Aku tidak menyangka kalau Barren Cristopher mengirim surat undangan secepat ini, aku tidak tahu apa yang dipikirkan olehnya.
"Apa Lady akan datang kesana?" tanya Jovan.
"Aku tidak tahu."
Aku menaruh surat undangan itu di laci mejaku. Semoga saja para Pangeran belum mengetahui tentang surat ini, jika mereka tahu pasti mereka akan marah besar.
"Apa ada yang tahu tentang surat ini?"
"Tidak ada Lady, surat ini dikirim langsung oleh orang kepercayaan Barren Cristopher kepadaku."
Kalau tidak salah Barren Cristopher mempunyai dua orang kepercayaannya, Calil dan Hillario. Mereka bertiga berteman sejak kecil, ketika Barren Cristopher dinobatkan menjadi Putra Mahkota, ia menunjuk Calil dan Hillario sebagai orang kepercayaannya.
Sepertinya aku melihat mereka berdua ketika di acara pesta ulang tahunku. Didalam novel, Lilybeth sangat dekat dengan Calil dan Hillario karena mereka selalu bertukar informasi, pantas saja Lilybeth di tuduh mengkhianati Kerajaan Grissham hingga di hukum mati, dia sangat dekat dengan mereka berdua.
Calil terkenal dengan wajahnya yang selalu serius tapi di balik ekspresi seriusnya. ia adalah orang yang ceria dan aktif, pemikirannya selalu positif sehingga banyak orang yang nyaman berada didekatnya, tetapi dia sangat mahir dalam bela diri dan ilmu berpedang. Ia mejadi jenderal perang termuda di Kerajaan Delton.
Sedangkan Hillario terkenal sering bertingkah lucu membuat Calil dan Barren sering tertawa karena sifat uniknya, ia juga mahir dalam melukis dan memainkan alat musik, karena bakatnya dia selalu menjadi pusat perhatian para bangsawan, tetapi kemampuan khususnya yaitu pandai menyamar dan menirukan suara orang lain, ia juga menjadi ahli strategi perang termuda di Kerajaan Delton.
Informasi yang aku ingat dari novel tentang mereka berdua hanya itu, akan sangat berbahaya jika aku tidak berhati-hati dengan orang kepercayaan Barren.
"Nona apa ada yang mengganggumu?"
Aku melihat ekspresi khawatir diwajah Marie, dia selalu saja tahu jika aku sedang memikirkan sesuatu.
"Tidak ada Marie, jangan terlalu khawatirkan aku."
"Saya akan membuatkan teh untuk Nona."
Aku tersenyum melihat ke arah Marie. "Terima kasih."
Pikiranku menjadi bimbang antara menerima undangan itu atau tidak, jika tidak kuterima mungkin saja Barren dengan nekat akan datang kesini dan jika aku terima undangan itu, aku tidak tahu apa yang akan terjadi disana, Barren adalah orang yang sulit ditebak, ia terkadang bergerak diluar nalarku.
Tiba-tiba suara ketukan pintu mengalihkan perhatianku.
"Masuk."
"Maaf mengganggu waktu Anda, Lady."
Sabastian masuk dan membungkuk hormat kearahku dan dia juga menyapa Jovan yang sedang bekerja.
"Tidak apa-apa Sabastian. Apa kau perlu sesuatu?"
"Saya hanya disuruh menyampaikan pesan dari Pangeran Jeron, ia ingin mengadakan rapat setelah jam makan siang."
"Bukankah rapat akan diadakan besok?"
"Benar Lady, tapi ada hal penting yang ingin dibicarakan oleh Pangeran."
"Hm...Begitu. Terima kasih Sabastian."
"Dengan senang hati Lady, Kalau begitu saya permisi."
Setelah Sabastian menghilang dari pintu, aku menjadi penasaran dengan pembicaraan rapat nanti, sepertinya ada hal penting yang telah terjadi.
"Jovan, apa jadwalku setelah makan siang?"
