Di dekat pintu area masuk Gedung 3 JFTU, lebih tepatnya pintu masuk lewat area parkir mahasiswa, Billy duduk di sebuah kursi tunggu sambil mengesap rokoknya. Dia duduk di kursi tunggu yang paling dekat dengan jendela yang bisa dibuka. Dia telah membuka jendela itu lebar-lebar sebelum dia mengesap rokoknya dan sebelum juga mendapatkan teguran dari penjaga kampus di sana yang berupa robot kapsul.
Sudah dua putung rokok dia habiskan untuk pagi itu, padahal jam belum menunjukan pukul sepuluh siang.
Tiba-tiba dia mendapatkan panggilan.
"Kau tak apa-apa, Billy?" tanya salah satu bawahannya. Billy mengira bahwa dia adalah Angga, karena suaranya yang mirip.
"Ya." Jawabnya singkat.
"Kau yakin? Tubuhmu tidak menunjukan hal tersebut. Sebelum tim medis yang menanyakan langsung ap-"
"Aku bilang AKU BAIK-BAIK SAJA!!" Tiba-tiba saja emosinya meluap. Suaranya yang keras dan tegas itu membuat beberapa mahasiswa perempuan yang baru tiba di kampus menjadi merasa takut melewatinya, sehingga mengambil jalan memutar.
Billy mengabaikannya. Dia membuang putung rokok keduanya karena sudah tidak bisa dirasakan lagi, lalu dia mengeluarkan bungkus rokok dari saku bajunya. Dia tidak bisa berhenti diam. Kedua kakinya serasa seperti bergetar, nafasnya memburu, dan dia sedikit berkeringat.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Billy untuk mengalihkan bawahannya. Dia sudah mengesap rokok ketiganya.
"Seperti biasa. Namun, Kelly sepertinya sedang dalam keadaan yang lebih buruk. Sebentar..." Angga melihat statis yang diperlihatkan oleh rekannya yang lain. "Kondisinya makin lama makin turun. Ini tidak seperti kemarin-maksudku tadi pagi. Meski memang menurun, tapi ini lebih buruk."
"Baiklah, akan kujemput dirinya. Di mana posisinya sekarang?"
"Lab fisika, Gedung 3 lantai 2."
Billy mengingat-ingat denah gedung ini di setiap lantainya. Meski sebenarnya dia memiliki peta lewat ponselnya, tapi dia lebih suka mengingat-ingat setiap detail yang dia temukan di gedung itu. Sudah jadi pekerjaannya untuk menghafalkan setiap tempat yang dikunjunginya sehingga dengan mudah dia dapat menjalankan pekerjaannya.
Billy memang seorang mantan tentara militer dari sebuah negara, kemampuan militernya memang tidak diragukan lagi. Tapi, kemampuan spasialnya juga tidak main-main. Dia selalu mampu menggambarkan kondisi fisik dari suatu tempat hanya dengan melihatnya sekali, itupun dalam kondisinya yang lebih prima. Dan menurutnya, mengenal baik tempat yang kau pakai untuk bekerja adalah cara yang baik untuk bisa bekerja. Sebagai mantan tentara militer, dia tentunya harus memang menghafalkan setiap tempat penting agar dia tidak mati dalam pertempuran.
Setelah berhasil menemukan lab fisika di dalam benaknya, dia mengesap rokok ketiganya yang ternyata hanya satu kali isapan lagi. Dia membuang putung rokok ketiganya dan mulai berjalan di penghujung koridor.
Dia tidak sendirian, ada dua mahasiswa perempuan yang berjalan di belakangnya. Mereka berdua sedang asik berbicara satu sama lain dan tidak menghiraukan keberadaan Billy di depan mereka. Mereka tidak akan curgia selama Billy terlihat seorang pria biasa saja dari belakang tubuhnya. Dengan rambut cepak, kemeja putih, dan celana hitamnya, dia terlihat seperti karyawan di kampus itu.
