Seketika ruangan itu menjadi sunyi. Jhon dan Radolf menatap tidak percaya ke arah Penyihir Agung.
"Kalian mempunyai saudara yang memiliki insting yang tajam, hingga bisa menemukanku." kata Penyihir Agung.
Dia sedikit melirik ke arah Hobert yang seperti tidak peduli dengan ucapannya.
"Bagaimana bisa kau menembus kabut tebal dan sihir di hutan itu?" tanya Jhon.
"Aku hanya memasuki hutan itu tanpa menggunakan sihir tingkat tinggi." jawab Hobert.
Penyihir Agung tertawa kecil mendengar jawaban Hobert. "Kau memang licik."
Hobert memutar bola matanya, dia merasa jengah dengan perkataan Penyihir Agung.
"Jadi ada apa kalian ke sini?" tanya Radolf.
"Tentu saja untuk membantu kalian menuntaskan masalah sihir terlarang." jawab Penyihir Agung.
"Apa kau meremehkan kami?" tanya Jhon yang kesal.
"Tidak. Aku tahu kalian kuat dan hebat, tapi sihir terlarang ini hanya aku yang bisa membersihkannya secara menyeluruh".
Penyihir agung berjalan ke arah jendela dan menatap bangunan yang tinggi atau menara yang sedikit jauh dari lokasi dia berdiri.
"Apa kau akan langsung kesana dan menuntaskannya?" tanya Hobert.
"Apa kau pikir aku sebodoh itu? Jika aku pergi kesana pasti akan menyebabkan kerusuhan."
"Jadi apa rencanamu?"
"Aku akan menyamar dan menyembunyikan kekuatan sihirku agar tidak terdeteksi oleh para pengguna sihir terlarang."
Beruntungnya ruangan yang digunakam Jhon dan Radolf telah di lindungi oleh sihir yang kuat, membuat kekuatan magis Penyihir Agung tidak akan terdeteksi oleh pengguna sihir terlarang.
Penyihir agung langsung merubah tampilannya hanya dengan satu jentikan jari.
"Beritahu rencana kalian disini, aku akan membantu kalian hingga masalah ini selesai." kata Penyihir Agung.
Jhon dan Radolf menganggukan kepala sebagai tanda setuju akan menceritakan semua rencana mereka.
Selagi kedua Pangeran itu menceritakan rencananya, Hobert dan Penyihir Agung menyimak dengan baik, tampaknya penyihir agung sangat terkesan dengan rencana yang mereka buat.
"Aku akan memberitahu kalian suatu fakta tentang kerajaan ini." kata Penyihir Agung.
Ketiga Pengeran Grissham itu menatap penasaran ke arah Penyihir Agung.
"Raja di kerajaan ini hanya ada satu dan dia abadi."
Seketika mereka membulatkan mata tidak percaya. Jika seorang immortal hanya ada di dalam dunia dongeng tapi tidak untuk Raja Kerajaan Aland.
"Yang pastinya dia masih mengenali wajahku dengan baik dan itu juga salah satu alasan kerajaan ini sangat tertutup."
"Bagaimana bisa dia menjadi abadi?" tanya Hobert.
"Dahulu dia hanyalah seorang manusia biasa dan suka melakukan eksperimen aneh. Hingga dimana saat dia mempelajari sihir dariku dan membuat eksperimen anehnya berhasil, yaitu membuat pohon apel emas abadi."
"Jadi pohon itu bukan legenda tapi memang ada, lebih tepatnya di ciptakan oleh manusia." kata Jhon.
"Ya kau benar. Aku yakin pohon itu hingga sekarang masih di jaga dengan ketat oleh Raja dan juga dia masih memakan apel emas itu agar hidup abadi."
Radolf masih sedikit penasaran dengan suatu hal dan dia memutuskan untuk bertanya kepada Penyihir Agung.
"Kau tadi berkata kalau Raja Aland mempelajari sihir dari dirimu, artinya dia adalah salah satu muridmu?"
"Lebih tepatnya dia murid pertamaku." jawab Penyihir Agung.
Radolf tidak percaya jika Raja Kerajaa Aland adalah salah satu murid dari Penyihir Agung.