"Lady harus pergi ke perpustakaan kota untuk mengecek buku-buku kuno yang telah mereka temukan."
"Undur kunjunganku ke perpustakaan kota menjadi besok pagi."
"Baik Lady."
Jovan langsung menulis surat untuk diberikan ke perpustakaan kota.
Karena di kerajaan ini yang fasih dalam berbahasa kuno yaitu aku, ketujuh Pangeran, dan Raja, jadi setiap ada yang menemukan buku bertulisan kuno harus melapor ke istana.
"Lady saya sudah selesai menulis surat untuk di kirim ke perpustakaan kota, sudah waktunya untuk Lady bertemu dengan Raja."
"Baiklah ayo kita pergi."
Jovan memberikan surat itu ke pelayan istana untuk mengirimnya ke perpustakaan kota, setelah itu aku dan Jovan langsung pergi ke ruangan kerja Raja Damarion, ketika kita sampai di depan pintu, Jovan mengetuk pintu dengan pelan.
"Masuk."
Terdengar jawaban dari Raja, lalu Jovan membuka pintu dengan perlahan.
"Salam kepada Yang Mulia Raja, semoga kebahagiaan selalu bersama Anda."
Salamku dan Jovan, Raja Damarion menganggukan kepalanya. "Selamat siang Lady dan terima kasih Jovan sudah mengawalnya."
"Dengan senang hati Yang Mulia." balas Jovan dan dia berdiri didekat pintu.
Aku langsung duduk di sofa yang berada didepan meja kerja Raja.
"Kita langsung saja ke intinya saja." kata Raja Damarion.
Dia menyerahkan beberapa kertas kepadaku, aku membaca kertas-kertas yang diberikan Raja dengan teliti.
"Perkembangan kerajaan kita memang menjadi lebih baik, tetapi ancaman dari luar kerajaan semakin bertambah." kata Raja Damarion.
"Sepertinya ini bukan ancaman dari Kerajaan Delton."
"Jadi Lady juga menyadarinya."
"Apa Raja mempunyai pemikiran ancaman ini di buat oleh siapa?"
"Menurutku ini di buat oleh Kerajaan Aland."
"Kerajaan Aland? Kenapa mereka membuat ancaman seperti ini?"
"Ini bukan ancaman yang dibuat langsung oleh Raja dari Kerajaan Aland, tetapi ini dibuat oleh orang kepercayaan Raja."
"Apa Raja Kerajaan Aland tidak menegur orang kepercayaannya? Lalu untuk apa dia melakukan semua ini?"
"Aku rasa Raja mereka tidak menyadari hal ini dan alasanya, karena dia ingin mengadu domba diriku dan Raja Kerajaan Aland."
"Jika memang itu alasannya kita harus mengirim perwakilan dari Kerajaan Grissham untuk meluruskan hal ini."
Raja Damarion terlihat memikirkan saran yang kuberikan. "Bisakah aku menyerahkan masalah ini kepadamu Lady?"
"Baik Yang Mulia serahkan masalah ini kepada saya."
"Terima kasih."
"Dengan senang hati Yang Mulia."
Aku merapihkan kertas-kertas yang berada dimeja dan memberikannya kepada Jovan. "Saya mohon undur diri Yang Mulia."
Raja Damarion menganggukan kepalanya.
Ketika berada dilorong istana Jovan berhenti berjalan membuatku ikut berhenti.
"Lady, apakah Anda yakin akan membereskan hal ini? Bagaimana dengan undangan Kerajaan Delton?"
"Karena jika kita terlalu lama mendiamkan ancaman ini maka akan terjadi kesalahpahaman yang panjang."
Aku terdiam sebentar dan memikirkan tentang undangan Kerajaan Delton. "Entahlah, aku masih bingung harus menerima undangan itu atau tidak."
Sesampai di ruangan kerjaku terlihat Marie sudah menyiapkan teh dan beberapa makanan.
"Nona sudah waktunya makan siang." kata Marie.
Aku melihat ke arah jam dan benar saja sudah waktunya makan siang. "Jovan, Marie kalian juga harus makan bersamaku".