"Aku masih tidak mengerti mengapa Cicil kembali sambil berlari tadi. Apakah dia bertemu dengan mantannya di jalan ini?"
"Aku juga kepikiran hal yang sama. Drama mereka berdua takkan pernah selesai. Kalau aku jadi dia, aku akan memilih untuk tetap bersamanya. Dia terlalu bodoh untuk meninggalkan mantannya itu yang menurutku lebih baik daripada selingkuhannya."
"Mengapa kau tidak menggaetnya saja? Kan sudah sendiri sekarang."
"Kau tahu bahwa aku sedang ingin berfokus pada projekku untuk setahun ini. Dosenku selalu mengingatkanku untuk tidak memulai drama-dramaan yang membuatku menjadi moodie untuk mengerjakan projek ini."
"Ya, kau sangat sibuk akhir-akhir ini. Apa kau tidak apa-apa untuk sibuk terus seumur hidupmu?"
"Aku tidak bisa menjagakan kakak-kakak laki-lakiku yang tidak berguna itu. Kau tahu, orang tuaku selalu mengingatkanku untuk memiliki prestasi agar disukai banyak orang. Disukai banyak orang tandanya banyak akses mudah untuk keinginanku. Tidak seperti mereka yang hanya bisa menghabiskan uang keluarga. Itupun jika mereka mendapatkan warisan dari kakek, kalau tidak? Aku yang akan memilikinya pasti direpotin sama mereka. Dasar tidak berguna."
"Kau bisa menikahi laki-laki yang mapan dong. Kau tidak perlu pusing-pusing memikirkan prestasi dan lain-lain."
"Jill, itulah mengapa aku harus berprestasi juga. Laki-laki yang mapan secara finansial pasti juga pilih-pilih karena dia sudah memiliki segalanya."
"Itu termasuk simpanannya, ya?"
"Bisa... tapi setidaknya jadi yang resmi dan utama, karena bagaimanapun akan terpandang lebih baik."
"Hahahaha... mau-mau saja sih diduain. Kalau aku sih... a big no, ya. Tapi ngomong-ngomong, apakah kau mendengar kabar minggu lalu? Ada sebuah insiden tidak mengenakan tentang per-se-ling-kuh-an."
"Ah, cerita receh anak-anak pasti."
"Bukan itu... kau terlalu sibuk jadi kau tidak mendengarnya. Tapi, Ms. JN secara resmi menunjukan sebuah pesan di postingannya tentang insiden ini. Meskipun sebenarnya dia tidak memberitahu siapa, semuanya sudah dapat menebaknya. Dan masih banyak yang membicarakan kasus ini di kampus sampai sekarang."
"Memang ada apa sih? Kasus perselingkuhan yang besar itu sampai menggemparkan semua seisi kampus."
"Perselingkuhan Brandon JayaChandra. Kau tahu dia kan? Seorang konglomerat di Kalimantan, menguasai aset pertambangan dan perminyakan di sana. Dia menyelingkuhi pacarnya sendiri, anak beasiswa itu, dengan tidur dengan gadis lain."
"Apa?! Menyedihkan!"
"Aku tahu. Ms. JN memang menggemparkan ini karena sebenarnya kurang penting. Tapi dia menyisipkan bahwa ini adalah kasus posesif dan protektif sang pacar. Akhirnya, Brandon JayaChandra tak betah dan memilih untuk selingkuh. Dan anehnya... aku melihat berita kampus pagi ini, ya baru saja di posting oleh jurnalis kampus jam setengah delapanan. Mereka melaporkan bahwa anak beasiswa itu memakai koleksi set AnB yang masuk limited edition ke kampus, dan dia masuk nominasi style of the week. Bayangkan! Koleksi set coat dengan pin emas berlian itu. Benar-benar..."
"Apa hubungannya?"
