Jimmy masih dalam posisi memeluk tubuhku, sedangkan aku masih terpaku dengan buku yang tiba-tiba terbakar.
Beberapa kejadian membuatku menjadi takut, seperti kejadian Duke Bavol yang ingin membunuhku, istri Grand Duke Arcana yang terkena sihir terlarang dan ingin membunuhku juga, dan saat ini buku yang tiba-tiba terbakar.
Seolah-olah ada yang menghalangiku untuk mengetahui kebenaran di balik semua ini, tubuhku masih bergetar dan aku bisa merasakan Jimmy memelukku lebih erat.
"Apa kau merasa takut?"
Aku mendongak dan mata kami bertemu. Terlihat dia sangat khawatir dengan keadaanku, aku ingin terlihat tegar tapi tidak bisa.
Semua ini terasa sangat menakutkan, aku sendiri bingung bagaimana menghadapi masalah ini.
"A-aku..."
Sebelum aku sempat berbicara lagi, Jimmy sudah menatap tajam ke arah petugas perpustakaan. "S-saya sudah mengumpulkan semuanya Yang Mulia."
Jimmya menatap tajam orang-orang yang dihadapanya satu-satu. "Siapa saja yang memasuki ruangan ini sebelum kita datang? " tanya Jimmy.
Semuanya menunuduk takut dan saling melirik satu sama lain.
"Apa kalian tuli?! Jawab pertanyaanku!"
Jimmy terlihat sangat marah melihat mereka diam saja.
"Kita semua memasuki ruangan ini yang mulia, tapi kita tidak sama sekali menyentuh buku-buku itu." Kata salah satu dari mereka.
Wajah mereka terlihat pucat melihat kemarahan Jimmy.
Jimmy tiba-tiba menyeringai. "Penjahat tidak akan mengakui kesalahannya lebih dulu, bukan begitu?"
Dari perkataan Jimmy, ia terlihat mengetahui siapa pelakunya. Mulutku terasa kaku untuk bertanya dan pikiranku menjadi berantakan, Jimmy yang menyadari tubuhku tiba-tiba melemah langsung menuntunku untuk duduk di kursi yang berada di ruangan ini.
"Jangan takut, aku selalu bersamamu." kata Jimmy dengan suara lembut dan senyum manisnya.
Aku menanggapinya dengan tersenyun kecil, terkadang sifat manisnya akan keluar untuk menenangkanku, pada awalnya aku mengira dia hanyalah seorang Pangeran yang gila kerja dan tidak peduli dengan siapapun kecuali saudaranya.
Ternyata dugaanku salah, Jimmy memiliki kepribadian yang lembut dan mudah tersenyum, ia terkadang seperti anak kecil dan suka menggerutu, tetapi bisa menjadi sangat menyeramkan ketika menghadapi masalah.
"Ini perintah. Perpustakaan ini akan ditutup sementara hingga masalah ini selesai."
Semua orang terdiam mendengar keputusan Jimmy, jika mereka menolak maka nyawa mereka akan hilang saat ini juga.
Aku memperhatikan wajah mereka tapi tidak ada yang mencurigakan, jika tebakanku benar, diluar sana ada beberapa orang yang bisa menggunakan sihir selain Penyihir Agung.
Seingatku ketika membaca buku yang diberikan oleh Tuan Jude, Penyihir Agung memiliki beberapa murid, tidak ada informasi lebih siapa yang menjadi murid dari Penyihir Agung.
Semua buku bertulisan kuno yang ditemukan oleh petugas perpustakaan ini sudah terbakar habis, aku menatap buku-buku yang sudah terbakar itu dengan tatapan prihatin, mungkin buku-buku itu memiliki informasi rahasia yang tidak boleh aku baca.
Jimmy menghampiriku lagi setelah berbicara dengan salah satu dari penjaga perpustakaan.
"Sudah merasa baikkan?" tanya Jimmy.
Aku menganggukan kepala. "Terima kasih. Jimmy apa kau mau mendengarkan permintaanku?"
Jimmy berlutut untuk menyamakan tingginya denganku yang sedang duduk.
"Katakanlah." jawab Jimmy sambil tersenyum.
"Selama masa investigasi biarkan Tuan Jude yang mengurus perpustakaan ini."
"Baiklah jika itu maumu."
Aku tersenyum melihat Jimmy yang mendengarkan permintaanku, dia membantuku berdiri dan kita langsung kembali ke istana.
Setelah hari itu, Tuan Jude yang mengurus perpustakaan kota dan juga secara diam-diam aku meminta dia untuk menyelediki kasus ini, semenjak kejadian itu aku jarang bertemu dengan Jimmy, keliatannya dia sangat sibuk menyelidiki kasus ini.