Mereka berdua tersenyum dan mulai makan bersamaku. Awalnya ketika aku mengajak mereka makan bersama, mereka selalu menolak dengan alasan itu hal yang tidak sopan, karena aku selalu memaksa mereka akhirnya mereka mau makan bersamaku.
"Apa yang kau pikirkan Jovan? Apa makanannya tidak sesuai seleramu?" tanyaku.
"Tidak Lady, makanan ini sangat Lezat. Saya hanya memikirkan beberapa pekerjaan yang belum selesai."
Aku menatap Jovan khawatir. "Apa pekerjaan yang aku berikan terlalu banyak?"
"Tentu saja tidak. Lady jangan merasa bersalah, saya malah merasa senang jika diberikan banyak pekerjaan."
"Benarkah?" tanyaku sambil menaikkan sebelah alisku
"Ketika saya diberi banyak pekerjaan oleh Lady artinya saya sangat dipercaya oleh Anda dan itu membuat saya bahagia."
Aku tertawa kecil mendengar penjelasan Jovan. Dia sangat jujur dan aku menyukai sifat jujurnya itu.
"Aku senang jika kau berpikir seperti itu, tetapi jangan merasa sungkan untuk bilang kepadaku kalau merasa berat dengan pekerjaan yang aku kasih."
"Tentu saja Lady. Marie bukankah Tuan Chester mengirim surat untuk Lady?"
Aku menoleh ke arah Marie, dia terlihat terkejut dan langsung meminta maaf.
"Maafkan aku Nona karena lupa memberikan surat dari Tuan".
"Tidak apa-apa Marie. Jadi dimana surat itu?"
Marie mengeluarkan sebuah surat dari kantong bajunya dan menyerahkannya kepadaku, aku langsung membaca surat itu.
"Nona apa ada sesuatu yang terjadi?" tanya Marie.
"Ayah berkata kalau salah satu temannya yang berasal dari Kerajaan Aland akan berkunjung ke kediaman Chester dan Ayah memintaku untuk pulang menemui orang itu."
"Lady bukankah ini kesempatan yang bagus!" seru Jovan.
"Benar! Aku bisa menggali informasi tentang Kerajaan Aland."
Tapi aku merasa sedikit aneh, semua ini seperti terjadi secara kebetulan. "Aku akan pulang ke rumahku setelah dari perpustakaan kota dan Jovan, tolong kamu tetap disini untuk membantu menyelesaikan tugasku."
"Serahkan kepada saya Lady." kata Jovan yang memperlihatkan senyumnya.
***
Di ruangan yang biasa di pakai untuk rapat terlihat para pangeran sudah berkumpul.
"Sepertinya dia terlambat lagi." kata Jhon sambil menatap kearah pintu.
"Mungkin saja dia sibuk." sahut Jimmy.
Radolf menoleh kearah Jeron yang sedang membaca buku. "Jadi ada hal penting apa hingga rapat dimajukan?" tanya Radolf.
"Biarkan wanita itu datang terlebih dahulu, setelah itu akan aku jelaskan. Aku tidak ingin menjelaskan dua kali." jawab Jeron tanpa menoleh ke arah Radolf.
Tidak lama terdengar suara pintu terbuka.
"Maaf aku terlambat." kata Lily sambil menunduk hormat.
"Duduklah." perintah Jeron.
Seperti biasa Lily duduk dikursi yang berada di depan Jeron.
"Bisa kau mulai sekarang Jeron?" tanya Maxen yang terlihat kelelahan.
"Aku memajukan rapat karena ada hal penting yang harus ku sampaikan." kata Jeron.
"Cepat katakan. jangan banyak berbicara hal yang tidak penting." kesal Tedh.
Lily merasa suasana hati para pangeran sedang buruk, terlihat dari nada bicara dan ekspresi mereka.
Jeron menghela nafas. "Sihir terlarang itu berasal dari Kerajaan Aland."