"Apakah otakmu lelet karena kebanyakan projek? Ya, setelah berita perselingkuhan itu, anak beasiswa itu tiba-tiba saja memakai pakaian branded yang mahal. Kau tahu, bagaimana bisa anak miskin itu dapat membeli pakaian mahal itu. Dia pasti meminta Brandon untuk mengganti kompensasi uang karena sudah ketahuan menghianatinya. Seharusnya ya... mereka putus, tapi mereka diberitakan berjalan bersama tadi pagi."
"Wow, girl! Kau sangat heboh. Kau bisa saja berlebihan! Tapi aku setuju sih, bagaimanapun dia pasti juga tidak memiliki modal untuk bergaya. Dia pasti melakukannya untuk menggaet laki-laki lain yang dinilainya lebih pantas, iya gak sih?"
"Ouhh... so cheap!"
"Apa yang kalian bicarakan?" tiba-tiba saja Billy mengganggu mereka.
Dia sudah berhenti berjalan, memutar badannya dan menatap kedua mahasiswi itu dengan tatapan yang sangat tajam. Dengan berhenti berjalan, dia menghalangi kedua mahasiswi itu melewatinya. Menatap mereka, dia mendominasi suasana di sana. Apalagi dia mulai menglangkahkan kakinya untuk mendekati mereka.
"Tuan?" Jill yang berani mencoba untuk bertanya. Dia tahu bahwa kondisinya sedang tidak bagus, terlebih dia menjadi sadar mengapa Cicil berlari kembali tadi yang ternyata bukan karena pacarnya. "Tuan tidak apa-apa?" tanya Jill lagi dengan lebih halus.
"APA YANG KALIAN BICARAKAN TADI!!!!" Billy membentak mereka! Terus memperpendek jaraknya dengan mereka.
Kedua mahasiswa itu sudah saling berpegangan tangan. Mereka sudah bersiap-siap untuk kabur karena sialnya mereka tidak menemukannya tanda-tanda bahwa pihak petugas keamanan kampus akan segera datang menyelamatkan mereka dari pria aneh yang berwajah sangat mengerikan. Mereka melihat kulit pucat dan lemas, hampir seperti zombie yang kelaparan. Air liur yang keluar dari mulutnya yang terus terbuka, nafasnya yang bau tidak karuan, dan pandangannya yang tajam mengerikan.
"Tuan... tolong tenangkan diri. Kami tidak bermaksud mengusik Anda, Tuan." Jill terus mencoba untuk menenangkannya sambil berjalan mundur dengan temannya.
Tapi sayangnya, Billy langsung menangkap tubuh Jill dengan cepat sebelum berhasil lari. Dia menatapkan tubuh itu ke dinding dan dia mendekatkan wajahnya ke wajah gadis itu.
"APA YANG KAU BICARAKAN TADI?!!!"
Jill bisa merasakan nafasnya yang sudah tidak enak, antara campuran alkohol dan rokok menjadi satu. Dia merasa akan segera mati.
"Papa?"
Seakan kebuasan Billy melunak tiba-tiba setelah mendengar itu, suasana mengerikan di sana juga ikut sirna. Di sana, sudah ada Kelly yang berdiri melihat adegan tidak senonoh.
"Oh tidak! Apa yang kau lakukan?!" Kelly merasa tidak percaya. Dia menyingkirkan Billy dari gadis itu dan melindunginya di pelukannya.
"Kau tidak apa-apa?" tanya Kelly kepada Jill yang sudah hampir menangis.
"Jill!" Teman Jill akhirnya mendekat dan ikut memeluknya.
Melihat situasi itu, Kelly mulai beransumsi apa yang terjadi. Dia melirik ke arah Billy yang terdiam, dalam keadaan yang begitu kusut, lalu dia kembali melihat ke arah kedua gadis itu. Kelly memeluk kedua dan merangkul tepat di balik leher mereka. Dengan jarinya, dia menekan kuat-kuat pada belakang kepala mereka dan memberikan tekanan di sana.
"Kalian tenangkan diri saja ya..."
Mereka berdua akhirnya tak sadarkan diri di pelukan Kelly.
.
Bab 63
Platinum III