Kebenaran semakin terungkap ketika Penyihir Agung datang, dia memiliki peran yang penting karena semua sihir berawal dari dirinya.
Dan juga dia telah hidup lebih lama didunia ini, membuat dia mengetahui apa yang terjadi di masa lalu.
"Kita harus menghancurkan pohon apel emas abadi itu." saran Jhon.
"Menghancurkan pohon itu tidak semudah yang kau bayangkan." kata Penyihir Agung.
"Tidak ada kata menyerah didalam kamus seorang Jhon Marcilius" kata Jhon sambil menyeringai.
Radolf melirik ke arah Hobert. "Apa kau sudah memulihkan kekuatan sihirmu?"
"Ya. Berkat kekuatan batu sihir pedangmu sihirku kembali pulih walaupun tidak sepenuhnya." jawab Hobert.
Karena dia telah memakai sihir untuk membuat orang-orang melupakan dirinya dan itu memakan cukup banyak energi sihirnya.
Batu sihir di pedang mereka semakin melemah, karena semakin luas tersebarnya sihir terlarang di dunia ini.
Penyihir agung merasakan kekuatan batu sihir itu sedikit demi sedikit menghilang. "letakan pedang kalian dia meja, aku akan memperbaikki batu sihir kalian walaupun hanya bertahan sementara."
Ketiga Pengeran itu meletakkan pedang mereka di meja, Penyihir Agung mulai membacakan mantra dan terlihat cahaya yang menyilaukan keluar dari pedang ketiga Pangeran itu.
Hanya dengan membacakan beberapa mantra kekuatan batu sihir itu seperti terisi kembali.
"Aku peringatkan kembali, ini hanya sementara jadi jangan terlalu banyak menggunakan kekuatan batu sihir jika tidak dalam keadaan bahaya."
Dia tahu ketiga Pangeran di hadapannya ini sering hilang kesabaran, hingga tanpa sadar menggunakan kekuatan batu sihir secara berlebihan.
Untuk sekarang dia harus fokus mencari siapa dalang di balik semua ini, jika saja sihir terlarang tidak muncul mungkin dia akan selamanya berada di hutan terlarang itu.
Mencari dalang dari semua ini bukanlah hal mudah, kekuatan Penyihir Agung masih tersegel membuat dirinya tidak sekuat dulu.
Tetapi karena otaknya yang cerdas sehingga dia bisa menggunakan sihir seadanya untuk melakukan rencana yang di buat oleh Jhon dan Radolf berhasil.
Sedangkan Hobert terlihat masih ragu untuk melakukan penyerangan langsung terhadap Kerajaan Aland, dia seperti memiliki firasat buruk jika melakukan rencana secara terburu-buru.
Radolf menyadari keraguan kakaknya langsung membuka suara. "Sebelum kita melakukan penyerangan secara diam-diam, kita harus menyelidiki kasus ini secara menyeluruh."
"Kita sudah melakukannya kemarin, untuk apa kita melakukannya lagi?!" kata Jhon kesal.
"Jhon tenangkan dirimu, aku tahu kau menjadi gegabah seperti ini setelah merasakan perasaan Lily yang disampaikan oleh batu sihir."
Jhon terdiam. Dia membenarkan perkataan Radolf, memang semenjak dia merasakan perasaan Lily yang berbeda-beda membuat dia khawatir dan ingin cepat-cepat bertemu dengan Lily.
Dia sangat takut terjadi sesuatu terhadap Lily.
Jika saja Radolf tidak ada untuk meredam emosinya mungkin dia sudah membakar habis kerajaan ini.
"Baiklah terserah kau saja." pasrah Jhon.
"Aku setuju dengan Radolf, kita harus selidiki lebih jauh dan mendapatkan informasi sebanyak mungkin. Bukankah itu maumu Hobert?" tanya Penyihir Agung.
"aku masih merasa janggal akan sesuatu jadi aku ingin kita menyelidikinya kembali." jawab Hobert.
"Baiklah, kita akan menyelidiki kasus ini terlebih dahulu." kata Radolf.