"Lady, sebaiknya tidak perlu memikirkan kejadian itu. Saya yakin Pangeran Jimmy sedang berusaha menemukan pelakunya." kata Jovan.
Jovan benar, mungkin aku terlalu mengkhawatirkan kejadian waktu lalu. Saat ini yang harus kulakukan adalah percaya kepada Jimmy.
"Lady bagaimana dengan tamu Tuan Chester dari Kerajaan Aland?" tanya Jovan.
"Hm...Dia hanya seorang pedagang biasa yang menjual barang-barang antik. Ayah menyuruhku pulang kerumah hanya untuk memilih barang antik yang bagus." jawabku.
"Apa Lady mendapat informasi penting dari pedagang itu?"
"Ya. Dia berkata di Kerajaan Aland ada sebuah menara yang berada sedikit jauh dari istana dan masyarakat dilarang mendekati menara itu."
"Sangat mencurigakan, terlebih dia mengatakan menara. Bukankah itu sangat identik dengan tempat penyihir tinggal?"
"Benar, dan jika kita kesana akan sangat berbahaya kalau bertemu dengan seorang penyihir."
Aku sudah memikirkan beberapa rencana dan ini mungkin akan di tentang oleh para Pangeran, tetapi aku perlu menjelaskan juga kepada mereka dan Raja, alasan sebenarnya Kerajaan Grissham dan kerajaan Delton memiliki hubungan yang buruk sejak dulu.
Aku juga harus menyerahkan ketiga buku yang ditemukan Tuan Jude di ruang rahasia Raja, mungkin aku sudah sangat lancang karena membaca buku itu tanpa izin, aku akan menerima konsekuensinya.
"Ehm!"
Aku terkejut ketika mendengar dehaman seseorang.
"Jhon? Sejak kapan kau disitu?" tanyaku yang melihat Jhon bersender didaun pintu.
Jovan yang melihat Jhon langsung membungkuk hormat kepadanya dan meninggalkan ruangan ini, Jhon sangat tidak suka jika dia sedang berbicara denganku lalu ada Jovan di sampingku.
"Sejak kau berkata 'akan sangat berbahaya kalau bertemu penyihir' dan setelah itu kau melamun." jawabnya sambil berjalan kearahku dengan memasukan satu tangannya disaku celananya.
"Jadi kau mendengarnya."
"Apa yang sebenarnya terjadi? Ceritakan padaku tanpa ada satupun yang terlewatkan." kata Jhon yang langsung duduk di kursi yang berada dihadapanku.
Aku menghela nafas dan menceritakan semuanya, mulai dari surat undangan dari Barren Cristopher, ancaman dari Kerajaan Aland, dan juga kejadian diperpustakaan beberapa hari yang lalu.
Dari tanggapan Jhon dia sudah mengetahui masalah surat undangan dan kejadian diperpustakaan kota.
"Sudah aku katakan beberapa kali, jangan menanggung beban semua itu sendiri! Kau memilikiku untuk berdiskusi atau saudaraku yang lain. Tidak kusangka Ayah menyerahkan tugas seberat itu kepadamu." kata Jhon yang sedikit meninggikan suaranya.
Dia terlihat kesal denganku dan Raja Damarion karena merahasiakan hal itu.
"Terima kasih sudah mengkhawatirkanku, tapi ini adalah tugasku sebagai Penasihat Kerajaan. Aku pasti akan bisa menyelesaikan ini jadi tenang saja."
Jhon menatapku dengan kesal. "Bodoh! Kau pikir aku senang melihatmu bertingkah pura-pura tegar!"
Sepertinya aku sudah membuatnya marah. Mungkin benar aku terlihat berpura-pura tegar untuk tidak membuat mereka khawatir dan itu adalah resiko dari pekerjaanku.
"Aku hanya tidak ingin mengganggu kalian, karena pekerjaan kalian juga sangat banyak. maafkan aku Jhon."
Setelah mendengar kata maaf tatapan marah Jhon melunak, dia seperti merasa bersalah karena sudah meninggikan suara kepadaku.
"Ck. Biarkan aku yang pergi ke Kerajan Aland" kata Jhon.
"Tidak! Ini akan sangat berbahaya untukmu." tolakku.
"Lalu? Apa aku harus membiarkanmu berada di dalam bahaya? Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi." kata Jhon dengan suara pelan tapi penuh dengan penekanan.
Ketika aku ingin membuka suara, tiba-tiba Jhon memelukku. "Aku hanya ingin melindungimu, aku tidak akan memaafkan diriku sendiri jika kau terluka, jadi biarkan aku yang pergi."
Tanpa sadar aku meneteskan airmataku dan menangis didalam pelukkannya, Jhon melepaskan pelukkannya dan dia menatapku. "Wajahmu terlihat aneh ketika menangis, jangan perlihatkan wajah menyedihkan itu kepadaku. Tersenyumlah."
