"Aku memang bersama dengannya selama ini, Rei. Aku lebih mengenal kepribadian dan sisi yang tak kuketahui saat kami dekat waktu SMA. Namun, dia masih cukup misteri mengapa dia bisa berubah seperti ini."
Apa yang dikatakan oleh Kelly, bisa kusimpan nanti. Ada banyak kemungkinan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dan yang bisa kudapatkan sekarang adalah dia menolak untuk terbuka lagi.
Dia sudah memutuskan, dan aku tak bisa berbuat apa-apa.
Tapi dia mau-mau saja dekat dengan orang-orang yang telah mengenalnya. Kurasa itu tak terlalu buruk untuk orang yang ingin menutupi dirinya sendiri.
Aku harus kembali ke rumah dan memberitahukan berita penting kepada Rin. Dan responnya pasti mengamuk.
Sesampainya di rumah, aku harus menghadapi amukan mengerikan dari Mitha. Aku hampir lupa dengan keberadaannya hari ini. Dia sudah memeringatiku untuk berada di rumah dan membantu segala sesuatu hari ini.
Tapi aku harus pergi untuk memerbaiki robot Rin.
"Sudahlah, Mitha! Rei pergi untuk membawa robot Rin ke bengkel. Ini mendadak tapi juga mendesak!" Kini Kei membelaku habis-habisan.
Aku harus menerima hukuman dari Mitha dengan duduk dengan menekuk kakiku ke belakang sambil memangku satu baskom es batu. Ini penyiksaan!
Aku belum bertemu dengan Rin setelah kembali karena harus disiksa seperti ini. Bagaimanapun, Mitha adalah penjaga pintu depan sebelum Rin.
Keiza akhirnya mengambil baskom dingin itu dari pangkuanku dan meletakannya di atas meja. Karena saking dinginnya, dia tak bisa membawa baskom itu lama-lama.
"Aku tidak ingin ada pertengkaran apapun untuk hari ini dan besok, Mitha. Aku juga mengizinkan Rei untuk pergi dan mengurus robot Rin. Kau tak bisa menyalahkannya karena hal itu."
Saat Keiza berada di garis depan untuk membelaku, dia cukup mengerikan. Karena pada awalnya, dia bukan tipe orang yang berani berbicara di depan seperti ini. Bahkan saat di apartemen Brandon, aku harus berbicara untuknya dulu baru dia meneruskannya. Sedangkan sekarang dia tampak sangat berani dan sangat marah. Baru kali ini aku melihatnya sampai seperti itu.
"Beb, tidak apa-apa. Aku tadi juga lupa bilang ke Mitha karena harus pergi. Dia salah paham." Kataku menenangkannya. Aku masih dalam posisi duduk karena belum diperbolehkan untuk berdiri.
"Aku sudah menjelaskannya juga Rei saat kau pergi. Ini sangat keterlaluan karena dia tidak mau memahaminya."
Ini pasti takkan berakhir jika salah satu di antara mereka tidak ada yang mengalah. Aku sangat tahu bahwa Mitha melakukan hal ini untuk Keiza, dan Keiza tak sadar akan itu. Kei kurang egois untuk dirinya sendiri, itulah yang dibenci oleh Mitha. Dia terpaksa harus melihat Kei menerima apapun dengan memahami kondisiku.
Tapi mau bagaimana lagi? Kita tidak bisa memaksakan sesuatu kepada seseorang, meskipun itu untuk kebaikan orang tersebut.
"Ya, dia harus tahu apa yang penting untuk hidupnya." Dan Mitha masih saja menyalahkan diriku untuk kasus ini. Lalu dia pergi ke belakang sambil membawa es baskomnya.
Kurasa itu waktunya aku bisa berdiri. Duduk dengan posisi kaki ditekuk di belakang cukup membuat kakiku sakit, apalagi badanku cukup berat karena otot-ototku. Ditambah lagi sebaskom es batu yang membekukan kedua pahaku. Kini, celanaku basah karena bekas baskom es itu.
Keiza membantuku berdiri. Dia mengelap celanaku yang basah dengan tissue, meskipun itu percuma. Aku perlu ganti celana.
"Beb, aku ke atas dulu ya buat ganti celana." Kataku sambil membelai rambutnya.
Well, aku ingin membuatnya tenang.
