ramah kepada siapapun.
"Lady, ini laporan dari Hugo."
Jovan menaruh kertas laporan itu dimejaku. Aku sedikit memijat pelipisku, tiba-tiba kepalaku menjadi sakit.
"Sebaiknya Lady istirahat, Lady sudah mengerjakan tugas yang sangat banyak dan terlebih Lady juga mengerjakan tugas-tugas yang di tinggalkan oleh para Pangeran." saran Jovan yang menatapku khawatir.
Aku mengerti dia khawatir karena pekerjaanku tiga kali lipat lebih banyak dari biasanya. Sebenarnya Sabatian, Terry, dan Daniel yang bertugas mengerjakan tugas-tugas yang di tinggalkan oleh para Pangeran.
Aku hanya mencoba membantu untuk mengerjakan itu walaupun mereka bertiga sering melarangku tapi aku bersikeras untuk mengerjakan tugas-tugas yang tertinggal.
"Saya mohon Yang Mulia, tolong untuk istirahat dan biarkan sisanya saya yang mengerjakannya."
Jika Jovan sudah memohon seperti itu, aku tidak bisa menolaknya. "Baiklah, aku serahkan sisanya kepadamu."
Mendengar perkataanku Jovan tersenyum senang. Sebelum aku beristirahat, aku ingin membaca laporan yang di berikan Hugo kepadaku.
Sesuai dugaan awalku, ternyata yang merencanakan penculikan ini adalah Grand Duke Flex Marciano, alasannya karena Lady Alice mengetahui rahasia Grand Duke Marciano yaitu mempunyai wanita lain, melalaikan pekerjaannya sebagai petinggi istana, dan melakukan korupsi.
Lady Alice yang merasa terkhianati, ingin memberitahu kebusukan suaminya kepada Raja dikerjaan Delton, tetapi Grand duke Flex Marciano yang mengetahui rencana istrinya langsung berpikir untuk menyembunyikan istrinya agar rahasianya tidak terbongkar.
Sungguh busuk sifat Grand duke Marciano. "Dugaanku benar tentang penculikan Lady Alice" gumamku.
"Jadi benar, Grand Duke Flex Marciano yang menyembunyikan istrinya dengan menyewa pembunuh bayaran agar terlihat murni penculikan." kata Jovan.
"Benar. Tapi permasalahannya, dimana Lady Alice sekarang berada? Apakah dia selamat?"
"Sepertinya ada orang lain yang mengetahui penculikan Lady Alice."
Jovan benar, mungkin saja ada orang lain yang mengetahuinya dan langsung membawa Lady Alice kembali ke kediaman Marciano, tapi aku masih merasa ganjal akan sesuatu, siapa yang menyelamatkannya?
"Lady, jangan terlalu di pikirkan. Kita lihat perkembangan masalah ini hingga besok, saya yakin tuan Ben dan tuan Hugo sedang berusaha menemukan Lady Alice. Untuk saat ini saya hanya ingin Lady beristirahat."
Aku tersenyum. "Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."
Aku harus mengutamakan kesehatanku, terlebih aku sudah berjanji kepada Radolf dan Jhon untuk menjaga dirku sendiri dengan baik.
Aku meninggalkan ruangan kerjaku dan menyerahkan sisanya kepada Jovan, ketika berjalan di lorong istana, aku melamun hingga tidak sadar jika sedari tadi ada yang memanggilku.
"Lady Lilybeth Calesta".
Lamunanku hilang dan aku langsung menoleh kearah sumber suara itu.
"Maafkan aku Daniel karena tidak mendengar panggilanmu."
"Tidak masalah Lady, saya baru saja ingin ke ruangan kerja Lady tapi melihat Lady berjalan di lorong ini jadi saya ingin menyampaikan secara langsung."
"Apa terjadi sesuatu?"
"tidak Lady, hanya saja ada sebuah surat datang dari Kerajaan Delton untuk Lady."
Lagi? Mereka tidak bosan-bosannya terus mengirimku surat. Daniel memberikanku sebuah surat yang tersegel dengan lambang Kerajaan Delton.
"Terima kasih Daniel, kalau begitu aku permisi." pamitku dan Daniel membungkuk hormat kepadaku.
Sesampai dikamar, aku langsung membaca surat itu, ternyata benar ini dari Benner Cristopher.
"Aku telah menemukam Lady Alice Deana, jika Lady Calesta ingin menemuinya silakan datang ke Kerajaan Delton. Gerbang kerajaan selalu terbuka untuk Lady."
Aku terdiam setelah membaca kalimat itu dan tanpa aku sadari kertas itu sudah aku remas hingga lusuh. Jadi dia yang telah menyelamatkan Lady Alice.