Jika biasanya Jeron yang selalu memutuskan sesuatu, tapi jika dia tidak ada semuanya di serahkan kepada Radolf, karena Radolf memiliki jiwa kepemimpinan seperti Raja Damarion, dia selalu menggunakan logikanya sebelum bertindak.
Tidak jarang dia juga memikirkan perasaan orang-orang di sekitarnya.
Dia harus bertindak seadil mungkin untuk mencapai sesuatu, walaupun terkadang terlihat kejam tapi dia selalu memikirkan yang terbaik untuk semua orang.
"Ngomong-ngomong, tempat siapa ini? Dilihat dari bentuknya tempat ini sangat rahasia." tanya Hobert.
"Tempat ini milik Duke Ferddy Caldwell" jawab Radolf.
"Dia berkata kalau Lily mengutusnya untuk memperhatikan kita." kata Jhon.
"Seharusnya dia khawatirkan dirinya sendiri tapi masih sempatnya dia mengkhawatirkan kita." kata Hobert.
"Tenang saja, gadis itu akan baik-baik saja. Dia di kelilingi oleh orang-orang yang kuat." kata Penyihir Agung.
Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka, Duke Caldwell terkejut melihat keberadaan Hobert dan orang asing yang tidak pernah dia lihat.
"Maaf menggangu waktu Pangeran, saya mohon izin meninggalkan kerajaan ini untuk melanjutkan perjalanan bisnis batu berlian." pamit Duke Caldwell.
"Baiklah, terima kasih atas semuanya." jawab Radolf.
"Dengan senang hati Pangeran, kalau begitu saya permisi " kata Duke Caldwell dan dia langsung pergi dari ruangan itu.
"Dia sangat bertanggung jawab dengan tugas yang di berikan oleh Lily." kata Jhon.
Hobert dan Radolf setuju dengan pernyataan Jhon. Kebaikkan hati Lily daat merubah kepribadian buruk seseorang menjadi lebih baik.
***
Dadaku terasa sesak, semakin sesak ketika kereta kuda ini mendekati istana Kerajaan Delton.
Aku melihat istana Kerajaan Delton sambil menahan nafasku. Amarahku sepertinya tidak bisa ditahan lagi karena Banner yang mempermainkan nyawa seseorang.
"Nona, anda baik-baik saja?" tanya Marie.
Sepertinya dia menyadari wajahku yang berubah sedikit pucat.
"Aku baik-baik saja Marie."
Melihatku tersenyum, Marie mengurungkan niatnya untuk bertanya lebih lanjut.
Ketika sampai, aku melihat beberapa pelayan istana menyambutku dengan gembira, aku sendiri bingung, kenapa mereka terlihat sangat gembira dengan kedatanganku?
Sementara aku hanyalah seorang tamu bukan pahlawan ataupun seorang Putri Raja.
"Selamat datang di istana utama Kerajaan Delton, Yang Mulia Penasihat." salam mereka semua.
Lalu salah satu seorang pelayan membantuku turun dari kereta kuda, aku rasa dia adalah kepala pelayan, di lihat dari pakaiannya aku sudah bisa menebak.
Lalu aku melihat dua orang laki-laki berjalan ke arahku sambil membungkuk hormat.
Aku ingat wajah mereka, mereka adalah tangan kanan Banner, yaitu Calil dan Hillario.
Kenapa orang sepenting mereka datang kesini untuk menyambutku? Padahal pekerjaan mereka sangat banyak, seharusnya mereka berpikir akan sangat membuang waktu untuk menyambut kedatanganku disini.
"Senang bertemu dengan Anda secara langsung Yang Nulia Penasihat. Saya Calil dan sebelah saya adalah Hillario. Kami adalah tangan kanan Putra Mahkota."
"Senang bertemu dengan kalian." Aku berusaha tersenyum ramah dihadapan mereka.
"Kami diperintahkan secara langsung oleh Putra Mahkota untuk mengawal Yang Mulia di istana ini." kata Calil.
"jika Yang Mulia butuh sesuatu jangan sungkan untuk memberitahu kami." kata Hillario.
