Tap tap tap tap. Kelly mengambil langkah berputar-putar. Mulai maju ke depan sepuluh langkah, lalu kembali lagi sepuluh langkah, dan seterusnya. BJ telah mengatur tempat itu agar dapat dipakai catwalk Kelly seenak mungkin, dengan menyingkirkan kursi yang menghalangi dan menekuk karpet. Tepat di depan jendela kaca besar di ruang suit tersebut, pancaran senja pun terasa seperti sebuah lampu sorot alami untuk panggung kecil Kelly.
Kelly berjalan dengan sebuah high heels tertinggi yang pernah dia temukan selama ini, ya walaupun hanya 15 cm saja. Sepatu ini dia dapat dari mamanya saat mereka masih berada di pulau pribadi keluarga mereka, dan sejak saat itu Kelly belajar berjalan menggunakan sepatu itu.
Kelly tidak mengenakan busana yang megah ataupun wah, dia hanya memakai kaos putih dan celana pendek hitam. Pakaian seadanya itulah yang dia temukan di dalam koper, untuk sisanya dia tidak ingin membongkar lebih dalam lagi. Selain itu, dia juga menyimpan sebuah perangkat kamera untuk merekam setiap dia berlatih catwalk.
"Jalanku memang seperti bebek." Kata Kelly yang tidak puas dengan hasil jalannya. Di benaknya, dia selalu membayangkan cara mamanya berjalan normal yang sudah seperti model.
"Menurutku tidak. Kau sudah berjalan dengan bagus." Kata BJ.
Pujian itu tidak ingin didengar dari BJ, Kelly tahu sendiri bahwa kekasihnya tidak tahu sama sekali tentang hal ini. Jika dia dikomentari oleh mamanya, atau Anna, atau mungkin para model yang lain, atau seorang desainer dan pelatih, dia pasti lebih percaya.
"Aku mau mencoba lagi." Katanya. "Mungkin aku harus berjalan lebih santai saja."
"Memangnya apa bedanya dari jalan yang tadi?"
"Kata mama, ada banyak situasi untuk catwalk. Ada yang kasual dan santai, dan ada juga yang elegan dan tegas. Atau mungkin kombinasinya, tergantung dengan tema ataupun busana yang dikenakan. Mama masih merahasiakan apa yang dibuatnya untukku. Jadi aku tidak tahu harus berfokus pada apa."
BJ tahu bahwa itu sama sekali tidak mudah.
"Apakah kau punya seorang pelatih, Kelly? Mungkin itu akan membantumu."
Kelly menggelengkan kepala. Dia melanjutkan berjalan bolak-baliknya.
"Guru-guru yang selalu kudapatkan adalah keluargaku sendiri. Mereka selalu mengajariku secara privat. Dan kalaupun ada guru dari luar, itupun bukan seorang guru yang bekerja di bidang pendidikan. Mereka biasanya sudah orang-orang yang benar-benar ahli dalam bidang mereka masing-masing."
"Seperti Albert Einstein kalau dia masih hidup?"
"Ya. Bahkan lebih baik, mereka mengundangku ke acara seminar mereka untuk memahami teori mereka lebih lanjut. Dan karena aku tidak bisa keluar dari rumah, aku jadinya hanya menonton secara live."
"Mendengar itu, sepertinya kau tidak perlu kuliah sama sekali, Kelly." Kata BJ yang tidak bisa membendung lagi apa yang dia dengar.
"Aku sudah sering mendengar itu. Sistem pendidikan serasa tidak penting untukku, tapi mereka bilang bahwa aku harus memiliki gelar setidaknya. Hanya untuk pajangan saja, entah sarjana, master, doktor, atau apalah."
"Wow... orang tuamu sangat serius menangani pendidikanmu sampai seperti itu."
"Bukankah orang tua seharusnya begitu? Orang tuaku memang sangat serius mengurusi pendidikanku, tapi tidak mengikuti sistem pendidikan sekarang, maksudnya dengan gelar dan dari instansi mana aku lulus."
"Apakah orang-orang sepertimu juga memiliki cara mereka sendiri?" tanya BJ sedikit hati-hati, takut kalau Kelly tersinggung.