Aku tersenyum mendengar kata-kata Jhon. Dia berusaha menyemangatiku dan aku merasa sangat bahagia, mungkin aku memang harus meminta tolong kepada mereka.
"Baiklah, aku serahkan Kerajaan Aland kepadamu Jhon."
Jhon tersenyum mendengar keputusanku, "Serahkan padaku, dan untuk masalah undangan Barren Cristopher kau tidak perlu khawatir karena Maxen, Tedh, dan Jeron sudah berangkat ke Kerajaan Delton."
"Apa?! Kenapa tidak ada yang memberitahuku tentang keberangkatan mereka?"
Pantas saja aku tidak melihat mereka beberapa hari ini, ternyata mereka berangkat ke Kerajaan Delton untuk menggantikanku.
"Jeron melarang untuk memberitahumu, karena kalau kau tahu pasti akan bersikeras untuk ikut kesana." jawab Jhon.
"Tapi surat undangan itu ditunjukam untukku bukan untuk mereka. Bagaimana kalau terjadi sesuatu kepada mereka?"
Aku sangat tidak ingin terjadi hal buruk kepada mereka dan kerajaan ini, rencana yang aku buat adalah menerima kerja sama dengan Kerajaan Delton dan menggabungkan kekuatan dua kerajaan ini untuk menyelidiki Kerajaan Aland.
Semua rencanaku gagal karena tindakan para Pangeran yang tidak bisa aku prediksi.
"Kau terlalu meremehkan Pangeran kerajaan ini. Hilangkan rasa khawatirmu dan pikirkan dirimu sendiri."
Setelah berkata seperti itu dia langsung pergi dari ruangan ini.
"Semoga kalian baik-baik saja."
***
Di saat yang bersamaan disebuah daerah yang sangat jauh dari Kerajaan Grissham, terlihat Jimmy sedang mengintrogasi orang dihadapannya yang sudah berlumuran darah dan tubuhnya diikat oleh tali.
"Jadi bisa jelaskan kenapa kau membakar buku-buku itu?" tanya Jimmy kepada orang didepannya.
"Aku tidak akan memberitahumu." jawab angkuh orang itu.
Jimmy menatap tajam orang dihadapannya. "Jawab pertanyaanku jika kau masih ingin hidup!"
Orang itu terkekeh pelan dan menatap Jimmy dengan pandangan meremehkan. "Rencana ini sudah berjalan dan kau tidak akan bisa menghentikannya lalu wanita itu akan mati!"
Mendengar penjelasan orang itu kesabaran Jimmy sudah habis dan dia langsung memenggal kepala orang itu.
"Aku tidak akan membiarkan kalian menyentuh wanitaku!"
Jimmy berjalan meninggalkan tubuh yang sudah tidak berkepala itu. Ia berencana untuk mengumpulkan informasi tentang organisasi sihir terlarang ini, dia harus menghancurkan organisasi ini hingga keakarnya.
"Sepertinya aku tidak akan pulang ke istana sementara hingga aku menemukan orang yang membuat kekacauan ini." gumam Jimmy.
Jimmy teringat wajah Lily ketika tersenyum membuat dirinya ikut tersenyum.
"Tenang saja, aku pasti akan melindungimu."
Dia mengenakan jubah panjangnya dan langsung menunggangi kudanya untuk melanjutkan perjalanannya.
***
Jhon mendatangi ruangan Raja Damarion dengan suasana hati yang buruk, ia langsung membuka pintu ruangan Raja tanpa mengetuknya.
"Dimana sopan santunmu Jhon?" tanya Raja Damarion.
Jhon menatap sengit ayahnya, "Kenapa kau tidak memberitahuku tentang masalah Kerajaan Aland?!"
Raja Damarion mengerti alasan mengapa putra paling mudanya itu mendatanginya.
"Karena kau tidak ada hubungannya." jawab Raja Damarion.
Jhon memukul meja Raja Damarion dengan kencang, "Apa kau berencana untuk membawa dia dalam bahaya?!"
Raja Damarion memandang putranya dingin, dia sangat tahu kalau putranya yang satu ini terkadang sulit mengatur emosinya ketika menyangkut orang yang berharga baginya.
"Alasanku memanggil Lady Calesta karena dia adalah Penasihat Kerajaan ini, dan sudah menjadi tugasnya untuk mendengarkan masalah-masalah yang ada dikerajaan ini, lalu dia juga harus mencari solusi untuk membantu kerajaan ini."
"Biarkan aku yang pergi ke Kerajaan Aland." kata Jhon yang merendahkan suaranya.
"Jika itu maumu aku akan mengizinkannya tapi kau tidak boleh sendirian."
Jhon menatap bingung Raja. Padahal jika dia sendirian akan lebih cepat selesai.