Dia menggunakan keselamatan Lady Alice agar aku datang ke kerajaannya. Licik sekali dia! Kali ini kau benar-benar telah membuatku kesal Barren! Bisa-bisanya kau mempermainkan nyawa seseorang. Aku pastikan kau akan meminta maaf kepada keluarga Deana.
Aku langsung berlari keluar untuk mencari Sabastian dan beruntungnya dia berada di ruangan kerja Jeron. "Lady, Apa anda baik-baik saja? Anda terlihat tergesa-gesa".
"Sabastian, bisa bicara denganku sebentar?".
"Tentu saja Lady, silakan duduk terlebih dahulu."
Aku menceritakan semuanya kepada Sabastian dan aku ingin segera berangkat ke Kerajaan Dleton, aku tidak ingin berlama-lama membiarkan masalah ini.
"Baiklah Lady akan saya siapkan semua kebutuhan anda, tolong bawa Marie dan Jovan bersama Anda. Saya ingin mengawal Lady tapi pekerjaan Putra Mahkota tidak bisa saya tinggalkan begitu saja."
"Marie dan Jovan sudah cukup bagiku, terima kasih Sabastian."
"Saya senang bisa membantu Anda."
Keesokan harinya. Aku, Marie dan Jovan langsung berangkat ke Kerajaan Delton menggunakan kereta kuda yang sudah di siapkan oleh Sabastian, jalanan masih di penuhi oleh kabut tebal, matahari belum menampakkan dirinya dengan sempurna dan udara masih terasa dingin.
Tapi udara dingin itu tidak bisa mencairkan amarahku kepada Barren. Apa sebenarnya yang dia inginkan?
Perjalanan dari kerajaan Grissham ke kerajaan Delton cukup memakan waktu hingga dua hari, jika tidak banyak berhenti dijalan, aku menatap keluar, suasana pagi ini membuatku teringat dengan kejadian dimana aku melakukan bunuh diri.
Saat itu sangat terasa suasana pagi yang dingin, ruangan yang sepi, dan hanya ada aku seorang diri yang menatap kosong ke arah lantai, niatku sudah bulat untuk bunuh diri, aku merasa lelah dengan kehidupanku saat itu.
Tapi keajaiban terjadi, aku dihidupkan kembali didunia fantasi ini, aku dipertemukan oleh orang-orang yang baik dan aku mensyukuri semua itu, hanya satu keinginanku yaitu aku tidak ingin kembali lagi kedunia itu.
***
"Lily." gumam Jhon.
Tiba-tiba dia merasakan perasaan sedih, marah dan juga bersyukur (?) Jhon melihat kearah pedangnya dan benar saja batu sihir dipedangnya bersinar.
Jadi ini adalah perasaan yang sedang Lily rasakan, dia ingin sekali segara memeluk Lily tetapi tidak mungkin karena jarak mereka sangat jauh.
Kalung yang Jhon berikan kepada Lily akan bereaksi kepada perasaan pemiliknya, lalu kalung itu akan mengirim pesan kepada batu sihir yang berada di pedang ketujuh Pangeran.
Para Pangeran akan bisa merasakan perasaan Lily secara langsung, saat ini yang bisa merasakan perasaan Lily bukan hanya Jhon tapi saudaranya yang lain juga merasakannya.
Sebenarnya kalung itu adalah milik mendiang Ibunda mereka, kalung yang digunakan oleh Ratu Isabella sebagai jimat keberuntungannya.
Kalung itu di berikan kepada Jhon sebagai harapan bisa membantunya dimasa depan, tetapi Jhon menyerahkan kalung itu kepada Lily sebagai orang yang paling berharga dihidupnya saat ini setelah ibunya.
"Jhon, apa kau merasakannya juga?" tanya Radolf.
"Hm. Aku merasakan." jawab Jhon.
Keheningan kembali datang, mereka tenggelam dengan pikiran masing-masing, tiba-tiba di lantai ruangan itu terlihat lingkaran sihir, membuat Radolf dan Jhon langsung mengambil pedang mereka.
"Tenanglah ini aku."
Suara yang sangat mereka kenal terdengar di indera pendengaran mereka. "Hobert? Kenapa kau bisa menggunakan lingkaran sihir?" tanya Radolf.
Hobert keluar dari lingkaran sihir sambil tersenyum dan tidak lama keluarlah seseorang yang memiliki tatapan mata yang dingin dan kulit yang pucat pasi, tidak lupa dengan surai yang panjang dan hitam legam.
"Kau...penyihir agung" kata Jhon.
Penyihir agung menyunggingkan senyumnya. "Apa kalian merasa kesulitan wahai Pangeran Kerajaan Grissham?"
To be continue...