Setelah Jeron berkata seperti itu mata Lily membulat sempurna, sesuai dugaannya, semua yang terjadi sangat kebetulan dan seperti sudah di rencanakan.
"Ck! Masalah terus saja bertambah dari kerajaan yang berbeda." Hobert berdecak kesal.
"Jadi kita harus apakan Kerajaan Aland itu?" tanya Jhon.
Lily menghela nafas jika suasana hati ketujuh Pangeran ini sedang buruk, rapat saat ini akan menghasilkan keputusan yang salah.
"Hentikan rapat ini." kata Lily dengan ekspresi dinginya.
Semua Pangeran langsung melihat ke arahnya.
"Jika suasana hati kalian sedang buruk lebih baik hentikan saja, aku tidak mau kalian memutuskan hasil yang ceroboh hanya karena suasana hati kalian sedang buruk."
Lily bangkit dari kursinya dan menatap dingin ke arah mereka. "Jika kalian ingin melanjutkan rapat ini silakan sebagai gantinya aku akan keluar."
Ketika Lily hampir sampai didepan pintu, pergelangan tangannya ditahan. "Tunggu!"
Lily menoleh dan melihat Jhon menahan pergelangan tangannya. "Jangan pergi, kita akan bicarakan ini baik-baik."
"Lepaskan tanganku." Jhon melepaskan tangan Lily.
Jika dugaan Lily benar maka ada sesuatu yang menyebabkan mereka menjadi marah seperti ini, mereka tidak pernah seperti ini sebelumnya, bahkan wajah mereka terlihat sangat lelah.
"Katakan padaku, sebenarnya kenapa kalian jadi seperti ini?"
"Aku juga tidak tahu." jawab Jimmy bingung
Lily menaikkan sebelah alisnya, dia merasa ada yang aneh. "Sebelum kesini apa kalian memakan atau minum sesuatu?".
"Aku diberikan teh oleh seorang pelayan." jawab Tedh.
"Sepertinya aku juga." sahut Jimmy.
Lily melihat ke arah pangeran yang lain dan mereka mengangguk kepala.
"Jika tebakanku benar, ada seseorang yang menaruh obat didalam minuman kalian."
"Berani sekali mereka!" geram Tedh.
"Apa kalian ingat wajah pelayan yang memberikan teh itu?"
"Dia bersurai coklat gelap, warna matanya hitam dan dia bertubuh mungil." jawab Radolf.
"Jovan, carikan pelayan yang berciri-ciri seperti itu dan tanyakan kepada kepala dapur, siapa saja yang memasuki dapur sebelum jam makan siang lalu bawa mereka kesini." perintah Lily.
"Baik Lady." Jovan segera keluar untuk menjalakan tugas dari Nonanya.
"Terry bisa tolong beritahu Marie buatkan teh herbal untuk para Pangeran."
"Baik Lady." Terry menunduk hornat dan langsung pergi menemui Marie.
"Pangeran Jeron lebih baik rapat kali ini di hentikan melihat kondisi kalian yang tidak memungkinkan untuk diajak berdiskusi." saran Lily.
"Baiklah." balas Jeron.
Ruangan itu kembali sunyi, mereka semua terdiam dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.
"Kenapa kau bisa tahu jika ada yang memasukkan obat? " tanya Maxen.
"Sebenarnya aku hanya menduga, semua nya akan ketahuan setelah kalian meminum teh herbal buatan Marie." jawab Lily
Tidak lama Marie membawa teh yang diminta oleh Lily dan dia langsung menyiapkan tehnya.
"Silakan diminum." kata Lily.
Para pangeran segera meminum teh herbal itu. "Bukankah ini seperti teh biasa?" tanya Jhon.
Lily hanya tersenyum membalas perkataan Jhon yang membuat ia semakin bingung.
"Setelah teh herbal itu habis, cobalah untuk lebih banyak menghembuskan napas daripada menghirup udara." saran Lily.
Para Pangeran itu mencoba apa yang dikatakan oleh Lily dan mereka langsung merasa lebih tenang.