"Aku tidak tahu. Mungkin ada beberapa. Tapi kebanyakan mereka juga bersekolah di tempat-tempat khusus yang kau tahu sendiri. Katanya, aku sangat beruntung karena tidak perlu bergaul dengan mereka. Karena mereka sering meributkan perekonomian dan kekuasaan, seakan-akan kehidupan ini hanya tentang uang dan kekuasaan."
"Lucu sekali mendengar itu darimu, Kelly. Nenekku sangat ingin cucu-cucunya bersekolah di Himalaya ataupun di Antartika."
Kelly menghentikan langkahnya tepat saat dia sudah berjalan kembali ke titik awal. Dan dia menatap BJ yang mulai bercerita. Sesungguhnya, Kelly dilarang membicarakan banyak hal, apalagi tentang keluarganya. Tapi selama itu tentang dirinya sendiri, dia tidak akan dimarahi.
"Tuntutan yang besar sekali. Bahkan keuangan keluarga masih belum cukup untuk membiayai satu anak untuk sekolah di sana.
"Kau tahu, di sana seperti sebuah pondok sekolah. Terdapat asrama khusus dan bangunan sekolah yang dibangun khusus. Kau takkan pernah betah di sana apalagi bergaul dengan orang-orang yang membosankan."
"Kau mengatakannya seakan kau tahu rasanya." Kata BJ terkekeh.
"Banyak Reccon yang bersekolah di sana." Jawab Kelly sinis. "Papaku lumayan tegas untuk menetapkan aku dan Anna tidak ikut-ikutan. Tempat itu bukan untuk kita, tempat itu hanya untuk orang-orang yang mau bergengsi."
BJ serasa setuju dengan itu.
"Ngomong-ngomong, Kelly." BJ teringat akan sesuatu. "Aku teringat bahwa keluargaku ingin mengundangmu untuk makan malam di rumah, untuk persiapan pertunangan sepupuku."
"Oh..." Kelly melanjutkan berjalan. "Kapan?"
"Akhir bulan April, akhir pekan. Mereka sangat menantikan kedatanganmu."
"Tidak masalah. Aku juga sudah lama tidak pulang ke rumah."
"Mereka pasti sangat senang mendengarnya."
"Apa kau senang aku akan datang, BJ?"
Itu pertanyaan menjebak, bukan? BJ tampak ragu-ragu untuk membalasnya.
"Aku senang-senang saja. Tapi, aku tidak begitu yakin kalau kau akan menyukainya."
"Makan malam dengan keluarga pacarku, itu tidaklah buruk. Kau pernah sesekali ikut makan malam di rumahku juga, bukan?"
Kalau diingat-ingat, Kelly memang sering mengajak BJ untuk datang ke rumahnya hanya untuk makan malam. Dan BJ juga sering menolak dengan berbagai alasan, tapi yang pasti dia merasa kurang enak karena harus melewati berbagai tingkatan keamanan untuk masuk ke rumahnya.
"Ya." Suara BJ tidak sekuat biasanya.
Kelly berjalan mendekatinya, menyerong sedikit hanya untuk bertatapan dengan pacarnya yang duduk di kursi.
"Kau tak perlu khawatir. Aku akan datang dengan baik-baik, kok." Kata Kelly meyakinkan.
Keyakinkan itu ternyata membuat BJ makin kalud dalam keraguannya untuk melakukan hal ini. Rasanya seperti sedang memaksakan seseorang untuk datang sebagai sebuah hidangan utama, bahan pembicaraan dan juga pusat perhatian yang selalu dinanti-nantikan. Ditanyai berbagai hal yang seharusnya tak ditanyakan, meminta sesuatu yang seharusnya tak boleh diminta, dan akhirnya mengemis dengan cara tersembunyi di balik sebuah hubungan. Dasar! BJ secara sadar bahwa Kelly sangat membenci hal tersebut. Menjadi sesuatu yang dimanfaatkan untuk sesuatu, memangnya siapa yang tidak membenci hal itu?
"Ya, aku yakin kau akan datang ketika kuundang." Kata BJ lalu tersenyum.
Seharusnya begitu, bukan? Tapi isi pikiran BJ ternyata saling bertumpuk dan bertentangan. Dia tahu sendiri bahwa dia sedang kebingungan dalam keraguan atas hatinya yang kurang tegas. Bukannya dia tidak bisa menetapkan hati dan tekatnya sendiri, tapi ini sesuatu yang sulit untuk dilepaskan. Ada hal yang sering ditanamkan pada dirinya terus menerus sejak dahulu, hingga akhirnya tumbuh seperti kecambah yang begitu licin dan terus hidup di dalam dirinya. Sesuatu yang harus lawan selama ini, seakan dia harus menghadapi dirinya sendiri dan sesuatu yang lebih besar di baliknya. Akankah dirinya akan selamat?