Raja Damarion menghela nafas kemudian menatap Jhon. "Selain mendamaikan kesalahpahaman antar kerajaan. Kau juga harus menyelidiki menara yang ada di kerajaan itu jadi bawa Radolf bersamamu."
"Lalu siapa yang akan menjaga Lily disini?"
Untuk pertama kalinya Jhon menyebut nama Penasihat Kerajaan di depan Raja.
"Aku berjanji akan menjaganya hingga kalian pulang, lalu Jeron dan yang lainnya akan pulang dalam beberapa hari lagi. Jadi jangan khawatirkan Lady Calesta." kata Raja Damarion.
"Baiklah aku akan membawa Radolf. Jaga dia hingga kami kembali." kata Jhon dan langsung meninggalkan ruangan kerja Raja.
Dia bertekad melakukan apa saja demi keselamatan Lily, wanita yang sangat berharga baginya selain Ibundanya.
"Jadi kau akan membawaku ke Kerajaan Aland."
Jhon melihat Radolf sedang bersandar di tembok sambil menyilang tangan didadanya, ia menatap kearah Jhon yang baru saja keluar dari ruangan Raja.
"Jadi kau mendengar semuanya." kata Jhon.
Radolf menganggukan kepalanya. "Sebenarnya aku sudah mencari informasi tentang Kerajaan Aland, menurutku lebih baik kita berangkat besok pagi."
"Secepat itu?" tanya Jhon sambil menaikkan sebelah alisnya.
"Lebih cepat, lebih baik. Pedangku sering kali bereaksi ketika menyentuh barang-barang dari Kerajaan Aland. Bukan hanya itu cahaya dari batu sihir semakin melemah." jawab Radolf.
Batu sihir adalah permata yang memiliki bentuk dan ukuran berbeda dan memiliki pola yang berbeda pula. Batu-batu itu mampu memperkuat kekuatan sihir seseorang yang memegangnya, tetapi mereka membutuhkan pengguna yang sudah memiliki sihir tingkat tinggi untuk menggunakannya dengan aman.
Batu sihir didunia ini ada sebelas. Kedelapan batu sihir disimpan oleh Kerajaan Grissham. Masing-masing batu itu berada dipedang Raja dan para pangeran.
Sedangkan sisa dua batu sihir hilang bersamaan saat penyihir agung menghilang secara misterius.
"Jika terus seperti ini maka kekuatan pedang kita akan hilang." kata Jhon.
***
Aku memandang beberapa buku yang harus ku berikan kepada Raja sebelum terlambat.
Didalam cerita aslinya, saat ini Kerajaan Grissham seharusnya sedang berperang melawan Kerajaan Delton, tetapi aku berusaha mencegah hal itu dan malah melahirkan masalah baru.
Aku merasa ini semua salahku karena telah mengubah alur cerita aslinya, jika aku tidak mengubah alur cerita mungkin saja tidak akan terjadi masalah.
Tujuan awalku adalah untuk menghindari ketujuh pangeran itu dan menjalani hidup lebih panjang, tapi saat aku menjadi penasihat keraajaan dan selalu bersama mereka, entah kenapa kita menjadi dekat dan bergantung satu sama lain.
Membuatku melupakan tujuan awalku, lalu membuat tujuan baru yaitu untuk melindungi kerajaan ini dan juga orang yang berharga bagiku.
"Nona, ini sisa buku-buku kuno yang belum Anda terjemahkan." kata Marie.
"Terima kasih Marie."
Marie menaruh buku-buku itu dimeja dan pergi dari ruangan ini. Tiba-tiba aku menjadi penasaran dengan keadaan Jimmy, lalu aku berpikir untuk bertanya kepada Jovan yang sedang menulis laporan-laporan.
"Jovan. Apa pangeran Jimmy sudah kembali?"
Jovan yang sedang menulis laporan menoleh kearahku dan berhenti menulis. "Belum Lady." jawab Jovan.
Aku menundukkan kepalaku kembali menerjemahkan buku kuno yang dibawa Marie.
"Lady, saya sudah selesi menulis laporan minggu ini." kata Jovan.
Dia memberikanku beberapa kertas untuk aku periksa. Tanpa sadar aku tersenyum ketika membacanya, Jovan tidak pernah membuatku kecewa, ia adalah orang yang pekerja keras dan bertanggung jawab.
"Kerja bagus Jovan."
"Terima kasih Lady."
Percakapan kita terhenti ketika aku mendengar suara ketuka pintu.
"Roseline? Apa yang terjadi hingga kamu malam-malam datang ke istana? "
Aku terkejut melihat Roseline yang tiba-tiba datang keistana dan dia memasang wajah yang sedih.
"Lily, tolong bantu aku, Alice menghilang!"
To be continue...