"Kau jenius! Aku langsung merasa lebih baik." kata Tedh.
"Tedh benar, aku juga merasa lebih baik." kata Hobert.
"Aku senang metode ini membantu kalian."
Setelah itu pintu terbuka, terlihat Jovan membawa seorang pelayan yang menundukkan kepalanya.
"Apa kau yang menyiapkan teh untuk ketujuh Pangeran?" tanya Lily sambil menatap tajam pelayan di hadapannya itu.
Pelayan itu hanya menunduk takut.
"Jawab!" bentak Lily.
"S-saya h-hanya membawa semua itu dari dapur dan tidak menaruh obat didalamnya." jawab pelayan itu dengan gugup.
Lily menyeringai. "Aku hanya bertanya apa kau yang menyiapkan teh untuk ketujuh Pangeran dan aku tidak mengatakan tentang 'obat'."
Wajah pelayan itu langsung terlihat pucat dan tubuhnya bergetar hebat. "S-saya h-hanya..."
Terlihat pelayan itu sangat ketakutan melihat Lily menatapnya tajam.
"Cukup! " teriak Jeron.
"Jovan bawa dia kepenjara bawah tanah, biar Radolf yang mengintrogasi pelayan tidak tahu diri itu." perintah Jeron yang menatap marah ke arah pelayan itu.
Tubuh pelayan itu semakin bergetar hebat ketika melihat tatapan tajam dari para Pangeran dan juga Lily.
"Y-yang M-mulia ampuni saya! Saya t-tidak mungkin melakukan hal kotor seperti itu! Tolong kasihanilah hambamu yang rendah hati!"
"Jovan bawa dia pergi dari sini." titah Jimmy.
Pelayan itu tetap di bawa keluar oleh Jovan, dia meronta-ronta dan terus mengucapkan kata maaf.
"Hobert cari informasi tentang pelayan itu, mulai saat ini kita harus lebih selektif dalam menerima pelayan istana, aku tidak ingin kejadian seperti ini terulang kembali." perintah Jeron.
"Ya Yang Mulia." balas Hobert.
"Berani sekali pelayan rendahan itu menyakiti anggota kerajaan!" geram Tedh.
Lily bisa merasakan amarah Tedh yang sangat besar.
"Jika dia tidak berguna mungkin sudah kubunuh sejak tadi." sahut Jhon.
"Sebaiknya kalian lebih berhati-hati karena ancaman bisa berada dimana-mana." saran Lily.
Lily melihat Daniel berjalan ke arah mereka. "Yang Mulia Saya menemukan obat yang sudah di tumbuk oleh pelayan tadi dan saya menemukan bekas bubuk obat ini digelas para Pangeran." kata Daniel.
Daniel mengeluarkan plastik kecil yang berisi obat yang sudah di tumbuk.
"Daniel boleh aku melihat obat itu?" tanya Lily yang penasaran dengan obat yang di bawa Daniel.
"Tentu saja Lady." Daniel menyerahkan plastik yang berisikan obat kepada Lily.
Dari indera penciuman Lily terasa kalau ini obat tidur. Obat-obat tidur seperti Benzodiazepin bekerja dengan memperlambat berbagai fungsi otak. Dengan pengurangan beberapa fungsi, obat tidur ini bisa menjadi penyebab emosi dan menambah kemarahan seseorang. (informasi ini dari berasal google 😊 silakan koreksi jika ada kesalahan ya. Thanks)
Lily tidak percaya eksistensi obat seperti ini ada di dalam dunia ini, jika pelayan itu memasukkan dalam dosis besar kedalam minuman ketujuh Pangeran bisa menimbulkan efek samping yang berbahaya.
Lily menjelaskan tentang obat itu kepada para Pangeran dan mereka cukup terkejut dengan pengetahuan Lily tentang obat-obatan.
"Daniel cari tahu darimana pelayan itu mendapatkan obat ini." perintah Radolf.
"Baik Pangeran." jawab Daniel.