"Ah, kau cucuku yang paling berbakti! Kau memang terbaik! Menikahi anak dari pemimpin Reccon adalah sebuah pencapaian yang luar biasa dari keluarga kita!"
BJ bahkan bisa mendengar suara bangga dan kebahagiaan neneknya sendiri setelah melihat keberadaan Kelly di rumahnya.
Tidak dipungkiri bahwa semua sepupunya tidak ikut tersanjung seperti neneknya, tapi malah terlihat begitu tidak senang. Mereka sangat cemburu dengan keberuntungan BJ yang luar biasa.
"Apakah kau benar Kelly Reccon itu?" tanya sang nenek kepada Kelly yang sudah mendekatinya sambil memegangi lengan perempuan itu dengan erat.
"Iya, Nenek. BJ sudah memberitahuku banyak hal tentang Anda." Jawab Kelly dengan lembut.
"Luar biasa! Tolong sampaikan salam kepada orang tuamu, ya."
"Dengan senang hati, Nenek."
"Dan sering-seringlah kemari, kami akan selalu menyambutmu dengan baik."
Kelly hanya tersenyum dan mengangguk.
Keberadaan Kelly di rumah itu, tidak bisa dilindungi dari berbagai pertanyaan dari semua sepupunya. Bahkan hal-hal tidak penting sampai sesuatu yang terlalu privasi.
"Apakah benar kau anak dari pemimpin Reccon?" tanya Melinda, salah satu sepupu perempuan BJ dari bibi kedua.
"Iya, semua orang berkata begitu." Jawab Kelly dengan sedikit tidak nyaman.
Tatapan Melinda jelas kurang sopan. Dia melihat Kelly, seluruh penampilannya, dan dia kurang puas dengan apa yang dia lihat. Dia menyerengitkan bibirnya seakan dia tidak mau berkomentar apapun tentang penampilan Kelly ini.
"Aku mengenal salah satu Reccon, namanya adalah Henry. Apakah kau kenal dia?"
"Tidak." Jawab Kelly sambil menggelengkan kepalanya.
"Itu aneh. Dia bilang bahwa dia dekat dengan Kelly Reccon, anak dari pemimpin Reccon."
"Mungkin dia menyebutkan Kelly yang lain."
"Memangnya ada Kelly lain di dalam keluarga Reccon."
Kelly menggelengkan kepalanya.
"Melinda! Sikapmu ini kurang sopan, tahu. Jangan menuduh bahwa dia bukan Reccon. Maafkan tingkah adikku ini. Dia memang kurang bisa terkendali apalagi saat menghadapi sesuatu yang tidak benar. Tapi bukan berarti aku menuduhmu berbohong. Dan ngomong-ngomong, mengapa kau tidak bersekolah di Himalaya atau Antartika di sana? Kudengar bahwa anak-anak sepertimu bersekolah di tempat khusus nan elit itu."
Sebelum Kelly dapat membalas, dia ditimpa pertanyaan lainnya.
"Sebenarnya, apa saja yang kau lakukan sehari-hari, Kelly? Kau pasti sering sekali jalan-jalan ke Eropa atau ke tempat-tempat pribadi Reccon lainnya, bukan? Apakah kau membeli tas dan sepatumu sendiri? Merknya AnB. Sayang sekali, aku bukan fans AnB, aku lebih suka CC dan Pariston."
"Kelly, apakah kau memiliki waktu luang akhir pekan minggu depan? Calon suamiku sedang mengadakan pesta karena kami akan menikah sebagai perayaan persetujuan atas orang tua kami. Dan tentunya kau akan diundang!"
Dan begitu banyak yang mengelilingi Kelly sampai BJ tidak bisa melihatnya lagi. Begitu banyak pertanyaan untuk mengulas kekasihnya itu tanpa henti. Mengoreksi, menghakimi, dan juga memanfaatkannya.
'Tidak untuk Kelly-ku yang manis dan polos itu.'
.
Bab 58
Twilight III