"Ya, kau perlu ganti celana. Aku akan tetap di sini untuk membantu yang lainnya."
Ngomong-ngomong tentang yang lain, mereka mengabaikan kami untungnya. Daripada menonton drama gratis di sini, mereka tampaknya ingin fokus dengan pekerjaan mereka.
Baguslah kalau memang begitu.
Setelah mengganti celanaku di kamar, aku langsung menemui Rin. Saat aku sudah di rumah dalam, aku tak menemukan Rin di ruang keluarga ataupun di ruang makan. Jadi aku masuk ke kamarnya dan sialnya aku tidak menemukannya di sana. Prediksiku, dia menyadari kehadiranku dan langsung menunggu di ruang keluarga dengan tatapan kesal.
Seperti anak kecil seperti biasa.
Dan prediksiku benar saat aku melihatnya duduk di sofa ruang keluarga.
Dia adalah satu-satunya orang yang tak suka mendengar kabar buruk, apalagi disalahkan.
"Benjamin perlu membetulkan robotmu untuk waktu yang cukup lama Rin, lebih lama dari biasanya. Dia menemukan kesurakan pada perangkat lunak dan kerasnya." Kataku sambil menjelaskannya.
Aku tidak duduk, aku sengaja berdiri agar dia mau mendongak ke arahku.
"Kau merusaknya di jalan pasti! Robotku hanya mengalami rusak di sistemnya saja, bagaimana bisa tiba-tiba rusak fisiknya?!"
Ya itu karena kau jarang merawatnya dengan benar, Rin. Haruskah aku membohongi dan membodohinya terus? Benjamin mengeceknya lebih lanjut, dan dia menemukan beberapa kesurakan yang cukup berbahaya."
"Rei, apa kau tuli?! Pemberitahuan yang kuterima adalah kerusakan sistemnya saja, hanya perlu diperbaiki saja pemogramannya dan beberapa perangkat keras yang terhubung."
"Dia memiliki alat yang lebih canggih dan dapat mengecek kerusakan yang lain."
Dia pasti takkan mau mendengar ini.
"Kau harus sedikit lebih bersabar. Aku akan meminta tolong ke dr. Hans untuk memberikan mainan baru dan meng-upgrade dunia virtualmu."
"Aku tak butuh semuanya, Rei! Aku juga tak butuh kau yang-"
"Kau tak butuh Rei yang seperti apa, Rin?"
Tiba-tiba suara yang sangat familiar terdengar dari pintu masuk ruang keluarga. Karena saking kesalnya dengan Rin, aku tak sadar bahwa pintu itu sudah terbuka dan seseorang telah berdiri di sana.
Kuyakin Rin ingin mati sekarang.
Rin yang sangat terkejut kini hampir kehilangan kesadarannya. Dia pasti menahan dirinya agar tidak benar-benar pinsan, karena dia pasti merasa sangat malu seribu kali lipat daripada ini. Dan sialnya, dia telah menyumpahi hal terburuk padaku dan di dengar oleh laki-laki yang paling disukainya.
Dia membuat image yang buruk untuk dirinya sendiri.
Dia hampir histeris sehingga menutupi wajahnya. Kurasa dia juga menutupi selang oksigen yang dipakainya sekarang. Lalu dia bangkit berdiri dan berlari masuk ke dalam kamarnya. Oh ya, tidak lupa dia menabrak bahuku dengan keras karena sangat kesal padaku. Terlebih, dia yang merasakan sakit fisiknya bukan aku akibat tabrakan itu.
"Rin sepertinya ingin mengajak ribut denganmu." Kata Brandon setelah Rin sudah masuk ke dalam kamarnya. Rin membanting pintu kamarnya, itulah mengapa Brandon tahu kalau anak itu sudah di kamar.
"Seperti biasa." Jawabku. "Masuklah." Aku menyuruhnya untuk duduk di sofa.
"Kupikir kau pergi ke suatu tempat." Kataku sambil meletakan sekaleng soda untuknya di atas meja.
"Ya, aku menemui salah satu kerabatku yang sedang berkunjung." Brandon mengambil kaleng itu dan membukanya. "Dan aku tahu kalau kau ingin aku membantumu mengurus kembaranmu."
Aku tertawa mendengarnya. "Ya, kau memang yang terbaik. Kau sudah makan siang?"