Apa mereka sesopan ini terhadap seorang tamu? Aku pikir tidak. Setahuku mereka sangat dingin dan bahkan tidak peduli kepada siapapun.
Mereka akan berbicara seadanya kepada siapapun, mau itu keluarga kerajaan atau bangsawan.
Mereka tidak memandang seseorang dari statusnya, tetapi mereka memandang seseorang dari kecerdasan orang itu.
Apa karena alasan itu mereka jadi sebaik ini kepadaku?
Setelah itu mereka mengantarkanku ke kamar tamu.
"Yang Mulia ini adalah kamar tamu yang akan Anda gunakan selama disini, jika butuh sesuatu silakan panggil kami." kata Hillario.
"Terima kasih atas bantuan kalian."
"Dengan senang hati Yang Mulia, kalau begitu kami permisi." kata Calil.
Mereka berdua membungkuk hormat dan pergi.
Sejak masuk kedalam istana wajah Jovan terlihat waspada, dia seperti berhati-hati akan sesuatu.
"Jovan apa ada sesuatu yang mencurigakan?" tanyaku pelan.
Jovan hanya diam saja yang artinya benar kalau di istana ini ada hal yang mencurigakan.
Jika Jeron, Tedh dan Maxen sedang berada disini, aku harus bertemu dengan mereka secepat mungkin.
"Lady, sepertinya mereka belum selesai melakukan perjanjian itu." kata Jovan.
"Apa mungkin mereka sengaja menunggu kedatanganku?"
"Zepertinya begitu Lady."
Aku menghela nafas. Barren benar-benar telah membuat kesabaranku habis.
Tidak terasa malampun tiba, tapi aku merasa belum mengantuk dan memutuskan untuk berjalan-jalan keliling istana ini.
Jovan dan Marie sedang beristirahat di kamar mereka masing-masing dan aku tidak ingin mengganggu mereka.
Tanpa sadar langka kakiku menuju taman di istana ini, sinar bulan membuat jalan taman ini menjadi terlihat.
Dari kejauhan aku melihat siluet seseorang yang sangat aku kenal.
Dia menyadari kalau aku menatap punggungnya, lalu dia menoleh dan langsung membulatkan matanya.
"Apa yang kau lakukan disini?"
Sambil bertanya kepadaku, dia berjalan perlahan kearahku, seperti memastikan kalau aku benar-benar berada dihadapannya.
"Jawab pertanyaanku."
Suara dingin itu dan tatapan khawatirnya membuatku sedikit menundukkan kepala.
"A-aku kesini karena keinginanku sendiri dan ada masalah yang harus aku selesaikan."
Aku mendengar helaan nafasnya, dia seperti menahan amarah dari dalam dirinya.
"Apa kau membawa Jovan dan Marie?" tanyanya.
Aku menganggukan kepalaku. "Maafkan aku Maxen."
Dia memeluk tubuhku secara tiba-tiba dan menyembunyikan wajahnya di bahuku.
"Aku tidak marah, aku hanya khawatir kau dipaksa oleh pangeran sialan itu."
Aku menepuk pelan punggung Maxen. "Tsnang saja, ini semua adalah kemauanku."
Maxen melepaskan pelukkannya dan menatap wajahku sambil tersenyum kecil, senyuman kecil yang manis, senyuman yang hanya di tunjukkan ke orang tertentu.
"Bagaimana rapat perjanjian hari ini?"
Ekspresi wajah Maxen berubah menjadi kesal. "Tidak berjalan dengan lancar, Tedh mengamuk karena isi perjanjian yang masih sama dan aku hampir lepas kendali karena ingin memenggal kepala orang yang membuat perjanjian itu, tetapi di cegah oleh Jeron karena ada Putra Mahkota sialan itu."
"Apa dia diam saja saat melihat kejadian itu?"
"Dia meminta maaf dan dia sendiri yang akan membuat perjanjian itu lalu saat itu juga dia memecat Grand duke Flex Marciano."
Apa? Marciano? Jangan-jangan dia adalah suami Lady Alice, aku memang memdapat informasi dirinya dari Ben kalau dia adalah seorang petinggi di istana ini.
Aku tidak menyangka Barren akan langsung memecatnya.