Pengetahuan Lily tentang obat bukan karena dia jenius atau seorang dokter tapi dikehidupan sebelumnya Ayahnya sering mengkonsumsi obat itu, Jadi Lily mengetahuinya sedikit ketika mencari tahu tentang obat itu di internet.
"Darimana kau tahu tentang obat itu? Aku tidak pernah melihatmu bekerja di rumah sakit." tanya Jimmy yang bingung.
"A-aku mengetahuinya dari buku yang pernahku baca dulu, tetapi aku lupa dengan judul buku itu,"
Tidak mungkin Lily menjawab kalau dia mengetahui semua itu dari kehidupan sebelumnya.
Setelah kejadian hari itu Radolf benar-benar mengintrogasi pelayan itu hingga dia menceritakan semuanya kepada Radolf, tapi informasi itu masih menjadi rahasia Radolf seorang karena dia ingin mencari tahu kebenaran dari omongan pelayan itu dulu, Jika memang semua itu fakta dia akan mengatakannya di rapat nanti.
"Hei!"
Lily menoleh ketika mendengar ada yang menyapanya.
"Pangeran Jimmy?"
"Sudah aku katakan, jika kita sedang berdua panggil aku Jimmy." jawabnya kesal.
"A-ah maaf, aku belum terbiasa."
Jimmy cemberut melihat ke arah Lily.
"Sebagai gantinya kau harus menemanimu ke perpustakaan kota."
"Tapi aku pergi bersama Marie hari ini dan kau juga banyak pekerjaan, bukan?"
"Aku sudah menyelesaikannya dengan cepat agar bisa bersamamu."
Jika sudah seperti ini Lily tidak akan bisa menolaknya. "Baiklah kau boleh ikut."
Jimmy tersenyum dan langsung menarik tangan Lily. "Apa yang kita tunggu lagi? Ayo berangkat!" ajak Jimmy.
"J-jimmy tunggu! Marie belum sampai."
Lily berusaha menahan tarikan tangan Jimmy. "Dia tidak perlu ikut. Tenang saja jika kau bersamaku pasti akan selalu aman."
Lily hanya pasrah dan tidak bisa berkata apa-apa lagi, ketika sampai di perpustakaan kota, seorang penjaga menghampiri Lily dengan wajah panik.
"Yang Mulia gawat!" paniknnya.
Orang itu langsung segera menyuruh Lily untuk masuk dan memeriksa buku-buku kuno itu.
"Kenapa bisa seperti ini?" gumam Lily.
Semua tulisan di buku kuno itu hilang seperti tidak pernah ditulis oleh siapapun.
"Kami tidak tahu yang mulia, semua buku ini kami simpan di ruang rahasia hingga Yang Mulia sampai, tetapi ketika kami periksa tulisan di buku-buku ini sudah hilang."
Tulisan kuno tidak mudah dihapus dan jika di hapus secara paksa pasti akan ada bekasnya, tetapi buku ini terlihat bersih seolah belum tersentuh apapun hanya sihir yang bisa menghilangkan tulisan ini tanpa bekas.
"Sepertinya ada seseorang yang tidak ingin aku membaca buku ini." gumam Lily.
Tanpa Lily sadari buku itu mengeluarkan api hingga teriakan Jimmy menyadarkannya. "Awas!!"
Jimmy langsung membuang asal buku yang terbakar api itu dan memeluk bahu Lily.
"Apa kau terluka?"
"A-aku baik-baik saja, terima kasih."
Tapi Jimmy tahu kalau wanita dihadapannya ini sedang tidak baik-baik saja, terlihat dari tubuhnya bergetar.
"Kumpulkan semua orang yang bekerja disini, Sekarang!!!" teriak Jimmy yang masih setia memeluk Lily.
Para petugas perpustakaan berlari untuk memanggil semua orang.
Jimmy tidak akan memaafkan orang yang telah membuat wanitanya takut, Sedangkan disudut ruangan terlihat seseorang sedang tersenyun kecil melihat ekspresi ketakutan Lily.
To be continue...