Aku tersadar bahwa aku belum makan siang.
"Kurasa kau harus cepat ke bawah. Perempuan... Mitha itu sudah sangat marah menyebut namamu."
"Apa dia masih ribut dengan Kei?"
"Ya."
Sialan, ternyata dramanya masih berlanjut.
"Kau tak keberatan jika aku meninggalkanmu di sini dengan Rin? Dia tak mau mendengarkanku."
"Tak masalah."
Aku segera turun ke bawah namun aku terkejut karena Keiza menghalangi jalan masuknya. Dia sedang membawa sebuah piring dengan penutup kaca yang didalamnya terdapat sebuah mangkuk puding karamel. Kami hampir saja bertabrakan dan pudding itu hampir saja jatuh juga.
"Hati-hati, Rei." Katanya. "Kau bisa-bisa membuat Rin takkan memaafkanmu selamanya."
Jadi pudding ini untuk Rin.
"Kau membelinya?"
"Brandon yang membawanya, aku hanya membawakannya kemari." Keiza langsung mencari Brandon.
"Thanks, Kei." Kata Brandon sambil mendekat dan mengambil piring itu.
Dia menatapku.
"Aku sudah berjanji, sih. Sorry kalau dia ada pantangan makan." Katanya sedikit tidak enak.
"Sesekali tak masalah." Jawabku.
Melihat Brandon kini membuatku merasa sedikit lega. Dia tampak lebih bersahabat daripada saat di rumah Benjamin. Bahkan dia mau tersenyum mendengar jawabanku.
Ya baguslah kalau di rumah ini bisa membuatnya merasa lebih baik.
Aku dan Kei akhirnya turun untuk menemui anak-anak yang lainnya. Sekarang aku benar-benar harus ikut turun tangan mengurus segala sesuatunya. Memang pada awalnya aku membuat tim untuk mengurus beberapa hal, dan pada akhirnya aku juga harus mengurus segalanya. Saat aku sudah turun, semuanya sedang beristirahat dengan minuman cocktail yang disajikan untuk semua di dalam baskom besar, yang dipakai untuk menghukumku sebelumnya. Mereka semua tampak bersantai sambil memakan makanan kecil yang begitu berantakan di meja makan.
Ada dua belas orang sekarang, mereka bekerja di bawahku.
"Rei, chattering untuk makanan utama yang sudah dipesan harus membatalkan pesanan kita. Mereka berjanji untuk mengembalikan semua uang DP yang sudah diberikan."
"Sekarang?!"
"Tidak mengejutkan karena demo buruh di daerah timur. Tempat chattering-nya terlalu dekat dengan lokasinya."
"Ya, baiklah. Masih punya daftar yang lainnya kan? Dan cari yang bisa siap dalam kurang dua puluh empat jam. Beri tahu kalau akan memberikan DP 80% dan bonusnya. Usahakan nego dulu. Lalu bagaimana yang lainnya? Prop?"
"Kemarin banyak dadakan perubahan." Itu bukan Mitha yang menjawab, tapi dari timnya. Mitha sedang tak berada di tempat ini. "Tapi, semuanya sudah komplit. Rin memberikanku beberapa catatan tambahan untuk beberapa keperluan dekorasinya."
"Apakah dia merepotkanmu?"
"Tidak, Rei. Catatan Rin selalu lengkap dan sangat membantu sesuai dengan konsep desainnya. Kau tak perlu khawatir."
"Aku juga membantu, Beb. Untuk urusan desain, aku bisa mengurusnya bersama yang lain." Kata Kei sambil membawakanku segelas cocktail.
"Rei, berapa bonus yang kira-kira akan diberikan ke chattering yang baru?"
"Uangnya sisa berapa?"
"Sekitar 38% dari semua rencana anggarannya."
Aku cukup terkejut mendengarnya. Ternyata tersisa banyak.
"Ya untuk berjaga-jaga memberikan kompensasi sekitar 5-10%."
"Aku pakai angka tertinggi ya."
"Oke. Lalu, yang acara?"
"Rei, aku sudah kirim semuanya padamu. Sehabis istirahat, akan aku jelaskan konsep acaranya besok."
Dan semuanya tampak begitu ramai bahkan dalam persiapannya saja. Aku tak tahu lagi bagaimana pesta besok.
.
Bab 32
Walls Could Talk (End)