"Aku merasa janggal." kata Maxen.
"Ada apa?"
"Sejak aku datang ke istana ini, aku tidak melihat keberadaan Raja dan Ratu kerajaan ini."
Oh tidak. Kenapa aku bisa melupakan ini.
Seketika kilasan ingatan tentang cerita asli dari novel Lady's Choice bermunculan di kepalaku.
Ada satu bagian yang menceritakan tentang keluarga Barren Cristopher. Raja dan Ratu kerajaan ini menikah karena perjodohan politik sehingga Barren di telantarkan dan kurangnya kasih sayang orang tua.
Saat dia beranjak dewasa dia balas dendam kepada orang tuanya dengan cara membunuh mereka.
Dia memasukan racun ke dalam minuman Raja dan Ratu lalu mengawetkan badannya agar tidak membusuk.
Barren membuat pernyataan di hadapan rakyatnya kalau Raja dan Ratu tidak sadarkan diri atau koma dalam jangka waktu yang panjang.
Jadi semua pekerjaan Raja dan Ratu diambil alih oleh Barren.
Sebenarnya Barren adalah Raja kerajaan Delton yang sebenarnya, Dia sangat kejam. Tapi aku tidak mengerti kenapa dia harus mengawetkan tubuh Raja dan Ratu.
"Apa yang kau lamunkan?"
"T-tidak ada, sepertinya aku mulai mengantuk, aku akan kembali ke kamar".
"akan kuantar."
***
Ruangan rapat di selimuti oleh suasana yang tegang, beberapa petinggi istana sedang menunggu kedatangan Putra Mahkota dan juga ketiga Pangeran dari kerajaan Grissham.
Pintu ruangan itu terbuka, memperlihatkan Putra Mahkota dan kedua tangan kanannya memasuki ruangan itu.
Lalu disusul oleh ketiga Pangeran dari Kerajaan Grissham yang seperti biasa memasang wajah dingin mereka.
Setelah keenam orang penting itu duduk, salah satu petinggi istana ingin mengeluarkan suara untuk membuka rapat hari ini, tetapi sebuah langkah sepatu membuatnya bungkam.
"Salam kepada Putra Mahkota Kerajaan Delton dan ketiga Pangeran dari kerajaan Grissham."
Wajah cantik dan suara lembut yang ciri khas membuat siapapun langsung terpana ketika melihat sosok Lily.
Setelah memberi hormat, Lily langsung duduk di kursi kosong yang telah disediakan.
Putra Mahkota menatap Lily sambil menaikkan sudut bibirnya, dia seperti sudah menyangka kalau hal seperti ini akan terjadi.
Jeron dan Tedh menatap terkejut kearah Lily, berbeda dengan Maxen yang terlihat biasa saja karena telah bertemu dengannya.
Calil memberi aba-aba ke salah satu petinggi istana untuk langsung membuka rapat ini, petinghi tinggi istana itu berdiri dari kursinya dan berdeham pelan.
"Ehm! Selamat pagi semuanya. Hari ini adalah hari terakhir penentuan perjanjian perdamaian antar kedua kerajaan. Jika hari ini tetap tidak menghasilkan apa-apa maka perwakilan dari Kerajaan Grissham dipersilakan untuk segara angkat kaki dari kerajaan ini. Saya harap hari ini kita bisa menemukan hasil yang lebih baik dari yang kemarin."
Setelah berbicara petinggi istana itu duduk kembali dan membagikam kertas yang berisi perjanjian perdamaian yang di buat langsung oleh Barren.
Mata semua orang langsung terfokus ke kertas didepan mereka, tidak terkecuali Lily, dia membaca perjanjian itu dengan sangat teliti.
Tapi Lily merasa aneh dengan perjanjian yang bertulisan, 'Penasihat Kerajaan Grissham akan menjadi jembatan bagi perdamaian kedua kerajaan ini, dia akan membawakan upeti sebulan sekali ke Kerajaan Delton sebagai tanda persahabatan.'
Terlihat jelas oleh Lily, kalau Barren membuat rencana ini ketika dirinya datang ke kerajaan ini agar langsung membacanya.
"Aku tidak setuju, jika Penasihat Kerajaan yang harus membawa upeti ke kerajaan ini, sedangkan di kerajaan kami banyak sekali petinggi istana yang bersedia membawakan upeti ke kerajaan ini." kata Tedh.
Lily sangat tahu kalau Tedh pasti akan menentang perjanjian ini, tapi apaboleh buat Lily harus setuju demi terjalinnya perdamaian antara kedua kerajaan ini.
Lily harus tau apa yang sebenarnya Barren inginkan darinya.
"Aku setuju." kata Lily.
Seketika Tedh menoleh ke arah Lily. Tapi Lily membalas tatapan Tedh sambil tersenyum.
"Tapi sebagai gantinya, Kerajaan Delton harus siap membantu Kerajaan Grissham dalam hal ekonomi dan militer. Satu hal lagi, saya ingin Putra Mahkota harus naik tahta menjadi Raja, untuk memerintah secara mutlak Putra Mahkota harus memiliki posisi yang tinggi."
Permintaan Lily membuat suasana ruangan itu menjadi ramai, sedangkan Barren langsung menatap tajam ke arah Lily.
Lily tahu kalau permintaan terakhirnya akan susah diterima oleh Barren.
"Apa Anda setuju dengan permintaan saya Yang Mulia Putra Mahkota?" tanya Lily.
Barren mengetuk-ketuk jarinya di atas meja sebagai tanda dia mempertimbangkan permintaan Lily.
"Bukankah ini akan menjadi perjanjian yang adil, Raja dan Ratu Kerajaan Delton sedang koma seharusnya Anda sebagai putra mahkota naik tahta, tetapi kau mengundur waktu untuk naik tahta. Saya tidak tahu kenapa Yang Mulia mau mengundur-undur waktu tapi saya tegaskan lagi jika Anda tidak segera naik tahta kerajaan ini akan terancam." jelas Lily.
Calil dan Hillario ingin langsung menghentikan perkataan Lily tapi di tahan oleh Barren.
"Baiklah jika itu maumu, aku setuju dengan permintaanmu." kata Barren.
Para petinggi ingin protes tapi melihat lirik tajam dari Barren mereka mengurungkan niatnya.
Sedangkan ketiga Pangeran Kerajaan Grissham hanya menyimak karena mereka tahu kalau Lily pasti bisa mengatasi ini dengan kecerdasannya sendiri.
Tanpa aba-aba Barren langsung menanda tangani perjanjian perdamaian itu, begitu juga dengan yang lain.
Setelah itu Barren dan Jeron berjabat tangan sebagai simbol kalau sejak saat ini kerajaan mereka akan menjadi berteman kembali.
"Aku tidak tahu apa tujuanmu yang sebenarnya, tapi aku harap kau tidak menyentuh wanitaku." bisik Jeron.
"Aku tidak bisa berjanji jika menyangkut hal itu Pangeran." balas Barren sambil menyeringai.
Walaupun berakhir tanpa adanya sedikitpun hambatan tapi ketegangan antara Barren dan Jeron semakin terlihat.
"Lady, Anda dipanggil oleh Putra Mahkota." kata Hillario.
Baru saja Lily ingin pergi menemui Tedh tapi ia dipanggil oleh Barren. Hillario mengantarkan Lily ke ruangan kerja Barren.
Ketika masuk kedalam, terlihat Barren sedang bermain catur dengan Calil, ruangan yang bernuansa gelap dan memiliki aura misterius seperti pemiliknya.
"Yang Mulia saya sudah membawa Lady Calesta." kata Hillario.
Barren menghentikan aktivitasnya dan menoleh kearah Lily. "Silakan duduk Lady, aku tahu Lady sudah menyiapkan banyak pertanyaan untukku." kata Barren.
Seperti biasa dia memasang wajah yang tenang sambil menarik sudut bibirnya, membuat ketampanan Barren semakin terlihat.
Tapi semua itu percuma bagi Lily, karena amarah yang selama ini dia pendam terhadap Barren sangat banyak hingga dia tanpa sadar menatap Barren dingin.
To be continue...